Halloween party ideas 2015

ilustrasi gambar

Penulis: Aworo Tutu

“Jangan pernah melupakan sejarah”—Ir.Soekarno

Penting mengetahui sejarah agar mudah memetakan alasan apa Indonesia menjajajah West Papua? Dan apa alasan rakyat West Papua ingin bebas merdeka sebagai Negara-bangsanya sendiri dari Indonesia? Penindasan dan penghisapan yang terjadi hari ini tidak terlepas dari sejarah panjang pendudukan Kolonial Indonesia yang telah mengorbankan harta benda dan  jutaan nyawa rakyat West Papua; dan terbunuh hingga sekarang.

Sejarah Perebutan Kolonial Indonesia atas  Papua Barat 

Batas teritori wilayah Indonesia dari Sabang-Ambonia di jajah oleh Belanda 350 tahun lamanya. Sedangakan teritori West Papua dari Sorong-Merauke dijajah Belanda selama 64 tahun dan Indonesia sama-sama dijajah oleh Belanda Namun system Administrasinya di atur secara terpisah. Indonesia sebagai jajahan Belanda kekuasaannya di kendalikan dari Batavia (Jakarta) sedangkan West Papua Sistem administrasinya di kendalikan dari Holandia (Port Numbay Jayapura .

Meskipun sama-sama di jajah oleh Belanda, rakyat West Papua tidak pernah mengklaim atau berasumsi memiliki musuh yang sama dengan Indonesia karena Belanda adalah musuh masing-masing. Antara West Papua dan Indonesia mempunyai perbedaan yang sangat jauh. Secara Ras, Bangsa West Papua merupakan Ras Negroid sedangkan bangsa Indonesia pada umumnya adalah ras Mongoloid. Secara fisik maupun mental kedua bangsa ini sama sekali tidak pernah mempunyai hubungan apaun dalam sejarah kehidupan di masa silam.

Muhamad Hatta pernah menegaskan Bahwa “ Bangsa Papua adalah ras negroid, bangsa Melanesia, maka biarlah bangsa papua menentukan nasibnya sendiri” dari Saigon Vietnam 12 agustus 1945.

Ketika Indonesia memasuki babak perjuangan kemmerdekaannya melawan colonial Belanda tidak ada satupun orang Papua Barat yang terlibat dalam perjuangan Bangsa Indonesia hinggah kemerdekaannya, apa lagi terlibat dalam persta 17 agustus 1945.

Pertanyaannya apa motivasinya membuat Indonesia keras kepala untuk merebut dan terus menduduki West Papua?

Sistem kapitalisme lah motivasi Indonesia merebut West Papua.

Apa itu Kapitalisme?

Menurut Karl Marx  kapitalisme itu suatu system dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Untuk tetap bertahan menguasai pasar Kaum Kapitalis (kelas penguasa ) harus melakukan invasi atau penaklukan wilayah baru melalui kebijakan dan praktek perluasan suatu negaera kepada Negara atau bangsa  lain yang dilakukan dengan mencaplok dengan cara paksa (mengkolonialisasi).

Sejarah telah  mencatat bahwa kehadiran Kolonial Indonesia  di bumi West Papua hanya untuk kepentingan ekonomi politik semata demi kepentingan tuannya Kapitalisme Amerika Serikat dan antek-anteknya.

Sebelum Papua Barat di paksa masuk dalam Negara Kesatuan Replublik Indonesia melalui Pepera yang di menangkan sepihak oleh Indonesia, sebelum dua tahun (pada tahun 1967) PT.Freeport sudah menduduki Nunung Nemangkawi-Timika.

Kapitalisme Itu Jahat & Rakus

Kapitalisme itu system jahat dan rakus. Segala sesuatu  di perdangangkan tidak perlu itu milik  rakyat atau bukan. Kapitalisme itu setan segala perkara di dunia ini: pembunuhan, perampokan, peperangan, busung lapar, gizi buruk, pembungkaman ruang demokrasi, perampasan tanah-tanah adat milik masyarakat adat, pelanggaran HAM di mana-mana.

Segala malapeta di dunia adalah ulah system kapitalisme yang sangat tidak manusiawi.

Kapitalisme bukan saja merampok dan menguasai kekayaan alam tapi juga menciptakan manusia-manusia yang berjiwa capital yaitu menciptakan manusia yang selalu berpikir untuk saling menguasai satu sama lain. Menciptakan manusia-manusia untuk mengabdi guna memperkuat dan mempertahan eksploitasi kelas penguasa.

Untuk tetap bertahan menguasai pasar dan mencari keuntungan yang lebih besar Kaum capitalis membutuhkan bahan baku.maka mereka melakukan invasi, merluas ke wilayah yang memiliki banyak bahan baku.

Di West Papua yang merupakan wilayah masih utuh dan masih berlimpah sumber daya alamnya. Baik kekayaan di laut, di darat di mana hutan-hutan luas yang menyimpan jutaan pohon, dan berbagai jenis hewan. Apalagi yang terkandung dalam tanah: Minyak, Gas, Emas, Batu Bara. Uranium, dll.

Maka pencaplokan wilayah-wilayah baru dalam bentuk pemekaran-pemekaran provinsi, pemekaran kabupaten/kota adalah sangat penting bagi kelas penguasa kaum penjajah.wilayah yang di caplok atau mekarkan menjadi sebuah provinsi atau kabupaten karena wilayah tersebut masih mengandung sumber daya alam yang sangat berlimpah dan sangat berguna dan memberi keuntungan bagi mereka kelas penjajah Indonesia untuk melakukan ekspor kapitalnya.

Sedangkan kita rakyat Papua sebagai tuan di negri nya sendiri keuntungan apa yang dikasih oleh klas penjajah colonial Indonesia? Kita sebagai rakyat yang di jajah tidak dapat satupun keuntungan dari mereka.bahkan kita rakyat West Papua dalam hal ini elit-elit birokrat papua (Bupati, Gubernur, anggota DPR) dan pengusaha-pengusaha lokal adalah kaki tangan atau bonekanya kelas penguasa kaum kapitalis.

Kapitalisme bergentanyangan dimana-mana bahkan menyebar dan mempengaruhi kehidupan  umat manusia. Kapitalisme dan kolonialisme Indonesia sebagai kaum penjajah mempertahankan kekuasaannya di West Papua tidak hanya dengan senjata dan kekerasaan.

Kutip kata Ted Sprague dalam bukunya Reason in Revolt menjelaskan bahwa:

kelas yang berkuasa mempertahankan kekuasannya tidak hanya dengan senjata tetapi terutama  dengan nilai-nilai moralitas, gagasan, dan filsafat. Mereka berkuasa tidak hanya dengan Polisi dan Tentara saja, tetapi juga dengan nabi-nabi bayaran mereka, yang mereka tempatkan di sekolah-sekolah, kantor-kantor media,tempat-tempat ibadah dan di setiap sudut dimana rakyat ingin mencari pengetahuan.

Kaum penjajah Kolonial Indonesia tidak tinggal diam untuk tetap mempertahankan wilayah West Papua. Berbagai macam cara akan di gunakan untuk mempertahankan dan menguasainya.

Dipandang secara politik, otonomi khusus merupakan salah satu strategi kelas penjajah untuk mempertahankan wilayah West Papua. Undang-Undang Otsus di lahirkan ketika rakyat West Papua bersatu untuk minta hak-hak politiknya sebagai sebuah Negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat sendiri. Demi membendung aspirasi tersebut maka pemerintah colonial melahirkan Otsus. Bahkan kalau mau di bilang sejak undang-undang otsus berlaku, rakyat West Papua tidak merasakan efek positif itu. Otsus itu pemecah belah, memicu landang konflik di West Papua. Mengapa ? otsus itu bagi rakyat tertindas memandang bahwa itu produk uang. Maka maraknya pemekaran Propinsi, kabupaten atau kota yang dilakukan oleh elit-elit Papua hasil didikan colonial Indonesia hanya untuk membagi-bagikan uang demi membahagiakan kepentingan pribadinya bukan untuk kepentingan rakyat West Papua. Berarti yang menikmati efek posistif dari otsus itu hanya elit-elit papua: Bupati, Gubernur, DPR, kelas pengusaha lokal Papua dan Jakarta, intelektual-intelektual dan sebagainya. Sementara rakyat tertindas hanya lah korban ganda dari otsus.

Segala Sesuatu Uang yang berbicara

Uang yang merupakan malapetaka di dunia ini,bukan serta merta hadir begitu saja, merupakan hasil dari proses sejarah yang panjang. Sebelum adanya uang, masyarakat yang pada waktu itu melakukan interaksi jual beli barang dengan cara tukar menukar atau bahasa kerennya Barter.

Menurut Karl Marx, ada dua jenis pertukaran  dalam sejarah ekonomi masyarakat. Pertama, pertukaran yang terjadi dalam masyarakat pra-kapitalis (masyarakat komunal primitif) dan kedua pertukaran dalam masyarakat kapitalis.

Pertukaran jenis pertama terdiri atas dua bentuk, yakni pertukaran langsung komoditi dengan komoditi (C-C) atau lazim dikenal sebagai pertukaran barter. Si A punya komoditi sagu yang kemudian ditukar dengan komoditi Keladi milik Si B. Bentuk kedua dari pertukaran pra-kapitalis dimana masyarakatnya telah lebih berkembang, dirumuskan Marx sebagai C-M-C (Comodity Money-Comodity).

Bagaimana dengan proses transaksi masyarakat kapitalis?

Paitua Marx mengajukan  formula  yang berbentuk M-C-M (Money-Comodity-Money). Menurut formulai ini, Si kapitalis memulai operasinya dengan uang (M) dan dengan uang tersebut Ia kemudian membeli komoditi (C), dimana selanjutnya komoditi tersebut dijualnya guna memperoleh uang lagi (M2). Marx menamakan tahap pertama ini (M-C) sebagai kapital pendahuluan dan tahap kedua (C-M) sebagai kapital kerja. Secara keseluruhan, formulai M-C-M’ ini disebut Marx sebagai sirkuit uang. Jika pada formula C-M-C uang berfungsi sekadar sebagai medium perantara, maka dalam formula M-C-M uang merupakan medium perantara sekaligus lem perekat kelangsungan hidup sistem kapitalisme. Pada C-M-C, uang hanyalah sebuah benda (things), sementara dalam formula M-C-M uang telah bertransformasi  menjadi kapital (social relations). Pada tahap M-C-M’, Si kapitalis memproduksi komoditi bukan pertama-tama untuk dikonsumsi, tapi untuk dijual  di pasar dengan tujuan semata-mata akumulasi nilai uang.

