Vladimir Lenin |
Oleh; Wenas L. Kobogau
SEBAGAI manusia, Lenin tetap lemah dalam banyak hal. Ia mengakibatkan otoritarianisme, kekerasan, pemaksaan, pembunuhan dan seterusnya. Lenin hidup dalam suasana revolusi yang terus-menerus, suasana kup dan suasana teori.Ia tak menciptakan kedamaian, meskipun dia bertujuan ke sana. Meski begitu, sebagai menusia yang disiplin dan berani, pikiran-pikiran Lenin tetap harus di hargai.
Dalam buku Lenin Revolusi 1917 (Prasetyo: 145), Lenin pernah mengatakan, "Seandainya pada tahun 1917 itu di kota Petrograd hanya ada beberapa orang tahu apa yang mereka capi, kaum komunis niscaya tidak pernah berhasil menguasai Rusia.” Dan memang, Lenin adalah sebuah gambaran tentang sosok manusia yang tak pernah jatuh dalam kebingungan dan ketidaktahuan dalam suasana-suasana dan situasi-situasai yang begitu kacau dan rumit.
Ketika orang-orang lain maupun seperjuangannya masih dalam kebingungan harus berbuat apa, Lenin datang dengan gagasan cemerlangnya yang jelas dan tegas, mengenai apa yang sebenarnya telah terjadi dan apa yang harus dilakukan. Bagi Lenin, taka da kata "bingun” dalam kamus kehidupannya. Lebih dahsyat lagi ketika kawan seperjuangannya masih ragu-ragu dan takut-takut untuk mengambil suatu keputusan dan langkah, Lenin bagaikan seorang moster pecatur politik yang selalu saja satu langkah lebih unggul di depan kawan dan lawannya dalam memahani apa yang sebenarnya telah terjadi dank arena tahu apa yang harus dilakukan.
Pemahaman yang terang itulah yang membuatnya tak pernah ragu-ragu. Bukankah orang menjadi ragu dan takut sebab tak memiliki pemahaman mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi!
Lihat saja, bagaimana ia harus berdebat terlebih dahulu selama 10 jam dengan anggota-anggota Sentral Komite Partai Bolsyewik menjalan Revolusi November 1917. Ketika kawan-kawanya masih percaya bahwa Pemerintahan Sementara masih sanggup membawa rakyat Rusia kea rah perbaikan, Lenin dengan tegas membantahnya. Kepercayaan akan perbaikan itulah yang membuat Sentral Komite tidak segera menerima usulan Lenin mengenai pengambilalihan kekuasaan yang bersejarah itu. Lenin pun dengan luar biasa selama 10 jam harus melehmakan kepercayaan akan perbaikan dan sekali gus meyakinkan Sentra Komite untuk menerima dan melaksanakan usulannya yang pada saat itu, tentu saja menurut anggota-anggota Sentral Komite, begitu resiko dan tak pasti hasilnya. Tapi Lenin Berhasil.
Keberanian dan semangat tak bisa dilepaskan dari Lenin. Dua kualitas ini seolah-olah melekat dalam diri Lenin, membuat dirinya dan turut menetukan hasil perjuangannya. Bahkan menurutnya kedisiplinan adalah salah satu kunci menuju kemenangan sejarah yang menetukan. Dalam pandangan Lenin, hanya partai revolusioner memiliki kedisiplinanlah yang akan sanggup membawa capainya cita-cita masyarakat sosialis. Tanpa kedisiplinan, partai akan dengan mudah disusupi oleh hal-hal yang akan melemahkan semangat dan perjuanga revolusioner mereka. Kedisiplinan di sini lebih berarti keteguhan untuk memegang suatu prinsi perjuangan dan terus-menerus bekerja atas landasar prinsip tersebut.
Mengenai semangat? Lenin telah menunjukkannya dalam berbagai kesempatan. Justru karena dia yakin (dan mungkin juga tau persisi) bahwa dia lebih tahu mengenai suatu realitas di bandingkan kawan-kawannya, maka diakan menyerah untuk mempropagandakan pandangan-pandangan dan gagasan-gagasannya. Dia akan terus berusaha dan terus berusaha agar kawan-kawan seperjuangannya mau mengadopsi dan menjalankan pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan lama, demikian juga dengan pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan Lenin. Tak mudah bagi kawan-kawan seperjuangannya untuk menerima, apalagi mengadopsi, pikiran-pikiran Lenin, apalagi jika hal itu menentukan langkah dan nasib perjuangan partai dan lanjutnya.
