Gempar Papua Peringati Hari Masyarakat Adat Internasional di Tiga Kota

Massa aksi GempaR Papua saat sedang aksi didepan gedung Museum Uncen, Jayapura, 9 Agustus 2019

Dalam rangka memperingati hari Masyarakat Adat International pada 09 Agustus 2019, Gerakan Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua (GempaR Papua) melakukan aksi demonstarasi damai dengan Tema “Papua Bukan Tanah Kososng : Tutup Mata Lawan” di tiga Kota Studi Jayapura, Manokwari dan Sorong (Solidaritas).

Berikut Kronologinya:

KOTA JAYAPURA: Halaman UPT. Loka Budaya Museum Uncen Abepura.

Di Kota Jayapura GempaR Papua bergerak dan melakukan Aksi Demonstrasi damai dalam bentuk Orasi ilmiah, panggung budaya dan pemutaran film bersama Solidaritas Mahasiswa Uncen Peduli Budaya. Persiapan dimulai sejak pagi pukul 08.40 dihalaman Unit Pelaksana Teknis (UPT) Museum Loka Budaya Universitas Cendrawasih Padang Bulan Abepura.

Kegiatan di Pimpin oleh Kordinator Lapangan Selpianus Asso Pahabol dan Penanggung Jawab Aksi Samuel Womsiwor.

Memasuki pukul 09:00 Panggung orasi dan kelengkapan lainnya telah siap, 09:02 menit tepat diluar pagar UPT. Museum Uncen nampak seorang pria diluar masa aksi yang berperawakan Intel mengambil gambar-gambar Persiapan Aksi.

Pukul 09.20 orasi-orasi lepas oleh mahasiswa dan anggota GempaR Papua yang beruapa ajakan dan himbauan berlangsung selama kurang lebih 20 menit.

Memasuki pukul 09:40 hingga 09:45 Persiapan dan kegiatanpun mulai dengan dibuka oleh Pembawa Acara. Kesempatan pertama diberikan kepada Kordiantor Aksi Lapangan, selanjutnya pembawa acara memberikan kesempatan kepada GempaR Papua perwakilan Mahasiswa asal Kabupaten Fak-fak lalu diselingi dengan lagu-lagu daerah oleh GempaR Papua.

Mulai Pukul 10:00 – 11:20 Acara berjalan dengan lancar Orasi-orasi Ilmiah terkait Situasi Masyarakat Adat Papua hari ini terus disampaikan oleh GempaR Papua, Solidaritas Mahasiswa Peduli Budaya, Perwakilan Gerakan Perempuan Revolusioner West Papua, Perwakilan Forum Independen Mahasiswa (FIM) dengan diselengi Musik lagu-lagu daerah dan Puisi.

Tepat pukul 11:24 Pembantu Rektor III (PR III) Universitas Cendrawasih (Uncen) tiba dilokasi dan langsung bertemu dengan Kodinator Aksi Lapangan (Selpianus Asso Pahabol). Negosiasi terjadi dianatar Pihak Universitas dan Korlap sebagai negosiator. Orasi-orasi tetap berjalan. Negosiasi ini berjalan selama kurang lebih 10 menit dan hasilnya aksi tetap dilanjutkan meski Pembantu Rektor Tiga telah menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak diberikan ijin oleh pihak kampus dan ini menurut PR III ini adalah perintah Rektor UNCEN untuk aksiini dibubarka, sehingga menurut PR II beliaupun tidak bisa melakukan pembelaan. Kordinator lapangan sendiri menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak akan menganggu civitas akademika karena hanya akan berada disatu titik dengan orasi-orasi ilmiah dan panggung budaya setelah itu akan bubar. setelah pembicaraan usai PR III Uncen meninggalkan lokasi aksi dan kembali ke Auditorium Uncen mengikuti Debat Kandidat Calom Ketua Badan Eksekutiv Mahasiswa (BEM) UNCEN.

Pada saat negosiasi tersebut berlangsung mulai tampak beberapa kendaraan operasional kepolisian diluar pagar halaman UPT. Museum UNCEN. Nampak 1 Trek Dalmas, 1 Mobil Hilux, 1 mobil kaca gelap (Avanza/Inova), dan beberapa kendaraan bermotor roda dua. Meski demikian Kegiatan tetap dilanjutkan, waktu menunjukan pukul 11:37 saat pembacaan puisi dilakukan dan bersamaan dengan itu nampak pihak kepolisian telah memasuki halaman Musuem Uncen. Polisi-polisi tersebut ada yang dari kesatuan Brimob yang nampak jelas dari seragam mereka, Kesatuan Intel yang mana semuanya menggunakan pakian biasa (baju preman) dan Polisi berseragam cokelat.

11:40-11:48 Aksi Pembacaan Puisi tetap dilakukan dan dilanjutkan dengan Orasi dari GempaR Papua membawakan isu Sejarah Perjuangan Masyarakat Adat di PBB dan Mengapa 09 Agustus dijadikan Momentum Peringatan hari Masyarakat Adat Sedunia. Pada kesempatan ini Kepolisian yakni Kesatuan Intelejen dan Polisi Bersergam yang telah berada disekitaran halaman Museum telah melewati dan memasuki Tali Komando Brimob dan Polisi yang berjaga-jaga diluar pagar halaman Museum Uncen mulai masuk.

