Baku Kastau

Foto lustrasi, knpb
Oleh: Victor Yeimo*

Basis kekuatan revolusi adalah rakyat. Tugas paling penting saat ini adalah "baku kastau". Kastau ade, kaka, anak, maitua, paitua, bapa mama, teman, tetangga. Kastau siapapun, kapanpun, dimanapun anda ketemu.

Kastau bahwa kitong akan habis punah kalau masih ada dalam genggaman kolonial Indonesia. Kastau bahwa tanah air beserta isinya sedang dikuasai habis, dan kelak kita menjadi orang asing diatas tanah air kita kalau masih ada dalam genggaman kolonial Indonesia. 

Karenanya, mengejar gelar, jabatan, uang, kehormatan dan kemewahan dalam kolonial dan kapitalis itu semu, sesat, tra berarti, tra menjamin masa depan bangsamu Papua. Kolonial Indonesia juga hanya butuh ketergantungan dan kepatuhan dalam kekuasaannya. Agar kau jinak, tidak memberontak, dan mendukung program kolonialismenya.

Baku kastau bahwa satu-satunya jaminan masa depan tanah dan manusia Papua adalah kemerdekaan Papua. Kastau kalau jalan menuju kesana adalah perjuangan. Kastau perjuangan yang real dimulai dari kembali kontrol hidup anda. Bagaimana ambil alih kontrol hidup anda?

Ambil kontrol hidup kembali artinya memimpin diri dahulu. Jangan biarkan diri dipimpin oleh nafsu, ambisi, ego, dan emosi sesat dan sesaat. Pimpin diri berarti hindari doktrin kolonialisme yang datang dalam bentuk dan kemasan "baik, benar dan menjanjikan" melalui pendidikan, pemberitaan media, kampanye, seminar, pelatihan, khotbah, dan segala agenda pembangunan dan kesejahteraan milik kolonial Indonesia. 

Kalau sekolah/kampus didik nasionalisme, sejarah dan ideologi NKRI, tugas kita untuk baku kastau sejarah bangsa Papua, nasionalisme dan ideologi bangsa Papua kepada anak, adik, kaka, kawan, dsb. Jangan menonton berita-berita di TV di Papua yang menonjolkan kinerja dan program-program pemerintah lokal dan nasional, karena tujuan pembangunan itu selain media pencitraan tapi juga untuk membuka akses bagi kolonial dan kapitalis kuasai tanah air kita. 

Memimpin diri juga berari memulai mengkonsumsi makanan lokal dari pribadi dan keluarga di rumah. Bikin kebun atau belilah makanan lokal seperti sagu, keladi, pisang, singkong, petatas, dsb. Karena beras dan program raskin (sekarang Rastra) adalah agenda politik kolonial agar rakyat Papua terus tergantung dengan kolonial Indonesia.

Baku kastau adalah baku bantu. Sebelum kastau orang lain kastau diri dahulu. Pimpin diri dahulu. Sadar diri dulu. Sadarkan otak dan hati. Buka mata lihat realitas penindasan yang datang dalam bentuk baik, benar dan menjanjikan itu. Setelah itu sadarkan yang lain. Pimpin dan tuntun yang lain. Bagaimana memimpin.

Memimpin orang lain itu membuat orang lain memimpin dirinya sendiri. Memimpin perjuangan adalah membuat orang lain (rakyat) menjadi pejuang. Membuat rakyat memimpin dirinya sendiri. Artinya rakyat sendiri sadar dan bergerak keluar untuk menentukan nasibnya. Membuat rakyat tidak lagi tunduk terjajah, tetapi bangkit melawan.

Baku kastau itu dimulai dari ruang sel-sel kecil di keluarga dan kerabat kerja. Sel-sel itu saling menyatu dalam kebutuhan yang sama dan menjadi sektor-sektor yang terorganisir, terpimpin dan revolusioner. Disitulah ruang diskusi demokratis dilakukan untuk mengambil keputusan perjuangan yang akan dijalankan bersama. Disitulah kritik dan otokritik dilakukan demi mencari dan menyepakati strategi taktiknya.

Pengorganisiran yang seperti itu adalah agar rakyat yang sadar itu tidak dicuri kembali oleh kolonial. Agar yang sadar itu tidak hanya tunggu mujizat Papua Merdeka datang dari luar negeri atau luar angkasa atau dari satu pemimpin perjuangan. Tetapi tetap solid dan berjuang di sel-sel dan sektor secara nyata setiap hari. Adalah bagian dari memimpin dirinya sendiri. Agar rakyat di basis tidak tidur dan mimpi-mimpi saja sementara realitas hidupnya ada dalam kolonial.

Baku kastau untuk solidkan diri dalam struktur basis dari sel hingga nasional adalah bagian dari membangun struktur perlawanan melawan kolonial dan kapitalis yang terus menguasai kita secara struktural. Organ basis itu tempat kita membangun budaya perlawanan. Kualitasnya diukur bukan karena euforia sesaat tetapi berulang-ulang dalam proses waktu hingga kematangan revolusioner terjadi.

Mari baku kastau!

* Penulis adalah aktivis KNPB, mantan anggota AMP, Juru Bicara Internasional.