Terkait perjelasan Marx diatas bisa di ambil kesimpulan bahwa Uang lah yang menentukan kehidupan umant manusia.

Dulu di tatanan masyarakat komunal primitive system transaksi dilakukan dengan cara  tukar menukar  barang (Barter ), kalau sekarang di jaman masyarakat kapitalisme ada uang ada barang (money-comodity). Kalau tak punya uang kau tidak memiliki barang.

Mantra yang ditebarkan oleh Si setan kapitalis yaitu "orang bisa menjadi kaya jika mereka bekerja keras dan Memiliki Banyak Uang"

Nah! Dari doktrin ini semua orang berlombah-lombah untuk menjadi kaya.sehingga timbu lah persaingan di antara masyarakat yang kaya tetap kaya yang miskin tetap miskin.

Semua permasalahan yang marak terjadi di West Papua, mulai dari perampasan tanah-tanah adat, pembungkaman ruang demokrasi, pemekaran propinsi dan kabupaten, diskriminasi ras, pelanggaran HAM, penindasan terhadap perempuan dan lain sebagainya merupakan ulah dari  system kapitalisme, system yang sangat tidak manusiawi.

Tulisan ini hanyalah sebuah pengenalan tentang Sistem kapitalisme yang saat ini mengendalikan dunia  terlebih khusus West Papua. Bagi aktivis Pembebasan Nasional  Papua Barat harus mampu memetakan siapa saja Musuh kita dan siapa  kawan Kita. Dua Pertayaan ini sangat penting untuk kesuksesan sebuah Revolusi.

Akhir kata penulis ingin sampaikan bahwa ;Kapitalisme bukan lah system yang abadi dan tidak selamanya kapitalisme akan selalu ada. Untuk menumbangkan Kapitalisme, Imperealisme dan kolonialisme Indonesia di West Papua di butuhkan penyatuan semua gerakan yang anti terhadap kolonialisme Indonesia,Anti Kapitalisme Imperealisme dan Militerisme Indonesia, agar revolusi kita berhasil dan rakyat West Papua tidak tersesat.

kita harus bersatu dengan kawan-kawan sejati kita untuk menyerang musuh yang sebenarnya.

Tidak ada cara lain selain bangun Persatuan Nasional yang di pelopori oleh kader-kader yang Revolusioner.

“Memang sulit untuk mencapai kesatuan penuh. Namun, mari mencari kesatuan dalam pandangan. Kita mencari kesatuan dalam tujuan, kesatuan dalam isu yang spesifik. Jika tidak mungkin untuk mencapai persatuan yang ideal, mari kita bersama dalam sejumlah tujuan” kata Fidel Castro.

*Penulis adalah aktivis Papua, petani. 
_____
Referensi:

https://www.militanindonesia.org/teori-4/ekonomi/8630-studi-singkat-das-kapital-studi-1.html
https://suarapapua.com/2019/07/27/perusahaan-asing-ilegal-bikin-kapal-di-tengah-hutan-nabire/
https://indoprogress.com/2018/08/ekonomi-politik-monopoli-penguasaan-tanah-kelas-kelas-petani-dan-reforma-agraria-bagian-1/
https://www.marxists.org/indonesia/archive/mandel/002.htm

Koran Kejora
Karya, Frans Pigai**

Kita, rakyat Papua (manusia utuh yang tak retak pada realitanya)
Sedang bergerak maju memenangkan perjuangan

Kita baru saja menghantar perjuangan pada tingkat dimana kepentingan kolonialisme dan kapitalisme terancam
Kita tetap pegang kendali perjuangan erat sambil menyadari bahwa kita sedang berhasil

Mari kita bersuara dan bertindak
Merubaha dunia kekelaman kejahatan ini
Berhasil mencapai tantangan yang lebih berat untuk mengakhiri penderitaan bangsa kita

Kita tidak perlu resah
Apalagi terhasut emosi
Terhadap kelompok reaksioner pro kolonialis dan kapitalis yang lahir karena aksi nyata perjuangan kita

Provokasi kekerasan dengan terminologi rasis dan agamis ialah ciri khas imperialis dan kolonialis
Itu cara lasim yang dilakukan saat rakyat tertindas bangkit mengancam eksistensi mereka

Ketahuilah bahwa kami semua merasa sangat terganggu dan tersinggung oleh ucapan dan tuduhanmu mengenai patung-patung hidup
Tuduhanmu bahwa kami adalah patung-patung aneh, sungguh sangat aneh dan asing bagi kami

Penulis adalah Aktivist Self-Determination

Gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua
"Jalan Trans Papua Dan Dampak Buruk Bagi Masyarakat West Papua"
Oleh: Timanius Murib***

Pembangunan kesejahtrahan masyarakakat adalah konsep  terkait sebuah proses peningatan kualitas hidup Manusia, pembangunan adalah konteks dimana  kebijakan yang menujukkan kerangkah kerja pembangunan memberikan pendoman bagi pengimplementasikan tujuan-tujuan pembangunan ke dalam program-program.

Pengertian pembangunan adalah suatu orientasi kegiatan usaha tanpa akhir. Program pembangunan berdasarkan mulai dari perencanaan, Indentifikasi masalah pembangunan dan perumusan, menjadi kedalam program. Menurut: Sjafrizal (2014:25), Perencanaan Pembangunan Pada dasarnya adalah (1) Usaha pemerintah secara terencana dan sistematis untuk mengendalikan dan nengatur proses pembangunan. (2) mencakup periode jangkah panjang, menengah dan tahunan (3) Pemerintah mempunyai suatu sasaran pembangunan yang Jelas sesuai keinginan masyarakat.

Strategi perencanaan pembangunan di bumi papua oleh  Negara Indonesia adalah pembangunan Politik ("political Development") Untuk kepentingan elit penguasa di Tanah Papua. Menurut; Esman, Dalam bukunya ada tiga elemen penting di kuasai oleh Penguasa-penguasa yaitu:  (1) adanya elit penguasa Yang mendorong dan mengarahkan perubahan ("mondernisasi"), (2) Adanya doktrin yang mendasari norma-norma, prioritas, peralatan dan strategi elite penguasa tersebut dan (3) Adanya seperangkat peralatan yang menjamin komunikasi dua arah dan yang mampu menterjemahakan komitmen-komitmen politik dalam satu program.

A. PROGRAM JOKOWI /JK

Program pembangunan, berdasarkan 9  NAWA CITA oleh Presiden Indonesia yang ke 7  Bpk Ir. H. Jokowi Dodo bersama JK, Tahun 2014. Pembangunan Insfratuktur di Wilayah di Indonesia Timur, terutama PROVINSI PAPUA & PAPUA BARAT. Dengan salah satu Program di antarah-nya adalah "JALAN TRANS PAPUA". Dengan tujuan  kesejahtraan masyarakat Papua, untuk membuka akses dari kabupaten yang satu ke yang lain, agar peningatan economi masyarakat setempat.

B. MENGIMPLEMENTASIKAN PROGRAM

Berjalannya waktu keadiran program jalan Trans Papua, penilaian oleh Publik, bahwa program tersebut berdampak Positif kepada masyarakat Papua, Namun inplementasi kebijakannya membawah Malapetaka bagi masyarakat Papua. Sangat terancam hampir punah dengan berbagai tindakan oleh Negara Indonesia terhadap Orang Asli Papua (OAP) ras Melanesia adalah Melakukan kekerasan melebihi batas kewajaran, melaluhi Tindakan TNI/POLRI. TNI dan POLRI mempunyai fungsi mengayomi masyarakat, namun nyatanya membabi butakan Rakyat Papua sangat dikriminatif.

Menurut; Ealau dan Prewitt (1973), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku dicirikan oleh perilaku yang konsisten melihat problem berhulang kali, baik dari membuat kebijakan, dan yang melaksanan sertah rasakan masalah,  Menurut; Titmus, kebijakan berorientasi pada masalah-masalah.

Kebijakan pemerintah Pusat  melakukan berbagai trobosan untuk menarik simpatik dengan orang Asli Papua, dengan memberikan OTDA, OTUS,  UP4B  dan segalah macam program. Agar meredam Isu Hak Penentuan Nasip Sendiri di tanah-nya sendiri, Sehingga Pemerintah Daerah Provinsi Kabupaten/kota berpusat pada model kebijakan imperatif, untuk kepentingan elit-elit Politik. Kebijakan di ambil Selama Orang Papua di tipu oleh Negara kolonial ini pengambilan keputusanpun semenang-menang dan inisiatif sendiri, karena di butakan sistem Negara Klonial Amerika dan Indonesia.

Menurut sepengetahuan saya,  sebaiknya seorang pengambilan keputusan harus bijaksan melakukan pendekatan-pendekatan terhadap Masyarakat sambil pantau, Dengan cara melibatkan toko-toko masyarakat mendiskusikan, bahwa apa yang di rasakan oleh masyarakat itu sendiri. Paling utama memiliki oleh aktor pengambilan keputuasan adalah masalah-masalah yang ada di Masyarakat, dengan model kebijakan yang pertama adalah mengidentifikasi dan merumuskan,  masalah yang ada di Masyarakat.

C. PROBLEM YANG ADA MASYARAKAT PAPUA.

Problem ada di masyakat bukan  pembangunan fisik seperti JALAN TRANS PAPUA,  memintah makan, atau memintah uang  dan program OTDA, OTUS UP4B. Melainkan masalah "KEMANUSIAAN" yang di rasahkan Orang Asli Papua  adalah (1) Penindasan, pembunuhan yang di lakukan oleh TNI/POLRI Indonesia, (2) Mempersiapkan sumber daya Manusia Papua dengan Ketidakbenaran dan  (3) Mengexploitasi Sumber Daya Alam SDA, di Bumi Papua banyak lainnya. Jika pemerintah berbicara pembangunan Jalan Trans Papua, Berbagai Program seperti OTDA,  OTUS, UP4B dan Lainnya tbisa di ganti dengan nyawa Orang Asli  Papua. Berdasarkan masalah yang sedang  terjadi di Tanah Papua.

