Kestabilan Ekonomi Indonesia dan Papua Tengah Resesi Ekonomi Global

Ilustrasi ekonomi Global. FOTO/Istockphoto
Chlara | AMP
Dunia sedang menghadapi berbagai persoalan. Mulai dari masalah sosial hingga kestabilan ekonomi yang memburuk. Wacana dari berbagai media mainstream nasional hingga internasional sedang berlomba meng-update setiap gejolak ekonomi global yang mengakibatkan beberapa negara akan mengalami resesi ekonomi. Resesi diartikan sebagai perlambatan aktivitas ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih dalam satu tahun.

Beberapa faktor diduga merupakan pemicu rampungnya stabilitas ekonomi dunia, mulai dari ketidakjelasan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Bersit, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China, serta perlambatan di Eropa. Semua faktor ini tersinkronisasi sehingga diperkirakan pertumbuhan akan lebih lambat di hampir 90% dunia.

Resesi dikabarkan akan melanda negara-negara dunia pertama, seperti Jerman dan Inggris diperkirakan sedang menuju resesi. Namun jika dilihat salah satu faktor resesi ekonomi global karena perang dagang antara AS dan China, akankah mempengaruhi stabilitas ekonomi di negara-negara maju di kawasan Asia maupun di Indonesia?

Perang dagang antara AS-China menyebabkan beberapa negara di kawasan Asia terancam resesi ekonomi. Beberapa negara di Asia dikabarkan akan mengalami resesi.

Di Asia, singapura diwacanakan terancam resesi karena bukan hanya kedekatannya dengan China karena ketergantungan ekspornya tetapi juga karena pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 singapura yang berbeda signifikan dengan Kuartal I-2019, jika berlanjut hingga kuartal iii-2019 maka singapura akan sampai pada tahap resesi. Tak hanya Singapura, Hongkong juga berada di ujung jurang resesi. Pada kuartal II-2019, perekonomian Hongkong terkontraksi sangat kontras dengan kuartal I-2019. Jika perekonomian di kuartal III-2019 masih terkontraksi, Hongkong akan resmi jatuh ke jurang resesi.

Lantas bagaimana dengan perkembangan ekonomi negara ini?

Banyak wacana yang terbangun tentang masa depan ekonomi Indonesia. Banyak wacana sebelumnya bahwa Indonesia akan mengalami resesi seiring dengan melemahnya keadaan ekonomi Global.

Tahun 2019 adalah tahun yang paling bergejolak di Indonesia, berawal dari permasalahan domestik hingga merambat ke Internasional. Isu politik mendominasi seluruh wilayah di Indonesia. Melihat realitas stabilitas sosial sampai politik yang sedang bergejolak mulai demonstrasi massal yang anarkis hingga menyebabkan banyak korban berjatuhan, ruang demokrasi yang semakin dibungkam, perlakuan negara terhadap masyarakat yang mengarah pada fasisme, dan lain sebagainya.

Di Masa reformasi dikorupsi, begitulah tagar di sosial media yang sedang on top issue , situasi ekonomi Indonesia berhasil membalikkan wacana-wacana sebelumnya. Di saat situasi ekonomi global yang sedang goyah, pada kuartal I 2019, ekonomi Indonesia tumbuh di angka 5,07 persen. Namun, laju pertumbuhan menurun tipis ke 5,05 persen pada kuartal II 2019.

Pada 2013 lalu, Indonesia dikategorikan sebagai negara The Fragile Five bersama dengan empat Negara lainya yaitu Turki, India, Brazil, Afrika Selatan. The Fragile Five adalah emerging markets dengan potensi ekonomi yang luar biasa. Namun pada saat yang sama, mereka sangat rentan 'digoyang'. (Morgan Stanley). Dengan kata lain negara-negara ini sangat rentan terhadap isu global.

