Klass Feminist Mama-Mama Pasar Rabik Sejarah West Papua

Ilus.West Papua oleh Koran Kejora
Penulis, Stella Tebay***

Pendahuluan

Semua persoalan yang kemudian muncul bergejolak terus menerus adalah masalah klass kaum tertindas,kaum ditindas dan kaum yang menindas;  kemudian memunculkan sebuah kontradiksi antara perlawanan dan kekuasaan yang semerta-merta muncul ditatanan rakyat pada umum-nya. Hal ini tidak terlepas dari masalah politik,ekonomi dan sosial disetiap aspek kehidupan masyarakat yang luas. Dalam konteks ini topik masalah akan merujuk pada penindasan terhadap perempuan West Papua yang terus mendominasi dibeberapa klass dan menjadi budak atas tanah sendiri atau pun termarjinal.

Lingkup Sejarah

Pada umumnya perempuan dan laki-laki tidak saling menindas dan tidak ada persaingan dalam kehidupan komunal mereka yang hidup setara dan sejajar. Patriarki muncul ketika manusia mulai mengenal tanah,  komoditi untuk mengolah, mereproduksi ditempat-tempat yang sangat subur untuk produktif dan mulai mengenal bercangkul dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan komunal mereka.

Ada sedikit perbedaan antara sejarah patriarki terhadap perempuan di  Amerika, serta negara-negara yang ada di Eropa, Asia, Pasifik, Afrika dan di dunia.  Penindasan Patriarki terlihat juga terdahap perempuan West Papua. Pada massa komunal kehidupan masyarakat West papua tergolong dalam kultural/budaya dan dalam itu, ada beberapa hukum adat yang harus di patuhi pada fase -fase tersebut misalnya kepala suku, atau orang terpercaya di tempat tersebut yang mempunyai kekuasaan berhak menikahi siapa saja tergantung dia mampu atau tidak mampu walaupun tergolong didalam penindasan terhadap perempuan hal itu dikategorikan sebagai patriarki ini yang membuat perbedahan pada fase komunal di West Papua. Dengan budaya partiarki yang sangat melekat seperti itu dan tidak terlepas dengan sejarah peradaban rakyat West Papua dari sisi Hak Penentuan Nasib Sendiri menjadi kasus yang perlu di bahas.

Jika dilihat dari persoalan yang terus menjadi projek investigasi dan projek yang terus menjadi analisis secara kritis hal ini tidak terlepas dari sejarah perjuangan rakyat West Papua pada umumnya. Maka fokus utama adalah sejarah manivesto West Papua, Kemerdekaan West Papua pada 01 Desember 1961 yang bertahan 19 hari dan Soekarno mengomandankan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) di alun-alun Utara Kota Jokyakarta pada tahun 19 desember 1961 di lanjutkan perjajian New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962 dan Roma Agreement pada 30 semtember 1962 (membahas PEPERA dll) pertemuan ini pun tidak ada satu orang West Papua yang mewakili perjanjian tersebut seharusnya disahkan oleh pemilik hak teritorial, hak ulayat dan hak atas tanah yang penghuni West Papua dan kesepakatan perjajian itu berhasil melahirkan aneksasi West Papua ke dalam Indonesia sejak 01 mei 1963 dan disamping itu, banyak operasi-operasi yang terus digecarkan untuk membuat rakyat pada umumnya  merasa traoma dan ketakutan akibat operasi tersebut dilajutkan Penentuan Pendapat Rakyat [PEPERA] pada tahun 1969 itu, tidak sesuai dengan mekanisme internasional dan ilegal bagi Rakyat West Papua dan di pertanyakan  kenapa sampai bisah illegal? sebelum PEPERA dimulai ada 1025 orang yang dipilih agar memilih pada saat pelaksanaan Penentuan Pendapatan Rakyat (PEPERA) dari jumlah yang ditentukan itu turun drastis menjadi 125 orang yang memilih,tetapi sudah disetingg dari Indoneia dan internasional untuk manipulasi ; sebelum PEPERA dilakukan kontra karya PT. FREEPOT pada pertama kalinya sudah masuk beroperasi di West Papua pada 19677. Jadi dua tahum sebelum PEPERA di Lakukan dengan kekerasn, pembungkaman, teror, rasis dan beragaman implementasi kekerasan yang di lakukan oleh kolonial Indonesia melalui dalil militernya.