Menurut; Socratez Sofyan Yoman.(2015:25), dalam bukunya kesejahteraan ekonomi bukan akar masalah Papua. "Bumi Papua Barat adalah suatu wilayah yang sangat memprihatinkan Karena penduduk pribumi berada dalam keadaan bahaya pemusnahan"

Pemerintah Pusat dan Daerah berbicara kesejahtraan masyarakat melaluhi Program Pembangunan Jalan Trans Papua, agar akses antar kampung ke kampung. Akan tetapi pertanyaannya: Apakah Program-program Tersebut Mensejahtrakan Manusia Papua? Siapa yang menikmati pembangunan Tersebut?. Sedangkan Manusia Papua berada mulut Arimau menuju Kepunaan di atas Tanahnya sendiri.

D.  DAMPAK DARI PROGRAM JALAN TRANS PAPUA

Dampak dari program tersebut, padangan saya terhadap situasi yang ada merasakan orang asli Papua OAP terutama Masyarakat Kecil yang berdiami Kampung-kampung, bahwa  adanya  Jalan Trans Papua.  Ketika masyarakat  melihat pembongkaran Jalan, sertah Keadiran JOKOWI DODO, seorang Presiden Setiap  Kali ke Papua, Masyarakat Awam pun merasa WOW.. Dan terkagum- Kagum,  Kami akan makmur sejahterah bersama Bapak Presiden Hati Rakyat terhadap Pembangunan tersebut,  Namun Pertanyaannya  benarkah rakyat Papua merasakan pembangunan tersebut?

1. Dampak Negatif Bagi Masyarakat Papua

Berjalannya waktu hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, merasahkan penyesalan terhadap "Pembanggunan Trans Papua" dan kehadiran BPK JOKOWI DODO hatinya Rakyat, kata rakyat Papua. Ternyata membawah malapetaka bagi masyarakat setempat dengan angka kematian Orang Asli Papua semakin  tinggi, di atas tanah sendiri. Termpat tinggal dan ruang Gerak TPNB pun sempit.

Menurut; Sendius Wenda (2007:54), dalam bukunya mengatakan bahwa pergeseran secara fisik dan non fisik terhadap penduduk pribumi.

Faktanya terjadi di depan mata kita sendiri bahwa orang Papua secara fisik di tanah West Papua sudah menjadi minoritas multi kompleks. Secara non fisik berbagai bidang, khususnya dalam bidang ekonomi, dan sosial sudah menjadi manusia urutan kedua di bumi ini. Tetapi Juga secara Fisik orang Papua semakin tergeserkan dan terpinggirkan, lebih menyakitkan adalah di musnahkan secara sistematis dalamnya juga melalui jalan tarans Papua dan produk kolonial Indonesia lainnya.

" Saya pulang keyakinan Bahwa Tanah dan Bangsa Papua akan dikuasai oleh mereka yang memiliki kepentingan Politik atas segalah kekayaan dari hasil tanah Itu, tetapi mereka tidak akan membangun Manusia Papua dengan kasih sayang, sebab kebenaran dan keadilan akan dipular balikan Karena banyak hal baru akan Membuat orang Papua menyesal, tetapi Itu Bukan Maksud Tuhan, Karena itu keinginan Manusia". Kutipan (Pdt. Izaak Samuel Kijne).
Salah satu Contoh yang di hadapi Masyarakat Kecil;

"Masyarakat kecil, ekonominya belum mapan dimana duluhnya jalan utama untuk menggunakan aktifitan sehari-sehari, ketika adanya pembongaran jalan Trans Papua, pasti Masyarakat memili Jalan pintas atau Pingir Jalan seperti gambar di atas". Karena Jalan raya tersebut menggunakan orang-orang tertentu yang punya kendaran.

Ketika Jalan Trans Papua tersebut membuka askses untuk masuk Orang Non asli Papua, terutama TNI/POLRI Indonesia, mengambil barang haknya masyarakat tanpa seizin Hak Ulayat, nyawapun terancam mati tidak terhormat diatas tanahnya sendiri dan tersingir oleh TNI dan POLRI sehingga merasahkan trauma dan aktifitas pun terganggu.

2. Dampak Positif Bagi Kepentingan  Imperialisme & Kapitalisme.

Merasakan adanya Jalan Trans Papua adalah elit-elit politik, dan orang-orang kehidupannya sudah mapan seperti pejabat daerah dan terutama TNI/POLRI Indonesia sertah yang merasahkan makmur adalah Orang Non Asli Papua, di Tanah Papua. Sedangkan legalitas orang asli Papua dan tanahnya seibarat tanah yang tak bertuan menurut pandangan Negara Indonesia, hanya karena akal kebusukan membawah mala petaka terhadap Kaum Pribumi West Papua.

Pembangunan Jalan Trans Papua adalah mengejar tujuan Negara Indonesia, dimana rencana Tahun 2040, mengabiskan Nyawa Orang Asli Papua di atas tanahnya sendiri mengguasai non Papua, dengan cara memberikan berbagai program. Sedangkan kita pulau atau provinsi lain tidak sama dengan Papua, Papua Barat dan Aceh, Sebab mau dipisa dari NKRI.

Melihat Berbagai pelangaran HAM Terus terjadi di atas  Bumi Papua, dari semejak  manipulasi oleh Indonesia untuk bergabung didalam Bingkai NKRI sampai Sekarang, Maka Pergerakan Mahasiswa sebagai kaum terpelajar, Berbagai Organisasi Papua Merdeka Seperti AMP, KNPB dan banyak lainnya sangat mengetahui persoalan di tanah Papua dengan melandaskan gagasan dan wawasan berfikir Intelektualitas demi mengutamakan keselamatan nyawa Manusia Papua dari cenkraman mulut harimau, Negara Indonesia membumkam hak demokrasi mahasiswa dan melecekan otonomi kampus dan segalah Macam yang terjadi. Hal ini menjadi pembunuhan demokrasi secara masif dan sistematis oleh Negara Indonesia.

"Diatas Batu ini, saya meletakan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi,  akal budi dan Marifat tetapi tidak dapat Memimpin bangsa ini, tetapi bangsa ini akan bangit dan memimpin dirinya sendiriDOA SULUNG ( Pdt. Izaak Samuel Kijne; Wasior, 25 October 1925).

Dengan akhir tulisan ini saya percaya  bahwa Indelogi Bangsa Papua Barat kian bertumbuh berakar hingga semejak lahir sudah di rencanakan oleh Allah Bangsa West Papua Barat dan Generasi akan terus-menerus memintah dan mengembalikan sejarah Kemerdekaan Bangsa Papua Barat oleh Negara Indonesia, sampai Papua lepas  dari Neraga Indonesia.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan Ulasan diatas disimpulkan bahwah

1. Kebijakan pemerintahan JOKOWI JK gagal dan tidak tepat sasaran dan Program " Jalan trans Papua" tersebut membawah anggka kematian bagi Orang Asli Papua, semakin tinggi dan semakin meraja-lelah di Bumi Cenderwasi.

2. Yang menikmati program  JLN Trans Papua  adalah Imperialis dan Kapitalis. seperti elit-elit penguasa dan orang-orang pemodal di Tanah West Papua.

3. Hal tersebut sangat terlihat bahwa pada hakekatnya Negara Indonesia menggutamakan exkploitasi kepentingan kekayaan perut Bumi Papua dari pada manusianya.

Merasakan hal serupa ini marah bahaya, sangat mengempiri kekayaan Alam dan Manusia Papua di atas tanahnya sendiri. Oleh sebab Itu bagaimana nasip kita  sebagai Orang Asli Papua kedepan, Jika kita tidak bertindak bersama-sama melawan Negara klonial ini dan  pelangaran HAM merajah-lelah  akan terus terjadi menghabiskan OAP di atas Tanah sendiri dan akan tinggal cerita, seperti Suku Aborigin. pesan tulisan ini kepada kita OAP,  bahwah Apa yang kita lakukan, agar kita tetap hidup di atas tanahnya Sendiri.

1. Kita harus keluar dari zona nyaman. Bagi yang merasakan nyaman dengan  ekonominya sudah mapan, sebab giliran akan kena dampak baik atau buruk siapapun dan kapanpun waktunya.

2. Berdoa dan bergerak bersama-sama, semua Orang Asli Papua. Sesuai dengan dimana Tuhan meberikan kita profesi masing-masing dan tetap optimis,  lawan dan lawan sampai lepas dari cengkraman mulut harimau.

 " SEKALIPUN MEREKA UTUH DAN BEGITU BANYAK JUMLAHNYA, TETAPI MEREKA AKAN HILANG TERBABAT DAN MATI BINASA"
Nahum 1:12b

REFRENSI:
Sendius Wenda, SH., M.Si. (2007), Tenggelamnya Rumpun Melanesian.,
          Abepura, Jayapura, Papua Barat Pers;
Socratez Sofyan Yoman. (2015), Kami Berdiri Disini,. Status politik & sejarah Integrasi adalah akar masalah Papua.
          Jayapura: ETM Pers
Edu Suharto, Ph.D. (2014), Analysis Kebijakan Publik,
          Badung pres;
SJAFRIZAL, (2016), Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Era Otonomi,
          Jakarta: Rajawali Pers.
Prof. H. Bintoro Tjokroamidjojo & Drs. Mustopadidjaya A. R. (1980), Teori Strategi Pembangunan Nasional;
              PT. Inti Idayu Pres
http://Nasional.Kompas.com/2014/05/21/.Nawa.Cita,9 agenda prioritas.jokowi.jk.

ilutrasi gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP]
"Ikhtisar Tentang West Papua Dalam Arus Kejahatan Globalisasi (Bagian I)"
Oleh: Jhon Gobai***

West Papua, hingga akhir tahun 2018 persoalan kemanusiaan terus berlanjut. Makluk yang bernama Darurat kemanusiaan ini telah menjadi bagian dari kehidupan panjang orang West Papua.

