PRD, Mahasiswa Papua dan Pendidikan Pancasila

ilustrasi bendera prd. foto prd.co.id
Jhon Gobai | AMP

Dalam bulan Juni hingga Juli 2019, saya berkunjung ke Yogyakarta, Bandung, Bogor, Jakarta dan Bali. Di Bandung saya kunjungi asrama Papua dan beberapa asrama lainnya. Seperti di kota-kota lain, dalam setiap pendiskusiannya, keberadaan Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjadi pembicaraan baru, disana.

Seketika di Jayapura awal 2019, beberapa aktivis Papua juga menceritakan gerakan dikpol PRD di Sorong, Manokwari dan di Jayapura.

Mahasiswa Papua Malang bercerita, selain represif dan diskriminasi yang dihadapi, PRD masuk asrama Papua dan merangkul mahasiswa Papua dalam pendidikan Politik (selanjutnya baca: Dikpol) Organisasinya.

Rafael Giyai, pengurus AMP Pusat, mengatakan awalnya PRD mengajak pertemuan dengan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di sebuah Kedai Kopi, di awal Bulan Maret. Yustus, pengurus AMP yang hadir dalam pertemun itu mengaku (dalam diskusi internal) PRD menawarkan untuk melakukan pendidikan bersama AMP dan PRD. Tawaran itu mengundang pertanyaan lain kepada PRD. Ketika PRD mengatakan bahwa anti terhadap Imperialisme dan tidak kejelasan terkait sikap PRD terhadap perjuangan pembebasan rakyat West Papua, AMP mengatakan selain musuh terhadap Imperialisme juga rakyat papua berjuang untuk keluar dari kolonialisme Indonesia. Landasan perjuangan ini lah menjadi alat tawar AMP berteman dengan siapa pun yang menghargai dan mendukung perjuangan rakyat West Papua.

Pertemuan itu tak mengindahkan kemauan PRD.

Selanjutnya PRD menggunakan pendekan terhadap senioritas, sepupu, kemudian mengajak makan, hingga melibatkan kawan-kawan Papua dalam pendidikan politik PRD.

Rafel menjelaskan bahwa pola pendekatan senioritas ini untuk alternatif mengumpulkan massa dalam jumlah yang banyak. PRD mempermudahkan fasilitasnya, lalu senioritas ini lah mengajak anggota yuniornya.

Sementara di Jakarta, salah satu peserta dikpol PRD bercerita tentang seniornya di organisasi lokal Papua mengharuskan puluhan anggotnya ikut dalam dikpolnya PRD. Kesaksian terjadi saat perayaan HUT AMP (27 Juli 2019) di Tebet. Sementara di Jogja, PRD melibatkan beberapa penghuni asrama Papua. Hal itu diceritakan oleh beberapa penghuni di pertengahan bulan Juni. Itu terjadi juga di kota-kota lainnya.

Lalu di Bandung juga terjadi hal serupa. Arnold Meage, anggota AMP, mengatakan awalnya PRD menyebarkan formulis Dikpol kepada mahasiswa Papua di Bandung. Tetapi tak banyak yang seriusi. Sehingga PRD melakukan pendekatan kepada beberapa senioritas mahasiswa Papua dan melibatkan beberapa mahasiswa Papua. Tugas senioritas ini selain berkornidasi dengan PRD juga mengumpulkan mahasiswa Papua yang tak tahu-menahu tentang PRD.

Pendidikan itu dilakukan di asrama Papua mengetahui pengurus IPMASEPA (salah satu organisasi terbesar mahasiswa Papua di Bandung).

Rafael juga menjelaskan kesaksian dari mahasiswa Papua yang terlibat dalam dikpol PRD dan akhirnya merasa terjebak. Di Malang, beberapa Mahasiswa menanyakan sikap PRD kepada Perjuangan Papua. Kemudian, rasa terjebak seketika tahu bahwa mereka adalah bagian dari rakyat Papua yang sedang berjuang merdek, tetapi disisi lain bergabung dalam pendidikan pancasilah. Diskursus ini terjadi saat pertemuan internal Mahasiswa Papua Malang.

Berdasarkan penjelasan diatas, menimbulkan beberapa pertanyaan dan ini harus dijawab secara objektif oleh mahasiswa Papua, terutama aktivis.

1. Siapa itu PRD?

2. Bagimana perjalanan PRD dari 1990an hingga bermunculan di tahun 2018/9 ini?

3. Mengapa akhir-akhir ini PRD seriusi merangkul dan melibatkan Mahasiswa Papua dalam pendidikan Pancasila versi PRD?

4. Seberapa penting PRD harus melibatkan dan merangkul mahasiswa Papua? Dan apa keuntungannya bagi mahasiswa Papua yang seyogiyanya bagian dari perjuangan Papua merdeka dan PRD yang anti imperialism tapi pancasilais?

5. Sejak bulan Maret-Juni PRD keliling Indonesia untuk melakukan dikpol. Apa semangatnya?