Seperti ketika kongres partai di London 1903. Lenin harus mengadopsi perbedaan pandangan yang sangat keras antar dia dengan Martov mengenai sifat dan keanggotaan partai. Perdebatan yang kemudian melahirkan kubu Bolisyewik dan kubu Mensyewik. Juga ketika partai-partai sosialis anggota Internasional Kedua medukung pemerintahannya masing-masing dalam Perang dunia ke I, Lenin menantang pandangan partai-partai sosialis tersebut, dan berusahan menyebarluaskan pandangan tentang perlawanan partai-partai sosialis di seluruh Eropa untuk tidak terlibat dan mendukung perang yang dipandangnya sebagai perangnya imperialisme. Dalam kedua kasus itu, dia kalah dan hanya menjadi minoritas. Namun apakah dia berhenti dan meyerah pada kenyataan tersebut? Justru sebaliknya. Dengan menarik pelajaran dari kedua kasus tersebut, dia semakin pandai dan matang dalam menganalisis dan mengambil langkah sejarah. Lebih penting dari itu, dia sekamin bisa menata siapa yang mendukung garis perjuangannya dan siap yang tidak.
Sekarang marilah kita berusaha memahami apa yang sebenarnya dipahami oleh Lenin. Sesungguhnya memahami apa yang dipahami Lenin akan menjadikan kita paham mengapa Lenin sedemikian berani memegang teguh pandangan-pandangan dan gagasan-gagasannya meski dengan menanggung resiko menjadi berbeda dan sendiri di kalangan kawan-kawan seperjuangannya. Meski begitu, harus betulbetul dimengerti bahwa pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan yang digenggam erat oleh Lenin adalah realistis, rasional dan bukan semata-mata karena keyakinan membuat atas suatu teori atau prangka. Seperti misalnua, ketika kita mengusulkan sifat tersentralisasinya partai, hal itu bukanlah semata-mata karena dia sangat menuju kediktatoran atau pun karena hasrat untuk menguasai.
Usulan tersebut lahir dari pertimbangan bahwa justru dengan demokrasi sentralisme tersebut, kekuatan dan kesolidan partai akan terjaga, dan bahkan meningkat, sehingga efektivitas perjuangan partai semakin besar. Jika terlalu banyak kebebasan berpendapat dalam partai, aka nada bahaya perbedaan dan perpecahan dalam partai yang berlarut-larut, sehingga apa pun langkah yang diambilnya tidak akan pernah efektif karena tidak didukung oleh semua elemn partai. Selain itu, tanpa ada sentralisme, ancaman munculnya pikiran-pikiran yang melehmakan, bakan membelokan, pencapaian cita-cita partai, akan semakin menguat. Dalam hal ini, partai dengan mudah akan berakhir menjadi tak lebih dari sekelompok orang dengan pikiran-pikiran yang berbeda yang berkumpul dalam sati partai, dan bukan lagi partai di mana sekelompok orang secara bersama-sama dan kesadaran ideology dan metode perjuangan yang sama berjuang mewujutkan cita-cita partai. Singkatnya, Lenin adalah seorang ideology yang realistis, artinya perjuangan ideologinya senantiasa dilandaskan pertimbangan dan perhitungan yang realistis.
Bukan Sekedar Asal Bergerak!
Sebagai cacatan pertimbangan vital Lenin dalam setiap sikapnya adalah dia bisa menerima sesuatu selama sesuatu itu mendukung perjuangan merealisasikan cita-cita ideologinya dan akan dengan tegas menolak apa pun yang bisa melemahkan perjuangannya. Seperti juga di catat oleh Theodor Shanin (1986) bahwa tujuan Lenin bukanlah semata-mata kekuasaan, manun kekuasaan adalah untuk mentransformasikan Rusia menurut cahaya-cahaya pikirannya.
Penulis adalah anggota AMP Komite Kota Bandung
-----------------------------------------
Referensi:
Saiful,. Prasetyo. E, 2004. Lenin Revolusi Oktober 1917: Resist Book Yagyakarta