Tanggal 7 Oktober 2018, satu (1) orang meninggal dunia karena kecelakaan lalulintas (tabrakan) di Dekai, Yahukimo. Tragedi itu memicuh saling perang antar-kelompok korban dan pelaku pengendara. Akibat-nya telah menewaskan 4 orang dan 71 orang (masyarakat sipil) lainnya mengalami luka berat. Ironis-nya, anggota Brigadil Mobil (BRIMOB) menewaskan 1 orang remaja dan 3 remaja lain-nya luka berat akibat terkena peluru senjatah laras panjang saat sedang terjadi pertikaian. Di Oksibil-Pegunungan Bintang, pada 2 Oktober 2018, akibat perebutan jabatan Bupati, terjadi konflik antar-kelompok yang terbagi dalam massa pro dan kontra Bupati terpilih Oksibil, Costam Oktemka, 1 orang meninggal dunia dan 11 orang lainnya luka-luka akibat kena serangan peluruh senjatah milik anggota Polisi dan Brimob (yang saat itu berposisi dibarisan massa pro Bupati) dan anak-panah milik massa pro-kontra.  Di tanggal yang sama terjadi pula konflik yang mengakibatkan belasan rakyat berjatuhan di kota Wamena. Begitu juga juga di Kab. Puncak Jaya.

Peristiwa darurat kemusiaan terus terjadi sejak pendudukan Kolonialisme Belanda hingga Indonesia. Orientasi-nya modal, sehingga persoalan kemanudiaan ini tak pernah diperhatikan secara manusiawi oleh rezim.

Tak hanya itu. Peristiwa kemanusiaan lain-nya adalah Mati Misterius. Peristiwa ini dikenal dengan pembunuhan dengan pola pembunuhan di malam hari. Pelaku-nya hanya Tuhan saja yang tahu. Aparat Kepolisian pun tak pernah mengusut satu kasus pun. Rakyat selalu dikagetkan ketika mayat berjatuhan di dimana-mana. Peristiwa ini sudah lama terjadi dan setiap hari. Disusul lagi peristiwa tabrak lari. Pelakunya selalu melarikan diri dan pihak berwajib tak pernah menangkap hingga terungkap siapa pelaku kejahatan itu. Selanjutnya, peristiwa penyakit misterius. Rakyat West Papua terus berduka ketika puluhan manusia West Papua mati serentak dalam waktu yang bersamaan. Misal, kematian 174 anak di Yahukimo pada 2015; 86 anak meninggal akibat Gizi Buruk di Asmat, 68 anak di Deiyai (2018), dan kini makluk misterius itu menyerang warga Pegunungan Bintang.

Permasalahan lain yang berhubungan erat dengan kemanusiaan adalah praktek sistim tanpa masa depan di West Papua. Proyek-proyek negara Indonesia, pertambangan, perkebunan dan jenis-jenis investasi-investasi lain, dan proyek keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Indonesia mengancam kehidupan rakyat West Papua.

Di atas kondisi darurat kemanusiaan di West Papua, Jokowi terus masifkan pembangunan jalan dan infrastruktur tanpa melihat dan memahami nilai kemanusiaan rakyat West Papua. Kepentingan Pilpres, Jokowi dan Prabowo juga terus bangun propaganda murahan di Papua. Elit politik lokal saling merebut kekuasaan rakyat yang jadi tumbal. Spanduk dan Poster Calek anggota legislatif masif dikampanyekan dengan melegitimasi persoalan kemanusiaan di West Papua untuk mencari jabatan dalam sistim Indonesia yang mengkoloni.

Disisi lain, Rezim Jokowi-JK, Elit Papua dan Pihak PT. Freeport Indonesia terus melakukan negosiasi Perpanjangan galian dan status PT.FI tanpa melihat persoalan kemanusiaan dan mendengarkan Aspirasi Rakyat West Papua selama ini. Selanjutnya Elit Lokal Papua dan Jakarta juga membicarakan status Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, yang sesungguhnya tak berdampak signifikan bagi kemajuan dan perbaikan realita sosial rakyat West Papua. Sebab problem utama, disisi lain, adalah kekuasaan penjajahan Rezim Indonesia yang sangat masif dilakukan; dan tentu manfaatnya untuk langgengi kepentingan akses modal bagi pemodal.

Sehingga berkesimpulan bahwa West Papua menjadi idola kaum penguasa dan kepentingan vital Kapitalis Global serta kapitalis-birokrat. Modal menjadi hasrat kaum pemodal sehingga rakyat West Papua menjadi tumbal atas akumulasi kepentingan-nya. Dan sejarah membenarkan hal itu. Otsus, dan program rakitan Jakarta untuk West Papua itu tentu hanya untuk membenarkan West Papua adalah wilayah yang di koloni, dimonopoli, dan dikuasai, dan dikontrol atas kepentingan ekonomi politik Imperialisme yang mengkoloni.

Pendudukan Indonesia dengan pola militeristik membuka lahan bagi Amerika dan sekutu-nya tanam jangkar modal barang dan Uang di West Papua. Sehingga Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969 praktek-nya cacat hukum Internasional dan memperoleh suara manipulatif dibawa tekanan Militer. Pepera harus dimenangkan untuk membenarkan pendudukan Indonesia di hadapan dunia Internasional sehingga mendapatkan legalitas Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia bagi keberadaan Freeport di Gubung Nemangkawi. Freeport sudah beroperasi di Timika sejak 2 tahun sebelum Pepera dilaksanakan. Sehingga pendudukan Indonesia dan perusahaan raksasa milik AS itu, sebanyak 500.000 juta jiwa orang Papua telah hilang dalam pembantaian Militer sejak 1962 hingga 2004. Hingga detik ini, rakyat West Papua adalah sebagian dari jutaan rakyat korban kepentingan Imperialisme di dunia.

Masyarakat dunia terus menjadi tumbal rakusnya sistem kapitalisme monopoli dunia (Imperialisme), yang kenyataannya terus membawa krisis demi krisis yang bebannya selalu ditimpakan di atas pundak rakyat. Imperialisme terus memaksakan kebijakan ekonomi Neoliberal-nya diberbagai negeri melalui berbagai skema dan menggerakkan seluruh Instrumen penghisapan-nya. Lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan global-nya seperti Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund-IMF), Bank Dunia (World Bank-WB) dan, organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization-WTO)yang dilahirkan dari sistem Bretton Woods yang dibentuk sebagai penggerak ekonomi dan keuangan global paska Perang Dunia dan Depresi besar (Great Depression) tahun 1930an. Pada tahun ini, pada 12-14 Oktober 2018 mendatang, Indonesia menjadi Tuan Rumah IMF-WB yang diselenggarakan 2018 di Nusa Dua Bali yang lalu. Pertemuan ini merupakan pertemuan terbesar dunia dalam bidang ekonomi dan keuangan, yang menghadirkan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari 189 negara anggota serta sektor privat, akademisi, NGO dan media. Pertemuan tersebut akan mendiskusikan perkembangan ekonomi dan keuangan global serta isu-isu terkini, antara lain: a). Pengurangan kemiskinan; b). Pembangunan ekonomi internasional; dan c). Isu-isu global lainnya.

IMF, Word Bank dan WTO Menumpas Rakyat

Organisasi perdagangan Dunia/Word Trade Organization (WTO) menciptakan kesengsarahan manusia di dunia dengan menguasai pasar dan lahan pertanian. WTO juga disuport oleh Bank Dunia (Word Bank) dan Bank Moneter Internasional (IMF). Organisasi perdagangan ini didominasi oleh beberapa negara industri maju, seperti Amerika Serikat, dan Inggris Raya serta lain-nya.

Dalam kenyataan-nya, WTO mempraktekan aturan bebas investasi dan perdagangan murah kepada semua anggota WTO. Sehingga negara berkembang, seperti Republik Indonesia tetap menjadi korban dan rakyat Indonesia, terutama Petani memanggul beban derita-nya. Dengan dibuat-nya aturan batas maximun dan minimun ekspor/impor produk diatas 10% dan pembatan produk lokal dengan adanya aturan hak paten dan banjirnya barang-barang murah di pasar, Produk Indonesia (lokal) makin ditekan oleh arus pasar bebas itu.

Indonesia pernah berada dalam daftar negara eksportir Beras. Tetapi krisis sejak 1998 yang berkepanjangan hingga 2008, sampai saat ini IMF memberikan jerah kepada Indonesia dengan pinjaman menghadapi kritis tersebut. Hingga detik ini Indonesia termasuk Negara Importir beras murah dari luar negeri sehingga dampak-nya problem persaingan produk beras lokal. Apa lagi sekarang sudah ada hak paten biji beras tertentu dari AS. Ini mengancam perkembangan produk lokal. Lebih parah lagi adalah kondisi keberadaan rakyat West Papua.

Kenyataan-nya, rakyat West Papua terus berada dalam pengaruh kekuasaan yang dominasi. Hegemonik imperialisme membuat rakyat bergantung kepada Uang dan produk dari luar. Sejak Indonesia menerima beras Bulog, Impor dari luar, dibanjirkan kepada rakyat West Papua dengan semangat mengatasi produk tradisional. Tetapi tak diberdayakan bagimana bercocok-tanam padi; Begitu pula dengan banjir-nya Uang Otonomi Khusus, 1 Miliyar Dana Desa tampa memoderenisasi rakyat West Papua. Tentu-nya makluk ketergantungan kepada uang dan barang impor itu diciptakan kepada rakyat west Papua untuk kepentingan pasar barang dan Modal.

Rakyat West Papua dialihkan pandangan dengan konflik horizontal, pemilukada, Dana Desan, Togel; pembunuhan, penangkapan, tabrak lari, mati misterius, dan sebagai-nya. Sementara Sawit sedang babat hutan dan rawah mengelilingi pulau Papua dari Pesisir pantai hingga pegunungan; penggalian Bumi legal dan ilegal terus menguras isi SDA; pembangunan pangkalan-pangkalan Militer dan pembangunan infrastruktur sangat masif dilakukan. Semua ini kepentingan-nya akses modal kapitalisme internasional.

