Usai Konfrensi Pers, Ini Pernyataan Sikap Bersama AMP KK Bali dan LBH Bali.

Its. Saat zoom online. Saat membacakan pernyataan sikap



Pernyataan Sikap Bersama AMP KK Bali dan LBH Bali.

 "Mengecam Kekerasan oleh Ormas dan Pembiaran oleh Aparat dalam Aksi Damai Mahasiswa Papua; Pelanggaran HAM yang terus Berulang di Bali."


Denpasar Bali, 01/04/23, Aksi damai Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali (AMP KK Bali) kembali mengalami penghalangan oleh ormas reaksioner yang berujung kekerasan. Pengerahan sejumlah besar personel Polisi, Satpol PP dan aparat keamanan lainnya yang telah berada di lokasi sejak awal justru gagal memberikan perlindungan pada massa aksi dan membiarkan pembungkaman hak mengemukakan pendapat di muka umum yang dijamin konstitusi. 


Tiga belas orang dari massa aksi damai AMP KK Bali mengalami luka di kepala, tangan, dan kaki karena lemparan batu dan pukulan bambu, serta iritasi di mata akibat lemparan air merica. Sejumlah perlengkapan aksi seperti poster, peti simbolik, dan tali juga dirusak, spanduk aksi dirampas.   


Demonstrasi damai AMP KK Bali bertajuk "Demokrasi dan HAM Mati Rakyat Papua Tercekik", bertujuan untuk menyuarakan pelanggaran HAM dan situasi demokrasi di Papua yang saat ini kian memburuk, dari mutilasi dan penembakan oleh aparat  hingga kebijakan Daerah Otonomi Baru yang semakin memudahkan eksploitasi sumber daya alam dan menyengsarakan rakyat Papua.  


Ketika hendak menuju titik aksi, massa aksi damai AMP KK Bali dihadang di samping lorong Fakultas Pariwisata Universitas Udayana oleh ormas reaksioner yang berjumlah ±36 orang. Meski massa aksi damai AMP KK Bali berupaya berdialog dan tidak terprovokasi. Ormas terus mendorong dan menarik massa aksi, kemudian memukul massa aksi dengan bambu dan ranting kayu, melempar botol, batu, dan menyiramkan air yang diberi bubuk merica ke arah massa aksi. 


Meski sejak awal berada di sekitar lokasi, Polisi, Pecalang, dan Satpol PP baru datang setelah sekitar dua puluh menit penghadangan terjadi dan telah jatuh korban. Massa aksi akhirnya kembali ke titik kumpul dan membacakan pernyataan sikap di dalam asrama. Personil kepolisian saat itu mencapai sekitar 80 orang, dengan didukung sekitar 30 orang pecalang dan 20 orang Satpol PP. Gagalnya perlindungan massa aksi dari kekerasan ormas meski dengan hadirnya personil dalam jumlah besar tersebut menunjukkan aparat membiarkan kekerasan dan penghalangan aksi terjadi. 


Penghalangan aksi secara paksa oleh ormas dan pembiaran aparat telah melanggar hak dan kebebasan berpendapat warga negara yang dijamin konstitusi. 

Peristiwa ini kembali menunjukkan lemahnya kepolisian dalam memberikan perlindungan terhadap warga negara sebagaimana tugasnya dalam undang-undang. Secara khusus dalam Pasal 13 Ayat (2) UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, kepolisian berkewajiban memberikan perlindungan yang terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. Bagi aparat pemerintah disebutkan pada Pasal 7, dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparat pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:


a. melindungi hak asasi manusia;

b. menghargai asas legalitas;

c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan

d. menyelenggarakan pengamanan.


Selanjutnya tindakan penghalangan aksi demonstrasi yang dilakukan secara damai oleh ormas adalah merupakan tindakan kejahatan yang diancam pidana dan harus diproses hukum sesuai yang tertuang dalam Pasal 18 UU No. 9 tahun 1998, bahwa:


“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun”. 


Selanjutnya kekerasan yang terjadi pada massa aksi merupakan pelanggaran atas Pasal 170 KUHP dan patut diproses sebagai tindak pidana “dengan terang-terangan dan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang”, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. 


Pelanggaran HAM yang terus Berulang.

Penghalangan, pembubaran, dan kekerasan pada demonstrasi serta rasisme terhadap orang Papua di Bali terus terulang. Pada Maret 2021, massa aksi AMP KK Bali ditangkap dan dipukuli di Polresta Denpasar, Mei 2021 beredar poster bertuliskan teroris yang ditujukan pada orang Papua, 16 November 2022 asrama mahasiswa Papua dikepung aparat, 1 Desember 2022 demonstrasi mahasiswa Papua kembali direpresi. Terkahir, pada demonstrasi terkait G20, massa aksi dikepung sejak depan asrama dan dilarang untuk aksi. 


Advokat dan pemberi bantuan hukum yang memberi pendampingan bagi mahasiswa Papua juga memperoleh intimidasi dan upaya kriminalisasi, misalnya pada Maret 2021 dimana Kantor LBH Bali didatangi polisi dan pecalang, serta laporan polisi dengan tuduhan makar kepada advokat publik LBH Bali pada .  


Keberulangan peristiwa serupa merupakan pelanggaran HAM yang dilanggengkan, terlebih dengan tidak adanya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan. Demonstrasi dihalang-halangi dan direspon secara represif oleh aparat penegak hukum ataupun ormas, hanya akan memperburuk kondisi demokrasi Indonesia di mata publik dan dunia internasional.


Menyikapi peristiwa kekerasan dan pembiaran oleh aparat pada Sabtu 1 April 2023 lalu serta pelanggaran HAM terhadap mahasiswa Papua di atas, AMP KK Bali dan LBH Bali mengecam kekerasan dan penghalangan aksi oleh ormas serta pembiaran oleh aparat dalam demonstrasi yang terus berulang di Bali. Untuk itu kami mendesak agar;


1. Aparat pemerintah dan kepolisian Bali untuk menjalankan kewajibannya dalam memberikan perlindungan dalam demonstrasi mahasiswa papua sebagai perwujudan hak mengemukakan pendapat yang dijamin konstitusi;


2. Aparat Penegak Hukum untuk melakukan proses penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dalam aksi damai AMP KK Bali pada 1 April 2023;


3. Kapolda Bali melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap anggotanya yang terlibat dalam pengamanan aksi AMP KK Bali pada 1 April 2023 atas dugaan pelanggaran etik dan disiplin POLRI terkait pembiaran kekerasan dan penghalangan aksi oleh ormas;


4. Komnas HAM agar melakukan pemantauan atas represifitas dan pembiaran kekerasan aparat pemerintah yang terkait hak dan kebebasan berpendapat mahasiswa Papua yang terus berulang di Bali, serta mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi terpenuhinya hak dan kebebasan berpendapat mahasiswa Papua sebagaimana yang dijamin konstitusi.


Demikian pernyataan sikap bersama ini di buat, atas dukungan dari semua pihal kami ucapkan banha terima kasih.


Denpasar, 3 April 2023

AMP KK Bali dan LBH Bali