Indonesia memiliki utang luar negeri (ULN) Sekitar 5.135 T Rupiah . Dilaporkan oleh bank dunia, semenjak Jokowi menjabat sebagai presiden hingga kini masuk periode yang kedua, ULN terus meningkat lima tahun belakangan.

Dari sedikit ulasan diatas terlintas dalam benak, bagaimana Indonesia di tengah ancaman resesi masih bisa mengontrol eskalasi perekonomian?

Indikator yang dipakai buat menghitung laju ekonomi adalah Produk domestik bruto (PDB), Produk nasional bruto (PNB) dan sumber kenaikan pertumbuhan ekonomi. Dalam usaha melawan resesi , Indonesia menggunakan hasil dari Produk domestik bruto, yaitu dengan menjaga pengeluaran rumah tangga dan pengeluaran pemerintah. PDB juga Merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam periode tertentu.

Investasi dan ekspor belum bisa dilancarkan untuk memperbaiki lajunya pertumbuhan ekonomi karena perang dagang antara AS-China berdampak ke Indonesia sehingga sulit bagi Indonesia untuk mengekspor barang maupun jasa begitu juga dengan investasi.

Papua dan Investasi

Hasil Sumber Daya Alam (SDA) Papua sangat besar namun masih terkategori sebagai wilayah termiskin di Indonesia. Ditambah lagi dengan kontribusi PDB Regional Papua yang minim terhadap negara dikarenakan kehidupan masyarakat Papua yang mayoritasnya bergantung pada sumber daya alam. Hasil sumber daya Alam. Sampai saat ini domain PDB paling tinggi dari Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Rendahnya kontribusi PDB regional Papua tidak dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi negara karena saat ini, Indonesia hanya dapat menggunakan pengeluaran rumah tangga dan pengeluaran pemerintah.

Banyak kabar beredar bahwa aksi massal menolak rasisme Agustus lalu dapat mempengaruhi ekonomi negara. Gejolak Papua bukan cukup mempengaruhi PDB namun yang menjadi kekhawatiran negara, dapat mempengaruhi proses investasi. Investasi dan ekspor-impor adalah usaha mempertahankan kestabilan ekonomi.
Tak cukup sampai pada PDB, masih ada beberapa indikator lagi yang harus dicapai sesuai dengan target negara. Kini saatnya negara, berpikir panjang untuk membuka lahan investasi selebar mungkin agar pertumbuhan ekonomi meningkat. Salah satu wilayah yang paling strategis sebagai lahan investasi adalah Papua. Pada masa kepemimpinan Jokowi, Ia gencar dengan pembangunan infrastruktur khususnya di wilayah timur, Papua. Dengan dalih pemerataan Ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya membuat masyarakat adat kehilangan hak ulayat atas tanahnya. Tak hanya Papua.
Pembangunan jalan trans yang memakan banyak korban masyarakat sipil dan juga ribuan lainnya mengungsi terus terabaikan direspon oleh negara dengan pengiriman militer untuk atasi konflik. Hingga kini, pasca demonstrasi massal menolak rasisme, ribuan personel militer dikirim Untuk mengamankan masyarakat yang kontra dengan kebijakan pemerintah , lahan investasi dan eksploitasi alam.
Saat ini semua negara-negara besar sedang berlomba mencari pasar untuk berinvestasi. Indonesia yang masuk dalam The Frigile Five. Berpotensi sangat besar. Indonesia membuka tangan lebar untuk menyambut kesempatan emas ini, diperjelas dalam pidatonya pada saat pilpres tentang membuka lahan investasi seluas-luasnya.
Persoalan Papua bukan persoalan domestik, bukan juga persoalan Sosial saja. Semua aspek yang mempengaruhi kehidupan orang Papua tersinkronisasi. Sehingga perlu untuk kita kaji setiap aspeknya untuk menyadari persoalan Papua dan solusi terbaik buat Papua. ***
Medan Juang, kamis, 10/10/2019