Sehingga, kaum penjajah, Imperialis (pemodal bank dan pemodal Industri) dan kapitalis-Birokrat tetap bersemangat ketika melihat rakyat west Papua tenggelam dalam konflik-konflik horizontal yang diciptakan oleh oknum-oknum tertentu. Mereka membiarkan kita terus baku bunuh, memelihara konfik, dan terus memperbesar agar kita dan energi kita habis disitu. Sementara perampasan lahan dan pengeruhkan SDA sangat ganas dilakukan. Mereka mengingikan persoalan darurat kemanusiaan itu terus terjadi di West Papua.

Sehingga kondisi ini mengharuskan rakyat West Papua menentukan kondisi objektif yang baru, yakni bebas dari penindasan dan cengkraman kekuasaan yang menindas, memenjarah, dan menguras SDA. Tak ada jalan lain merebut pembebasan itu didalam kerangka Rezim (Indonesia) antek Imperialis ini, selain jalan revolusi menuju Pembebasan Nasional West Papua.


Penulis adalah Katua Umum Aliansi Mahasiswa Papua

Sejumlah perempuan Papua Barat di aksi ujuk rasa Aliansi Mahasiswa Papua, peringati 54 tahun HUT Papu, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 1 Desember 2015. Sumber: Doc. amp




Penulis
: Fanny Quinea Kogoya


Bentuk kehidupan yang berlaku di lingkup komunitas suku-bangsa di dunia, di mana sistem kekerabatan patrineal juga dikenal dalam kalangan masyarakat Papua. Sistem patrineal yang dipahami umum adalah dominasi peran para kaum dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Pandangan yang memengaruhi sistem ini adalah paternalisme. Paternalisme menempatkan posisi kaum Hawa tidak lebih dari perut pelengkap kaum Adam.

Contoh yang paling jelas terlihat dalam sistem perkawinan di Papua. Marga menyanyikan istri dilebur ke dalam marga suami. Tidak hanya itu Posisi perempuan sendiri di mata laki-laki Papua secara turun temurun, telah menjadi sebuah sistem yang baku. Hal itu sulit terhapus begitu saja tanpa proses perkembangan kebudayaan.

Pandangan ini dipercaya masyarakat tradisional sebagai takdir, jadi tidak diakuinya sebagai sebuah penindasan. Sementara dalam masyarakat modern, sistem seperti itu dipandang sebagai bentuk kekerasan dan penindasan terhadap kaum perempuan. Dengan demikian, banyak organisasi pemerintah dan non pemerintah melakukan upaya penghapusan dominasi peran laki-laki terhadap perempuan dalam berbagai aspek di setiap negara.

Simone de Beauvoir, seorang wanita Prancis, dalam bukunya " The Second Sex" , karena "sejak masa patriakal, perempuan secara umum telah ditempatkan pada posisi kelas kedua di dunia yang ada prestasinya dengan laki-laki". Kondisi itu lebih terarah pada kekuatan lingkungan pendidikan dan budaya yang secara sengaja dikontrol dan dikuasai oleh laki-laki. Keberadaan ini tergabung dalam perempuan yang bebas dan merdeka sebagai relasinya dengan kaum laki-laki.

Teori di atas bila terobsesi dengan relasi perempuan dan laki-laki Papua, maka menemukan laki-laki Papua masih dominan dalam hal yang menjadi tujuan dalam kehidupan bermasyarakat. Kondisi ini diperkuat dengan adanya realita dalam kehidupan masyarakat tradisional di Papua yang menempatkan laki-laki sebagai penopang keluarga. Seorang laki-laki bertanggungjawab dalam menyediakan kebutuhan hidup keluarga.

Pandangan kehidupan masyarakat tradisional Papua terhadap laki-laki sebagai superpower dapat dilihat dari kekuatan fisik dan kemampuan laki-laki dalam menjalankan musuh (pada saat perang antar suku). Lenyap, dalam realita kehidupan masyarakat tradisional Papua, laki-laki-manusia.

Contohnya, seperti beberapa hal yang terjadi dalam kehidupan perempuan suku Dani di Wamena. Biasanya, perempuan memiliki waktu kerja lebih banyak dibanding kaum laki-laki. Mulai dari mengasuh anak, simpan ternak (babi), menggelola dan menyediakan bahan makanan.

Sementara itu, hak kebebasan perempuan untuk melakukan segala hal oleh keluarga (sang ayah), misalnya hak untuk sekolah dengan alasan perempuan tidak wajar untuk sekolah. Perempuan yang lahir sebagai pekerja atau penyedia harta bagi keluarga. Termasuk juga dalam dalam pembagian warisan, laki-laki simpanan yang diberikan dari sang ayah, sementara anak perempuan tidak memiliki hak warisan warisan atau warisan peninggalan nenek moyang.

Kondisi kehidupan masyarakat Papua seperti di atas ini tentunya tidak wajar atau dilestarikan di zaman ini. Sebagai bahan renungan bagi laki-laki Papua: "Apalah arti laki-laki Papua tanpa perempuan Papua? Sungguh tidak berarti apa-apa! Ibarat kepala tanpa badan! Atau layak dikatakan: "Hidup tanpa bernafas".

Karena itu, dalam jangka waktu ini, tentunya akan mengharapkan persiapan sumber daya manusia (SDM) yang handal dan siap pakai dalam kondisi apa pun. Maka, untuk mengamanakan waktu seperti ini, SDM perempuan Papua harus menjadi perhatian utama oleh pemerintah maupun keluarga. Sebab, keberhasilan perempuan di dunia globalisasi akan memengaruhi kemajuan mundurnya hidup bagi masyarakat Papua dalam segala aspek kehidupan.

Setelah melihat beberapa catatan di atas, perlu ada satu agenda perjuangan dalam mengangkat posisi perempuan Papua yang setara dengan kaum laki-laki Papua. Tentunya dalam berbagai aspek kehidupan.

Hal yang dilakukan oleh aktivis perempuan Papua seperti Mama Yosepha Alomang di Timika. Dengan segala kesederhanaannya, Mama Yosepha bangkit dan mempertanyakan posisi perempuan Papua sebagai orang yang merdeka dan bebas, melalui perjuangannya melawan PT Freeport Indonesia. Ia melawan Freeport yang menghancurkan seluruh ekosistem kehidupan masyakat Papua yang hidup di areal tambang perusahaan raksasa itu.

Karena itu, sudah saatnya kaum perempuan diberikan hak untuk memperjuangkan harkat dan martabatnya sebagai ciptaan Tuhan. Mereka bukan lagi manusia kedua. Mereka tidak lagi selalu berada di dapur. Seberat apa pun sebuah pekerjaan yang dilakukan kaum laki-laki Papua, perempuan Papua pun sanggup melaksanakannya.

Kehidupan kaum tanpa perempuan. Dalam banyak hal, perempuan sangat dibutuhkan lelaki. aturan sejarah Papua menceritakan, perempuan Papua sebenarnya adalah "roh" yang memberikan kehidupan bagi bangsa Papua.

Oleh karena itu, pandangan sempit dari kalangan laki-laki yang inginnya diubah. Lantaran pandangan seperti itu perempuan Papua selalu dihormati kaum lemah yang tugasnya melahirkan dan menyiapkan makanan di dapur. Intinya, mereka tidak boleh lebih dari laki-laki.

Inilah gugatan perempuan Papua saat ini. Perempuan Papua menggugat tentang cara pandang dan penempatan mereka dalam budaya Papua yang sangat menyiksa dan bahkan melanggar hak asasinya itu.

Penulis adalah Aktivis Perempuan Papua Barat.

Gambar Sonny Dogopia.

Penulis : Sonny Dogopia*

Bagaimana kita mengetahui bahwa sebenarnya Penjajahan itu ada. Kapitalisme dan sifat rakusnya itu nyata dalam prakteknya. Dan mengetahui bahwa Militerisme itu Setan Rakyat.

Tulisan ini merupakan Bagian Pengantar untuk memulai memperkenalkan secara umum antara Sosialisme dan Musuh Rakyat. Yaitu: Kolonialisme, Kapitalisme, dan Militerisme, merupakan tiga musuh rakyat.

Penjelasan pada Bagian ini hanya sebagai sampul (Pendahuluan) dari bagian-bagian nya, seperti; Mengapa Harus Melawan, Mengenal Tiga Musuh Rakyat agar tahu siapa yang dilawan, dan Meresap Ideologi Sosialisme agar perlawanan dan pengabdian kepada rakyat lebih realistis, juga tidak pernah mengenal bosan.

Rakyat di seluruh dunia dalam aktivitasnya berbeda. Namun, dapat dikelompokkan dari golongan dan klasnya! Ya, karena Elit Global telah dan berakar di dalam ruang-waktu rakyat. Penjelasan untuk memahaminya, penulis mencontohi kehidupan sosial dari tingkat “ilusi” kemakmuran cukup baik. Tetapi, itulah ‘Bom Waktu’ oleh Kolonisasi dan Kapitalisasi yang memperbudaki-memusnahkan pola hidup kelas rakyat sesungguhnya.

Kehidupan saya (Penulis) baik, bapak saya seorang yang menghabiskan waktu, pola fikir, dan tenaga hanya kepada ‘Penguasa dan Pengusaha’, dan saya berada di tengah-tengah keluarga besar yang juga sebagian besar kebiasaannya sama dengan bapak saya. Apa pun yang saya mau sangat sering saya dapatkan (taktik). Dan ada sekian banyak orang yang kehidupannya diposisikan lebih susah,payah-miskin dari saya.

Mengapa saya berdiri untuk bersikap melawan. Karena, saya sadar bahwa posisi klas sosial antara hidup makmur-kaya dan susah,payah-miskin ada faktor sebab-akibat atau dinamika pergerakan dan pergeseran-pemusnahan yang terstruktural. Sehingga, kehilangan Hak yang sama antara satu individu-bangsa dengan individu-bangsa lainnya harus diperjuangkan. Sederhananya, anti kepada kekuasaan yang menindas.

Kekuasaan yang merampok hak rakyat, kemudian dipasarkan kepada rakyat dalam bentuk yang terstruktur. Hal ini memupuk Kapitalisme, memperpanjang tirani penindasan, dan ketika kita sadar-bangkit maka Setan Rakyat (Militerisme), sebagai alat reaksioner tentu menodong kita dengan segala cara.