Sejarah ini kemudian menjadi pengantar penindasan yang terus berkelanjutan didalam klass-klass sosial dari semua aspek yang terus terhegemoni dan mengkarakterkan Rakyat West Papua menjadi kaum modernisasi yang sangat meloncat dari peradaban manusia itu sendiri, artinya manusia West Papua dari komunal melompat ketahapan kapitalis dan tiga fase itu dilewatkan misalnya primitif ,komunal primitif dam feodal hal ini membuat Rakyat West Papua spontan didoktrin dan menstigmai, menjiwai kehidupan Rakyat West  Papua pada umumnya. Dari beberapa topik umum tetang penindasan diperkecilkan menjadi klass mama-mama pasar; ini kemudian menjadi klass yang kemudian dibudak dari berbagai lini dan segi kehidupan mama pada umumnya serta di West Papua.

Mama adalah payung kehidupan yang selalu memnguatkan kita pada keyakinan dan tekat untuk ber-evolusi dan mempertahankan kewajiban mereka segbagai ibu dari anak yang dilahirkan mama pada umumnya kekuatan pun akan diperkuatkan bilah proses penyadaran itu masuk melalui mama atau perempuan membahas tetang hak ekonomi dan hak politik yang kini telah tersistematis dalam klass-klass penindas itu.  Penyadaran adalah sebuah jalan untuk mencapai proses-proses dialektika pada perjuangan yang kuat dan radikal akan ideologi bangsa untuk itu, pembangunan organisasi sangatlah penting didaerah-daerah yang terisolasi dan daerah-daerah yang terhegemoni dengan arus kolonial karna kekurangan idealisme yang seharusnya menjadi agenda yang di savety untuk menjalankan hubungan menuju perjuangan sejati mama-mama pasar dan perempuan konteks West Papua.

Dalam meihat dari prekpektif sejarah West Papua dan Gerakan Feminist membutuhkan "Pembangunan organisasi" terkhusus mama-mama pasar. Dalam pandangan itu,  memabagun front taktik yang kuat sama hal dengan front yang di buat oleh negara-negara lain untuk merangkul feministme secara luas. Dengan itu, rakyat West Papua juga wajib membuat atau membangun front tersebut; dapat saya ilustrasikan seperti : FRONT PERSATUAN MAMA-MAMA PASAR ANTI IMPEARIALISME, KOLONIALISME DAN MILITERISME ( PMMP)

Realitas yang terjadi karna belum ada kakuatan front atau wadah, Sejak dilantik pada 9 April 2013 Gubernur Papua Lukas Enembe memasukan program pembangunan pasar Mama-Mama West Papua dalam program 100 hari kerja. Selanjutnya, pada 19 Juli 2013, Gubernur Lukas Enembe telah memerintahkan PU Provinsi Papua untuk membentuk tim pembangunan pasar Mama-Mama, namun kenyataannya sampai kini pembangunan pasar untuk mama-mama West Papua tersebut sama sekali belum terealisasi secara konkrit. Padahal, untuk pembangunan pasar, Pemprov sediri sudah mengalokasikan dana selama 3 tahun APBD secara berturut-turut, yakni Tahun 2010-2011 sebesar 10 Milyard; tahun 2011-2012 sebesar 10 milyard; tahun 2012-2013 sebesar 25 milyard yang dibagi dengan Damri sebesar 15 milyard dan untuk pembangunan pasar Mama-Mama sebesar 10 milyard. Jadi, total dana pembangunan untuk pasar Mama-Mama adalah 45 milyard yang nasibnya kini tidak jelas, sejalan dengan ketidakjelasan pembangunan pasar bagi Mama-Mama West Papua sampai saat ini 2019 dan itu hanya sebagai penindasan dari sebuah system yang terus mengasingkan mama-mama pasar West Papua. Inilah kasus yang sangat dapat di lihat bahwa pembohongan kelas borjuasi dengan system kolonial menjadi klass penindas yang bertahap pada massa klass mama-mama Pasar West Papua.

Sejak berlakunya otonomi khusus di tanah West Papua pada awal tahun 2001 hingga kini, belum dibangunnya pasar khusus mama-mama West Papua permanen di seluruh West Papua, seharus-nya ada suatu tempat yang layak untuk mama-mama West Papua pasarkan hasil kebun dan dagangannya mereka. realita bukannya memihak mama-mama West Papua, tetapi kasihan mereka harus berjualan di emperan-emperan seperti di lampiran gambar . Mama-mama Pasar West Papua berpikir ini adalah bentuk diskriminasi yang di lakukan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri. secara langsung. pembagnunan kios pun hanya di peruntuk hanya untuk pedagang pendatang atau klass para migran. Kapan pembangunan ekonomi mau di mulai dan di bangun di West Papua secara riil, kalau rakyat kecil tidak di perhatikan dan di benahi secara serius dan bertahap. tidak dikhususkan. apakah pemerintah tidak mau atau tidak mampu untuk mengakomodasi untuk rakyat ekonomi lemah?