Mereka meminta kepada massa massa aksi untuk membubarkan diri. Jumlah Personil diperkirakan 50an yang terdiri dari Polisi, Brimob dan Intelejen, orasi tetap berjalan dan negosiasi dilakukan, namun polisi tetap mendekati massa aksi yang berjumlah 20-an orang dan hendak menghentikan orasi yang sedang dilakukan dengan paksa.

Sekjen GempaR Papua Yason Ngelia lalu menghentikan Orasi yang sedang dilakukan dan dan hendak mengumpulkan massa aksi untuk membubar diri dengan damai. Pada saat itu massa aksi telah terkepung oleh puluhan anggota kepolisian tersebut. Pada saat hendak membubarkan diri tersebut telepon Genggam Milik Saudara Yason Ngelia yang dipakai untuk mengambil gambar oleh salah satu Anggota GempaR Papua dirampas oleh salah satu Polisi. Ketegangan terjadi saat perebutan Telepon Genggam (Hand Phone/HP). Bersamaan dengan kejadian tarik menarik tersebut Mic Kabel yang digunakan ditempat aksi dirusak oleh kepolisian hingga kapel Mic Putus, HP-HP yang digunakan untuk mengambil gambar disita, termasuk Kamera Jenis .....

Ditengah Ketegangan tersebut Samuel Womsiwor sebagai Penangung Jawab Aksi menenangkan Massa dengan menyuruh berkumpul dan diharapakan satu komnado. Semua kembali tenang dan mengikut arahan pihak kepolisisan. Aski dibubarkan dan massa diarahkan untuk ikut Kepolisian Sektor Abepura (POLSEK ABE).

Tepatnya Pukul 11:50 massa aksi berjumlah 18 orang telah berada didalam Trek Dalmas dan diangkut menuju POLSEK ABE. Setibanya di POLSEK ABE, massa disuruh menunggu dihalaman depan POLSEK ABE (Semnetara) di Kantor Pos Abepura.

Dari sejumlah 18 Orang tersebut 4 orang diantaranya yakni :

1. Yason Ngelia (Sekjen GempaR Papua),
2. Samuel Womsiwor (Penanggung jawab Aksi),
3. Melkior Asso (Kordinator Aksi Lapangan) dan
4. Oria Kiwak (Pembawa Acara/ Master of Ceremony).
Keempat orang ini, diminta masuk keruangan terpisah untuk dimintai Keterangan.
Dari 18 orang ini 1 diantaranya dibebaskan atas Nama Harun Rumbarar dengan syarat menghapus foto-foto dari Memori Camera Miliknya. Sedangkan 13 Orang lainnya, diminta untuk mencatat nama, ketiga belas orang teresebut adalah :
1. Majus W Sool
2. Naman Kogoya
3. Lani He Lani
4. Alfianus Sool
5. Jeferson Saiba
6. Efrin Tabuni
7. Kinaonak Putri
8. Nare Kobak
9. Fernando Rumpaisum
10. Melpianus Asso
11. Elias Hindom
12. Yonas Tekege
13. Miseriko Ohoiwutun

Ketiga belas orang pada daftar diatas dibebaskan, namun 4 orang lainnya masih ditahan di POLSEK ABEPURA, Yaitu : Yason, Samuel, Melkior dan Ori (nama lengkap ada diatas).

Pukul 14:20 Pengacara Hukum (PH) dari LBH tiba di POLSEK Abepura, saat itu berdasarkan hasil kordinasi para PH sampaikan bahwa mereka diminta untuk kordinasi dengan Kapolsek (menurut mereka itu adalh perintah mereka hanya mengikuti) sedangkan Kapolsek sendiri tidak berada ditempat. PH kemudian kembali bernegosiasi untuk dapat bertemu dan mendampingi korban, tetapi sekalu lagi dipersulit dengan dimintai surat kuasa. Karena kendala teknis Surat Kuasa belum dipegang oleh PH dilapangan, maka proses advokasi sedikit terhambat karena pihak kepolisian yang tidak memberikan keringanan untuk para Pengacara melakukan tugas pendampingan.

Sekitar pukul 18:45 Pengcara dari LBH Papua, bapak Imanuel Gobay tiba di POLSEK dan melakukan Advokasi. 15 menit kemudian keempat orang lainnya dibebaskan.
Tepat Pukul 19:00 Semua massa aksi berjumlah 18 orang yang ditahan telah bebas.

Catatan kejadian pada saat proses pemeriksaans: 
1. Ada pengerusakan oleh Pihak Kepolisian pada saat penangkapan dihalaman Museum Uncen yakni 1 buah Mic Kabel.
2. Baliho dan perangkat aksi lainnya (speaker dan megapon)
3. juga disita bersamaan saat seluruh massa aksi dibubarkan.
4. Ada kekerasan fisik terhadap Samuel Womsiwor oleh polisi pada saat diruangan pemeriksaan.
5. Ada pelecehan oleh polisi dengan menarik lepas cawat (pakain tradisional)
6. Telepon Genggam (HP) milik Yason Ngelia dan Fernando Rumpaisum diminta untuk dihapus seluruh video dan foto-foto aksi di ruangan pemeriksaan.
7. Oria Kiwak Pembawa Acar (MC) pada saat di ruangan pemeriksaan diminta untuk membuka baju “eh ko nanti buka ko pu baju itu”.

Sumber: Gempar Papua