Jangan heran! Ketika, anda ditodong oleh Militerisme, bapak anda atau keluarga anda akan lebih mempersalahkan sikap perlawanan anda dibanding ‘Bom Waktu’ kehancuran-perbudakan-pemusnahan yang mereka dapatkan. Tetapi, sesungguhnya itu perjuangan kita bersama yang mendasar dan kemudian keluar-meluas.

Terkadang kita takut pada kebenaran itu sendiri, misalnya; menyembunyikan diri, tunduk pada orang tua-keluarga yang tentu traumatis hingga terdoktrin oleh kekuasaan yang menindas, tidak kreatif untuk menyampaikan maksud, tidak mendidik rakyat melalui berita atau artikel di media online dan cetak, serta di seluruh media lainnya, dan di muka umum. Kita bukannya tidak tetapi, belum memahami bahwa kekuatan rakyat tertindas merupakan kekalahan Penjajah dan Kapitalis, juga memukul mundur Militerisme. Kita tidak bisa memenjarahkan diri hanya karena, rasa takut atau bentuk-bentuk pelemahan lainnya. Sebab, itulah yang diinginkan oleh “Penguasa dan Pengusaha” di dalam Piramida Sistem Kapitalis.

Kepada kaum yang penghasilannya melebihi penghasilan rata-rata rakyat biasa (golongan menengah ke atas) tidak boleh menjadi alat untuk merebut tanah rakyat-masyarakat adat lain dengan cara apa pun, dan menjualnya atau memakainya untuk kepentingan berpenghasilan maksimal-penuh pada segelintir elitis. Cukupkan diri dari hasil olah Tanah sesuai mekanika tanah dan berternak-melaut merupakan pekerjaan yang sangat efektif bagi rakyat yang selalu diobjekkan-diperbudak oleh “Penguasa dan Pengusaha”. Karena, jika tidak maka rakyat secara tidak langsung diliibatkan dalam pembangunan Imperialisme global.

Kita tahu bahwa Kapitalisme adalah musuh rakyat, selain Kolonialisme dan Militerisme. Mereka tiga mengakibatkan Tanah-isinya, Laut-isinya, Hutan-sahabatnya bahkan Rakyat-pola hidupnya pun punah baik itu secara kelihatan maupun yang sistematis-terstruktur.

Penjajah itu adalah Segelintir Penguasa yang dengan mudah merancang, menetapkan, membolak-balik Peraturan Perundang-undangan dan Keputusan Pemimpin negara tertentu, sehingga mempengaruhi kehidupan rakyat dalam kebijakan-kebijakan Politik untuk kejayaan ekonomi Segelintir ‘Penguasa dan Kapitalisme’. Dan energi-kekuatan penuh penjajah Indonesia itu dari Presiden sampai pada Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), dan Kepala Desa (kampung), yang 98% nya berasal dari silabus kurikulum (Pendidikan) berkedok Imperialisme. Tentunya, ruang demokratik dikuasai oleh para elitis di dalam Piramida Sistem Kapitalis dan kekuasaan pemerintahannya pasti menjaga rapih tirani penindasan.

Kita harus mengetahui-memahami pendidikan kerakyatan sampai pada tingkatan kerja massa dan pengorganisiran diri maka kebangkitan melawan kerakusan Kapitalisme akan berasal dari rakyat. Dari pengorganisiran diri dalam kelas rakyat, mampu memulai pergerakan nyata. Pergerakan kelas rakyat, terus bergerak agar tetap berimbang. Dan demi pembangunan pergerakan, Evaluasi dan Kritik Oto Kritik (KOK) sangat penting untuk meletakan pergerakan pada tingkatan lebih maju dan terus memberontak. Sehingga, kita mampu menguasai alat produksi Kapitalis Industri dan melawan kediktatoran sebagai tahapan tertinggi dari “Self-Determination (Penentuan Nasib Sendiri)”. Karena, ketika sampai pada Self-Determination melalui mekanisme Referendum maka Pembangunan Ekonomi, Demokrasi kerakyatan, dan kepentingan Politik berasal dari kelas rakyat untuk kemajuan bangsa yang diperjuangkan.

Hal ini berlaku bagi kolektif mana pun, juga untuk Organisasi Ideologis; demi kerja-kerja Ideologi Politik Organisasi (IPO), kerja-kerja struktural Organisasi pada prinsip-prinsip organisasi. Di dalam muatannya, harus memahami ‘siapa kerja apa dan di mana?’ sebagai energi organisasi untuk memberikan perlawanan nyata kepada musuh utama rakyat.

Penjajah Indonesia menduduki West Papua dihitung dari 19 Desember 1961 sampai dengan hari ini, tidak dihitung dari 1969 (Pepera) karena, merupakan skenario Kapitalisme. Juga, tidak dihitung dari 1 Juli 1971 karena, hari Proklamasi Kemerdekaan West Papua yang lahir dari momen ketidak pastian Belanda (Netherland Niew-Guinea) sebagai bangsa koloni yang pada saat itu menjajah West Papua. Kehadiran penjajah Indonesia selama setengah abad lebih ini, dan di dalamnya ada kebusukan Kapitalis yang sebenarnya sudah tercium jelas. Karena, peran kapitalisme dalam kemerdekaan Indonesia itu nyata. Kita bisa melihat, betapa kejamnya penguasa pemerintahan Indonesia kepada rakyatnya sendiri. Kekuasaan dan kerakusan di tingkatan petinggi perwira militer sehingga kelompok militer satu mengkudeta kelompok militer lainnya, perubahan demi perubahan kebijakan politik pemerintahan Indonesia memberi keuntungan bagi Imperialis atau memupuk Kapitalis yang rakus.
Seakan, rakyat Indonesia bukan dari negara Indonesia.

Jangan heran! Kalau, rakyat Indonesia bangkit memberontak dari kelas rakyat melawan kediktatoran korporasi asing untuk ‘merehap’ bangsanya dan menguasai alat produksi kapitalis industri demi menjadikan negara pro-rakyat dan sejahtera di setiap kelas rakyat, yang sama-sama membangun negara Indonesia agar tetap menjadi pro-rakyat.

Jangan heran! Kalau dalam teori-teori Sosialisme, Marxisme-Leninisme dan prakteknya, rakyat Indonesia mendukung “Hak Penentuan Nasib Sendiri” bagi rakyat West Papua. Sebab, muatan Sosialisme, Lenin dalam Tesisnya mengatakan “Imperialisme adalah tahapan tertinggi dari Kapitalisme”. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Imperialisme merupakan sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yg lebih besar. Hal ini lah yang juga dihadapi oleh rakyat Indonesia, dan bangsa-bangsa yang didominasi oleh rakusnya Kapitalis Industri di seluruh dunia.

Indian di Amerika Serikat, Aborigin di Australia, Betawi di Jakarta, Nilai kerakyatan di Yogyakarta Hilang, Rakyat Papua di West Papua, dan masih banyak lagi. Dan sering didatangi oleh NGO juga dibantu oleh Aktivis Kemanusiaan yang mengkampanyekan Idigenous People (terancamnya masyarakat pribumi). Hal ini juga karena, keberadaan Imperialisme menyebabkan masyarakat pribumi (adat) kehilangan makanan Pokok dan mengalami perpindahan budaya, serta kehilangan kepribadian-identitasnya.

Kejayaan Imperialisme dipengaruhi oleh kekuatan penuh dari Militerisme. Hal ini karena, Imperialis Indonesia (Penguasa Militer) ikut dalam pembangunan Kapitalisme. Karl Marx dalam tulisannya yang berjudul “Asal Usul Kapitalis Industri” pada Paragraf terakhir, menjelaskan bahwa tingkatan kekerasan dan kerakusan dapat dihitung melalui pembagian hasil produksi. Jika 10% untuk Kapitalis Industri maka Kapitalis ada di mana-mana. Jika 20% untuk Kapitalis Industri maka Kapitalis akan menjadi semangat, 50% untuk Kapitalis Industri maka Kapitalis nyata akan semakin nekad, 100% untuk Kapitalis Industri maka Kapitalis akan menginjak-injak segala hukum kemanusiaan, dan 300% untuk Kapitalis Industri maka Kapitalis tidak akan mundur terhadap satu pun kejahatan. Setiap tingkatan keuntungan yang berasal dari kerakusan Kapitalis Industri, yang menjadi aktor eksekusinya adalah militerisme.

Peran militerisme sangat menguntungkan Kapitalisme sebab, di Papua niat jahat Kapitalisme selalu di awali dengan manajemen konflik Militerisme tentu merupakan muatan berbisnis. Juga, dibungkus melalui jalur Pemerintah dengan alasan ‘Pembangunan Infrastruktur dan Program Nasional’. Memang bahwa pemerintah (sistem) merupakan alat Penjajah maka proses pembangunannya dalam bingkai Imperialisme. Pertanyaannya ‘Pembangunan Infrastruktur dan Program Nasional’ dari mana dan untuk siapa.

Untuk pembangunan pergerakan dari organisasi ideologis di Papua bahwa ‘Ideologi Papua Merdeka’ harus menjadi Tubuh dan Jiwa dalam pribadi manusia Papua agar realistis dalam kerja-kerjanya. Oleh sebab itu, ketika kita mampu mengorganisir diri membangun Teori Dasar Karl Marx tentang Materialistik Dialektika Historikal (MDH) dalam kelas rakyat, mampu memulai pergerakan nyata maka, tiga musuh rakyat akan musnah. Penjajah (Kolonial) adalah Penipu-inabobokan Rakyat, Imperialisme adalah Penindas Rakyat, dan Militerisme adalah mimpi buruk bagi rakyat yang tidak melawan namun, setan bagi rakyat yang progresif.

Kenalilah-pahamilah tiga musuh rakyat, kelemahan-kelebihan, dan mampu menganalisis tiga musuh rakyat melalui Teori-teori Sosialis agar memahami diri siapa kawan dan siapa lawan. Sebab, berbahaya jika “korban dan korban saling hantam”.

Penulis adalah Aktivis Self Determination, Kader Aliansi Mahasiswa Papua 
___________________________
Referensi:
1. Peter L. Berger: “Piramida Kurban Manusia”, Etika Politik dan Perubahan Sosial.
2.   Google.com/PDF, Karl Marx: Asal Usul Kapitalis Industri.
3.   Materialistik (Dialektika) Dalam Cerminan Keluarga “Penulis, Sonny Dogopia”.
4.   Antonia Gramsci: “Negara dan Hegemoni”.
5.   Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).