Pasar Mama-Mama sebagai pelaku ekonomi di Pasar tradisional yang bisa digolongkan pengusaha murni di sektor UKM ( usaha kecil menengah) ini yang memiliki modal, alat produksi, dan waktu kerja yang mereka atur sendiri, perlu dilindungi karena keberadan mereka di pasar-pasar tradisional mampu merepresentasikan lembaga ketahanan ekonomi orang asli West Papua, lembaga ketahanan sosial, sekaligus lembaga ketahanan kultural. Pasar tradisional merupakan representasi dari kultur masyarakat West Papua.

Namun mama-mama pasar ini banyak mengalami penindasan baik itu penindasan internal dan eksternal. Penindasan yang terjadi  adalah pertama persaingan dengan kolonialisme dalam hal berjualan, Apa yang mau di jual sama mama-mama West Papua pasti di jual pula dengan orang melayu;  di sana terjadi persaingan dan soal harga melayu mereka akan jual lebih murah di bandingkan mama-mama West Papua . Kedua tempat Jualan di kuasai oleh pendatang sehinga mama-mama West Papua itu, berjualan di emperan jalan sehingga harus di usir sama Satpol PP ( petugas keamanan ).ketiga Transportasi jika rumah, kebun dll terletak jauh dari pasar pasti akan memerlukan biaya yang besar sedangkan mereka punya penghasilan itu tidak seberapa.

Untuk Hak Menentukan Nasib sendiri di golongkan menjadi 3 bagian menjadi kebutuhan utama, yaitu Ekonomi, Budaya, Politik: Ekonomi pertama, Persaingan begitu banyak yang terjadi dilingkup  mama-mama pasar; langkah baiknya membangun salah satu pasar khusus untuk mama-mama pasar atau khusus rakyat asli West Papua supaya ekonomi mama-mama pasar meningkat seperti Front yang di jelaskan diatas. Kedua, Turunkan harga transportasi karena satu-satunya penghasilan yang mama-mama pasar hanya berjualan itu pun kentungannya tidak lebih dari Rp 30.000.-. atau buat peringanan terkhusus untuk rakyat West Papua sendiri. Politik pertama Perampasan lahan demi kepentingan para elit lahan pun di rampas secara skala besar di situ hilanglah mata pencaharian mama-mama pasar. Kedua janji pemerintah untuk membangun pasar mama-mama West  Papua yang layak tapi janji itu tidak di penuhi dari pemerintah provinsi dan kabupaten tersebut. Menjadi politik praktis sampai kini berlangsung. Ketiga, Meminta pemerintah untuk memberikan modal usaha karena hasil jualan saja tidak cukup untuk memenuhui kebutuhan keluarga, alangkah baiknya pemerintah buka usaha kecil-kecil dan bimbing sampai berhasil. Ke empat Militer mengancam mama-mama yang bekerja di kebun ini tahapan proses dalam praktis . Budaya pertama, Perampasan Lahan tanah yang duluhnya komunal atau klen yang di miliki dari masyarakat mayoritas daerah tersebut  di ambil ahli oleh pemerintah sebagai komoditi dan hancurlah budaya local yang duluhnya milik tanah adat berubah menjadi perusahaan atau pemerintah .kedua, Mariginalkan ketika mama di pasar tidak punya hak untuk jualan di tempat yang layak sehingga mereka ambil keputusan tidak apa dan termarjinal dari lingkup jualannya.

Dengan konsep ini, Front menjadi dasar utama dan bentuk sesuai realitas atas penghisapan,penindasan dan penganiayaan yang berkelanjutan terus terjadi terhadap  rakyat West  Papua lebih khusus terhadap mama-mama pasar yang berada diseluruh tanah West Papua,membuat penyadaran agar memuculkan kesadaran baru untuk melawan bourjiasi kecil dan tuan imperialisme,kolonialisme dan militerisme sebagai penghalang perlawanan menujuh cita-cita dan impian bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka atas teritory West Papua.

Penulis adalah Anggota Aktif Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali