Pernyataan Sikap: Solidaritas Tragedi Kemanusiaan Nduga




Solidaritas Tragedi Kemanusiaan Nduga


Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wanyambe, Nayaklah
 Wa… wa…. Wa… wa… wa... wa… wa… wa… wa… wa… wa… wa… waaaaaaa!

Pada 2018 akhir tepatnya pada Bulan Desember, Negara Indonesia hadir kembali dengan wajah militer di kabupaten Nduga. Operasi gabungan yang dilakukan oleh TNI/POLRI hingga saat ini terhitung telah berjalan 8 bulan telah memakan banyak korban. Pembakar rumah warga sipil termasuk pendeta gemin Nirigi yang dibakar secara brutal, sejumlah 40 ribu lebih warga sipil mengungsi keluar dari kabupaten nduga dan 129 orang meninggal di pengungsian akibat kelaparn dan kekuarangn gizi. 

Pada tahun 1996-1997 operasi yang terjadi di mapenduma dimana dalam prosesnya TNI/POLRI melakukan pembunuhan massal sebanyak 20 orang, penghilangan paksa terhadap 5 orang, membakar rumah warga sipil sebanyak 182, membakar 15 tempat ibadah yang mengakibatkan sebanyak 2000 lebih warga sipil mengungsi keluar dari kabupaten Nduga.

Tidak hanya itu. Paling sedikit 500 ribu juta jiwa rakyat Papua telah dibantai dalam berbagai operasi militer yang dilancarkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) sejak tahun 1962 pasca Indonesia menduduki West Papua.

Pendekatan militeristik Indonesia telah menjadi pola mempertahankan pendudukan kekuasaannya tersebut.

Kecurangan dalam pelaksanaan Pepera pada tahun 1969, silam, dinama operasi Militeristik dipaki untuk ABRI menangkan hasil secara manipulatif. Pepera yang dilakukan dibawa tekanan, teror dan intimidasi, diperoleh 1026 suara perwakilan dari 800 ribu juta jiwa rakyat Papua, saat itu. Demi kemenangan itu mekanisme pelaksanaan pun tak berdasarkan persetujuan New York/New York Agreement. 

Dalam perjanjian New York Agreement yang disepakati oleh Belanda dan Indonesia dan dimediasi oleh Amerika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 15 Agustus 1962, setiap rakyat papua berhak untuk memilih satu orang satu suara / one man one vote. Namun dalam proses pelaksanaannya Indonesia mengubah sistem satu orang satu suara menjadi menjadi musyawarah mufakat dimana dalam prosesnya diwakilkan oleh para kepala suku dan ondoafi yang berjumlah 1026 orang, tadi.

Aksi protes dari Rakyat Papua terhadap kecurangan pelaksanaan penentuan pendapat rakyat (PEPERA) yang dilakukan dengan berbagai cara dari gerakan sipil maupun gerakan bersenjata dilakukan untuk mengusir penjajah baru yang sedang menanamkan kaki di atas Tanah Papua, 1 Juli 1971 di Markas Victoria, Zeth Rumkorem memproklamasikan Negara Papua Barat dimana gerakan bersenjata untuk pembebasan Papua Barat kembali eksis di Tanah Papua untuk mengusir penjajahan Indonesia di seluruh Tanah Papua Barat.

Berdasarkan fakta sejarah, penindasan yang telah menjadi bagian dari hidup rakyat West Papua diawa kekuasaan kolonialisme Indonesia. Kami sadar akan hal itu. Ini lah kemudian membangkitkan perlawanan Rakyat Papua untuk membebaskan diri dari penjajahan, berbagai aksi perlawanan pun mulai menyebar ke seluruh penjuru di atas Tanah Papua.

Dalam operasi militer yang telah berjalan selama 8 bulan terakhir mengakibatkan gelombang pengungsian, kematian massal di pengungsian akibat operasi militer, pemerkosaan dan pembakaran rumah warga sipil. Maka, Kami yang tergabung di dalam Solidaritas Nduga menuntut dan menyatakan sikap :
  1. Tarik Militer TNI/POLRI dari Nduga dan seluruh Tanah Papua
  2. Hentikan semua proyek pembangunan infrastruktur 
  3. Cabut peraturan presiden nomor 40 tahun 2013 yang melegalkan keterlibatan militer dalam proyek pembangunan jalan trans Papua
  4. Hentikan semua bisnis militer dalam pembangunan infrastruktur jalan di Nduga 
  5. Kembalikan 40 ribu lebih pengungsi Nduga yang tersebar keluar Nduga
  6. Buka akses bantuan kemanusiaan dan jurnalis nasional maupun internasional ke Nduga West Papua
  7. Usut tuntas seluruh pelanggaran HAM di Papua
  8. Tangkap dan adili pelaku pelanggar HAM.
  9. Buka akses jurnalis di Papua.
  10. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis.

Demikian Pernyataan Sikap ini kami buat, ats perhatian kami ucapkan terima kasih.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Medan Juang, 1 Agustus 2019