(Partai Pembebasan Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia, PEMBEBASAN, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia, Lingkar Studi Sosialis, Perkumpulan Solidaritas Net)

Mendukung Hak Menentukan Nasib Sendiri untuk Bangsa West Papua!

 Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak

Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Begitulah dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, namun kenyataan di tanah West Papua justru berkebalikan. Rakyat West Papua justru mengalami penjajahan. Pelaku penjajahan (kolonisasi) itu adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Meskipun Rakyat Indonesia korban penjajahan Belanda. Meskipun Rakyat Indonesia korban fasisme Jepang. Meskipun Rakyat Indonesia korban Rasisme kulit putih.  Akan tetapi, ingatan masa lalu tentang penindasan tak membuat Pemerintah Indonesia menjadi lebih manusiawi. Penipuan sejarah, diskriminasi, penyiksaan, pemenjaraan, pembunuhan dilakukan secara sistematis selama lebih dari 50an tahun. 

Apa yang terjadi di Papua?

    Sebagian besar dari rakyat Indonesia meyakini bahwa West Papua adalah Indonesia. Bukan! West Papua bukan Indonesia. Tak ada kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa West Papua selama masih menjadi bagian NKRI. Dan, tak mungkin rakyat West Papua bisa hidup baik-baik saja jika  kecurangan dan penipuan atas sejarah masih terus berlangsung, diskriminasi rasial merajalela hingga semua lini, genosida terus berlanjut secara sistematis, dan perampokan kekayaan alam menghancurkan hajat hidup dan kebudayaan Bangsa Papua.

1.    Kecurangan dan Penipuan Sejarah.
Pada 27 Desember 1949 saat pengakuan kedaulatan Negara Republik Indonesia oleh Pemerintah Belanda, West Papua adalah koloni tak berpemerintahan sendiri dan diakui demikian oleh PBB dan Belanda, yang pada waktu itu menjadi penguasa administratif kolonialnya.

Rakyat West Papua telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1 Desember 1961. Pada masa itu bangsa West Papua telah membentuk Dewan Nieuwgunearaad.  Deklarasi tersebut tak diakui oleh Pemerintah Soekarno yang menganggapnya sebagai Negara Boneka buatan Belanda. Akhirnya, Soekarno melakukan aneksasi terhadap West Papua melalui program Trikora (3 Komando Rakyat).

Di tahun 1963, ketika Indonesia mengambil alih tanggung jawab administratif atas West Papua, teritori itu tetap berstatus koloni tak berpemerintahan sendiri yang berhak atas penentuan nasib sendiri dibawah hukum internasional. Hak itu diakui oleh Indonesia dalam New York Agreement yang menguatkan fakta bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan hukum atas West Papua. Keberadaan Indonesia di West Papua adalah administrasi kolonial yang bisa bersifat permanen hanya jika rakyat West Papua memilih integrasi melalui penentuan nasib sendiri dengan prosedur yang disyaratkan oleh hukum internasional.

 Satu-satunya penentuan nasib sendiri yang dilakukan adalah PEPERA yang TIDAK SAH pada tahun 1969. TIDAK SAH, karena hanya 1022 orang (4 orang lainnya tidak ambil bagian) yang terlibat dalam pemungutan atau kurang dari 0,2% dari populasi Papua, yang dikondisikan setuju untuk integrasi dengan Indonesia.

 Karena pengambilalihan tersebut TIDAK SAH, maka West Papua bukanlah bagian sah dari teritori Indonesia. Namun, teritori tak berpemerintahan sendiri di bawah pendudukan.

2.    Diskriminasi Rasial
Rakyat Papua, mengalami diskriminasi rasial sebagaimana yang mereka alami di tanah Papua ataupun di luar seperti yang dialami oleh mahasiswa-mahasiswa Papua di Manado atau pun Yogyakarta, seperti yang baru-baru ini terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Kamasan Yogyakarta. Ataupun diskriminasi rasial di tempat kerja, baik di lembaga pemerintahan dan perusahaan.

 Diskriminasi rasial tersebut sudah dilakukan jauh-jauh hari, bahkan sebelum PEPERA berlangsung, sebagai mana pernyataan Ali Moertopo pada tahun 1966 “ Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalam pulau Papua. Kalau orang Papua ingin merdeka, silahkan cari pulau lain di Pasifik untuk merdeka. Atau meminta orang Amerika untuk menyediakan tempat di bulan untuk orang-orang Papua menempati di sana”.

Ketika pejabat Negara membuat pernyataan rasial, tentu akan di ikuti oleh aparatus tingkat bawah, sebagaimana makian monyet kepada Obby Kogoya saat kepalanya diinjak oleh Polisi NKRI.

3.    Genosida Perlahan
Selama 53 tahun lebih dari 500.000 orang Papua telah dibunuh.  Pembunuhan mulai terjadi sejak program Trikora dijalankan. Lalu dilanjutkan dengan penghancuran gerakan Fery Awom di tahun 1967.
Di Pegunungan Tinggi, TNI melakukan penembakan dan pengeboman terhadap penduduk Agimuga pada tahun 1977 karena melakukan pengibaran bendera bintang kejora. Setelah itu penduduk diisolasi, dibiarkan kelaparan, akibatnya ribuan meninggal dunia.

Kemudian disusul dengan pembunuhan di Enarotali, Obano, Moanemani dan Wamena akibatnya sebanyak 10.000 Jiwa penduduk Papua lari ke Papua New Guinea (PNG) demi menyelamatkan diri di tahun tahun 1977-1978 sampai awal 1980-an.

Arnorld C. Ap seorang aktifis dan seniman Papua yang bergerak dalam gerakan kebudayaan di tahun 1984 akhirnya ditangkap oleh Kopashanda. Mayat Arnold Ap ditemukan tergeletak di tengah hutan.
Pemberlakuan status Daerah Operasi Militer (DOM) bagi Papua. DOM di Papua diberlakukan sejak tahun 1978 sampai dengan tanggal 5 Oktober 1998. Pemberlakuan status DOM berakibat pada pembunuhan yang sistematis dan migrasi besar-besaran rakyat West Papua ke Papua Nugini.

Paska Kongres Rakyat Papua II pembunuhan terhadap pimpinan pergerakan dilakukan dengan berbagai cara. Theys Eluay misalnya, diculik dari mobilnya kemudian jenazahnya dilemparkan. Kelly Kwalik  dibunuh di Timika meskipun dalam keadaan tidak bersenjata. Petrus Ayamiseba ditembak ketika momentum pemogokan buruh Freeport pada tahun 2011 lalu. Mako Tabuni pimpinan KNPB ditembak oleh aparat setelah sebelum dijebak keluar dari sekretariat. Robert Jimau, aktivis yang mengkritik Jokowi karena tak kunjung merealisasikan janjinya memberi pasar untuk mama-mama dibunuh dengan cara ditabrak. Pola pembunuhan yang berkembang saat ini melalui rekayasa tabrak lari dan bunuh diri.

Hasil dari genosida “perlahan” ini membuat penduduk orang asli Papua (OAP) berkisar 48,7% dari total penduduk di West Papua.

4.    Penangkapan, penyiksaan dan pemenjaraan
Dalam kurun waktu 2016 lebih dari 4000 orang di tangkap. Di tahun 1988 DR. Thomas Wanggai pendiri gerakan Papua Merdeka Bintang 16 berakhir dengan kematian di Penjara Cipinang. Puluhan tahanan politik di Papua hidup di penjara dengan kondisi yang mengenaskan. Filep Karma, tahanan politik belasan tahun menceritakan, “saya dipukul, disiksa dan ditelanjangi”.

Berbagai cara penyiksaan dilakukan. Baik dengan cara pemerkosaan. Atau sebelum pembunuhan dilakukan, perut korban dirobek hingga ususnya keluar, seperti yang dilakukan kepada Yawan Wayeni. Atau pimpinan KNPB Sorong yang dimasukan dalam karung lalu dibuang ke laut. Beberapa penelitian menyebutkan lebih dari 431 kasus penyiksaan dilakukan oleh aparat militer dan polisi NKRI.

5.    Perampokan Kekayaan Alam
Secara ekonomi, sangat jelas terlihat penghisapan ekonomi dari sumber daya alam yang sangat besar di Papua. Seperti yang terjadi di hutan Wasior, eksploitasi kayu (illegal logging) secara besar-besaran yang dilakukan oleh militer dan beberapa perusahaan lainnya mengakibatkan penggusuran terhadap tanah adat masyarakat di daerah tersebut. Protes dari masyarakat adat kemudian juga berakhir dengan penembakan dan mengakibatkan 6 orang meninggal dunia. Tragedi Wasior berdarah ini terjadi kurun waktu April-Oktober 2001.

Belum lagi Mega proyek Freeport MacMoran perusahaan yang mayoritas modalnya berasal dari AS, mulai mengembangkan proyeknya sejak tahun 1960an.

Perusahaan tambang emas dan tembaga ini sebenarnya memberikan keuntungan dari pajak industri mencapai US $ 700 juta – US $ 800 juta pertahun, bahkan dapat mencapai lebih dari US $ 1 Miliar. Belum lagi berbagai suku di Papua kehilangan tanah dan lahan penghidupan mereka karena adanya proyek MIFEE, sebagaimana yang dialami oleh marga Mahuze di Merauke.

West Papua adalah sebuah Bangsa

Dari kenyataan historis 1961, 1963 dan 1969 dan perkembangan penindasan paska PEPERA, kita harus mengakui: pertama, keberadaan NKRI di West Papua adalah ilegal; kedua, terjadi penjajahan di Papua selama 50an tahun; ketiga, West Papua adalah sebuah Bangsa (nation).

“Nation” atau “Bangsa“ dalam sejarahnya terbentuk dari komunitas masyarakat yang stabil/tertentu, yang terbentuk berdasarkan sebuah kesamaan bahasa, teritori (wilayah), kehidupan ekonomi, dan perubahan psikologi, yang termanifestasikan dalam sebuah kebudayaan bersama”.

