AMP Mendesak: Seruan Membuka Posko Darurat Kepulangan Mahasiswa dari Luar Papua

Aksi demo damai di Jakarta, 28 Agustus 2019
Kepada Rakyat dan Mahasiswa Papua, BEM Se-tanah Papua, Gereja-Gereja, KNPB, Sepaham, Garda-P, PNWP, NRFPB, WPNCL, di West Papua:

Sejak perlakukan diskriminasi rasial dan represif di Malang dan Surabaya pada 15,16-17 Agustus 2019 oleh TNI, Ormas Reaksioner, Pol PP dan Polisi Indonesia, tentu dirangkai dengan gelombang intimidasi kepada mahasiswa Papua yang berada di luar Papua. Pelaku intimidasi adalah TNI/Polisi, Ormas Reaksioner, dan Intelijen.

Tindikan intimidatif oleh aparat yang disertai dengan pengiriman militer dalam jumlah yang banyak, lebih dari 8 ribu prajurit ke Papua, pasca pemblokiran internet di Papua, tentu membuat semakin tak aman bagi aktivitas mahasiswa Papua, tak hanya perkuliahan, tapi juga terbentang ketakutan dalam aktivitas sosial. Semakin memperburuk ketakutan dengan sikap dan tindakan petinggi negara yang sangat rasis dan diskriminatif soal menanggapi gejolak di West Papua.

Oleh karena situasi itu, sejak akhir Agustus 2019 hingga saat ini banyak mahasiswa yang pulang ke Papua. Meninggalkan kuliah dan memilih ke Papua merupakan keputusan yang datang sejak Negara melalui aparatur reaksionernya memperlakukan diskriminasi secara rasial.

Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (KP AMP) menerima kondisi terakhir keberadaan mahasiswa Papua di luar Papua. Berdasarkan data kasar yang kami himpun, banyak mahasiswa yang pulang dalam dua bentuk koordinasi. Pertama, pulang setelah didiskusikan di organisasi kedaerahannya masing-masing dan mendata bagi yang tinggal dan pulang; dan kedua adalah pulang tanpa koordinasi karena takut dengan situasi tersebut.

Jumlah keseluruhan, terhitung sejak akhir Agustus hingga tanggal 5 September 2019, sudah mencapai lebih dari 1.000 mahasiswa. Itu data kasarnya. Hingga hari ini dan besok masih banyak yang akan pulang ke Papua.

Oleh karena itu, tentu tercipta kondisi tidak aman bagi mahasiswa Papua di luar Papua tentu karena adanya kolonialisme di Papua. Bentuk-bentuk wacana rasisme tentu berakar dari kolonialisme. Dalam pendiskusian panjang di sejumlah kota, kami telah menarik kesimpulan bahwa pulang dan tinggal, sama-sama berjuang. Penindasan dan penjajahan harus dihapuskan.

Oleh karena itu, dari kami yang sisah-sisah di luar Papua, yang terus berjuang melawan penindasan di sini, menyerukan kepada seluruh organisasi pergerakan yang berada di West Papua, mohon pantauan dari sana. Tanpa mengurangi pertahanan Anda sekalian dalam situasi darurat, kami sampaikan permohonan membuka “Posko Darurat kepulangan Mahasiswa Papua” di kota-kota Besar: Sorong, Manokwari, Jayapura dan tempat lainnya.

Prinsipnya kami pulang karena penjajahan, dan kami pulang untuk berjuang.
Bagi kawan-kawan Mahasiswa yang masih tinggal di Jawa, dan sedang bersiap-siap untuk pulang, segera saling koordinasi kepada organisasi kedaerahan, Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua, serta Aliansi Mahasiswa Papua. Koordinasi untuk saling menjaga keamanan, persatuan, dan tentu kita sedang melawan. Tinggal di Jawa bukan untuk menyerah! Polda Metro Jaya sudah buka jalan penampungan, terali bagi pejuang, untuk kita!

Demikian Seruan ini dibuat! Bertemu karena perjuangan, berpisah karena perlawanan! Sayang, kawan!

A Luta Continua
Jhon Gobai

Pimpinan Pusat
Aliansi Mahasiswa Papua.

CP: 081280466254 (Jhon Gobai)