Kecurangan, penipuan sejarah, diskriminasi, penyiksaan, pemenjaraan, pembunuhan, dan genosida atau kue-kue “otonomi khusus” tak membuat perlawanan dan kehendak untuk Merdeka bagi bangsa West Papua surut. Sebaliknya, bangsa dan rakyat West Papua bersatu dalam representasi kekuatan politiknya dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Pengalaman (experience) dalam penindasan dan perjuangan yang mewujud dalam ULMWP merupakan bukti konkret bahwa West Papua sebagai sebuah Bangsa.

Adalah kemunafikan apabila kita atau pemerintah Indonesia bisa mendukung pembebasan Palestina tapi diam dan membiarkan penjajahan yang terjadi dalam bingkai teritori Indonesia. Oleh karena itu, tak ada lagi alasan menganggap West Papua sebagai bagian Indonesia baik dalam hukum internasional maupun secara politik.

Mengapa Penting bersolidaritas bagi Bangsa West Papua?

Pertama, Dunia akan lebih baik dan indah apabila setiap bangsa tidak hidup dalam penjajahan dan dapat bekerjasama secara demokratis, adil dan setara.

Kedua, apa yang kita lihat di tanah West Papua adalah penindasan sistematis yang tidak manusiawi. Ketika kita berbicara kemanusiaan namun membiarkan penjajahan di atas tanah West Papua terus berlanjut, maka, sesungguhnya kita sedang bertindak tidak manusiawi.

Ketiga, solidaritas kami terhadap bangsa West Papua untuk menentukan nasibnya sendiri juga merupakan bagian dari perjuangan mendemokratisasikan rakyat dan bangsa Indonesia, memperjuangkan kesadaran kemanusiaan yang beradab terhadap rakyat dan bangsa Indonesia.

Keempat, solidaritas kami terhadap bangsa West Papua untuk menentukan nasib sendiri merupakan bagian dari perjuangan melawan Imperialisme dan Korporasi Internasional yang menyokong praktek kolonialisasi NKRI di tanah West Papua.

Kelima, solidaritas kami juga merupakan bagian dalam perjuangan melawan rasisme terhadap siapapun, termasuk bangsa West Papua.

Keenam, tidak ada jalan lain untuk menghentikan praktek kolonialisme dan militerisme di West Papua selain mendukung Hak Menentukan Nasib Sendiri.

Ketujuh, dan tidak ada jalan lain, yang lebih bermoral guna menghentikan genosida “perlahan” di West Papua selain mendukung Hak Menentukan Nasib sendiri.
   
Apa yang harus diperjuangkan?

Atas realitas yang terjadi di tanah West Papua kami meyakini jalan perjuangan yang harus ditempuh dalam perjuangan pembebasan nasional bangsa West Papua adalah, sebagai berikut:

1.    Mendukung Bangsa dan Rakyat West Papua untuk Menentukan Nasib Sendiri melalui mekanisme Referendum. Dan kepesertaan Referendum akan ditentukan oleh rakyat West Papua melalui representasi politiknya dalam ULMWP.
2.    Mendukung Keanggotaan ULMWP di Melanesia Spearhead Group, Pasific Island Forum  dan  memperjuangkan keanggotaan ULMWP di PBB.
3.    Sebagai syarat yang tak terpisahkan bahwa militer organik dan non-organik di West Papua harus ditarik agar referendum di West Papua dapat berjalan secara damai, adil, dan tanpa tekanan.
4.    Kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi Bangsa West Papua harus dibuka lebar dan dijamin.
5.    Kami menolak intervensi imperialis dalam proses perjuangan demokratik West Papua.
6.    Kami juga menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun konsolidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua.
7.    Kami juga menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di tanah West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.
8.    Kami menolak politik rasial yang dilakukan oleh NKRI dan TNI/POLRI secara sistematis dan masif terhadap bangsa West Papua.
9.    Pendidikan gratis, perluasan sekolah dan universitas, kesehatan gratis, transportasi murah dan massal, dsb.

Akhirnya penting kami sampaikan, mari kita bersama-sama (Rakyat Indonesia, West Papua dan Dunia) bersatu untuk mengakhiri penipuan sejarah dan penderitaan di tanah West Papua.

Hormat diberi, 
Hidup Bangsa West Papua!
Hidup Rakyat West Papua!


Jakarta, 29 November 2016

Surya Anta
Juru Bicara FRI-West Papua

Gambar Aliansi Mahasiswa Papua, Jakarta, 1 Desember 2014/ doc amp

Oleh, Thomas Djanama*

Gerakan perempuan Papua menuju pembebasan nasional, tidak bisa dipisakan dari perjuangan pembebasan sejati rakyat papua secara keseluruhan. Dimana pandangan-pandangan umum yang menggeserkan posisi dan peran aktif perempuan dari keterlibatan dalam dunia kerja tidak hanya dialami oleh perempuan diberbagai belahan dunia, perempuan Papua sebagai bagian dari golongan masyarakat di Papua yang saat ini berada dalam penindasan imperealisme dan kolonialisme NKRI juga berada pada posisi terpinggirkan dari hak-haknya.

Tanah Papua ibarat seorang gadis yang selalu direbut oleh berbagai macam pria di seluruh penjuru dunia. Seorang gadis berbusana emas dan membuat mata dunia selalu memandang terutama para penguasa global saat ini.

Sama seperti anak cucunya yaitu perempuan Papua yang selalu di diskriminasi, diperkosa, bahkan dibunuh hak-haknya.

Dalam logika kepentingan kapitalis memperbanyak tenaga-tenaga kerja murah dan massal di Papua, perempuan adalah sasaran yang sangat mengguntungkan. Anggapan umum masyarakat bahwa perempuan bukan pencari nafkah utama menyebabkan mereka tidak berhak atas tunjangan keluarga.

Perempuan Papua  sedang mendapatkan serangan besar-besaran dari kaum konservatif. Serangan tersebut berupa stigmatisasi tubuh/seksualitas perempuan sebagai sumber kehancuran moral bangsa dan penyebab tindakan kriminal seperti pemerkosaan dan kekerasan.

Sepanjang tahun 2012 terdapat 207 kebijakan daerah/Perda (Peraturan kolonial indonesia) yang diskriminatif terhadap perempuan, sehingga total saat ini terhadap 282 Perda yang tersebar di seluruh daerah di Papua yang mengatasnamakan moral dan agama. Banyak dari Perda tersebut mengatur tentang cara berpakaian, peraturan jam malam bahkan gerak tubuh perempuan.

Ironisnya, serangan terhadap seksualitas perempuan dilakukan bersamaan dengan pemasifan komodifikasi tubuh perempuan. Hal ini terlihat jelas dalam industri kecantikan dan pornografi. Di Papua, dalam situasi  sekarang, industri kecantikan justru dinilai sebagai industri yang tahan krisis dan sangat menjanjikan dalam peningkatan pencapaian keuntungannya. Industri ini menentukan standar-standar tertentu tubuh perempuan dan merongrong kepercayaan diri mereka.

Bisnis trilyunan rupiah juga menanti di balik industri komodifikasi perempuan sebagai pekerja seks paksa, model, bintang film porno, perempuan penghibur di bar atau restoran, dll. Perempuan sangat rentan sebagai korban perdagangan manusia. Perempuan menjadi korban sindikat perdagangan seksual.

Kesimpulannya, saat ini perempuan Papua tengah menghadapi upaya pemiskinan yang secara sistematis dilakukan oleh kapitalisme dan di saat yang bersamaan perempuan juga tengah mendapatkan represi besar-besaran terhadap tubuh dan seksualitasnya.

Penindasan terhadap perempuan Papua  pada khususnya adalah salah satu dari banyak bentuk penindasan-temasuk rasisme, homophobia, dan seksisme yang dihasilkan dari suatu masyarakat yang berlandaskan penghisapan kelas terhadap banyak orang demi keuntungan segelintir pihak.

Dengan pemahaman ini kita bisa juga mengembangkan gagasan-gagasan bagaimana memerangi penindasan terhadap perempuan Papua. Jelas hal ini melibatkan perjuangan untuk memenangkan setiap reforma dan mengusung pertanyaan mengenai hak-hak kaum perempuan, namun landasan perjuangan melawan penindasan terhadap perempuan juga mengarah letaknya pada perjuangan kelas untuk sosialisme.

Sebagaimana Engels dalam “Asal-Usul Keluarga, Negara, dan Hak Milik Pribadi”[1] menuliskan bahwa penindasan dan degradasi perempuan tidak melulu hadir sepanjang sejarah umat manusia. Benar bahwa bahkan di awal sejarah manusia di suatu periode yang disebut sebagai ‘komunisme primitif’, dimana kondisi-kondisi keterbelakangan berarti suku-suku harus bekerjasama demi memenuhi kebutuhan dasar, dan juga tidak ada nilai lebih untuk menghasilkan laba-kerja laki-laki dan perempuan dibagi berdasarkan jenis kelamin. Untuk alasan-alasan biologis perempuan perlu merawat anak-anak dan dengan demikian peran mereka dalam produksi pangan berdasarkan pengumpulan dekat tempat tinggal sementara laki-laki berburu. Bagaimana pun juga terlepas dari pembagian kerja, kaum perempuan tidak dipandang sebagai kaum yang inferior atau lebih lemah dibandingkan kaum laki-laki dan status mereka terbantu dengan fakta bahwa keluarga dilacak melalui garis ibu, karena tanpa pernikahan dan ketaatan sebagai norma sosial mustahil memastikan siapa bapak dari seorang anak.

Revolusi Neolitik memunculkan alat-alat dan domestifikasi binatang yang muncul pertama kali dalam sejarah manusia, sehingga tidak hanya memungkinkan pemenuhan kebutuhan dasar namun juga penciptaan nilai lebih. Penciptaan nilai lebih menandai awal masyarakat kelas yang baru karena kini mustahil bagi beberapa orang untuk menjual nilai lebih untuk laba, maka mulai memunculkan perbedaan antara yang kaya dan miskin. Sedangkan sebagian mulai menimbun kekayaan mereka juga mulai membeli budak dan membayar orang lain untuk menggarap tanah; sehingga disini kita menyaksikan contoh awal dari penggarap dan tuan tanah.

Proses ini mengakibatkan kaum perempuan dinilai sebagai kaum inferior atau lebih lemah dibandingkan laki-laki dalam masyarakat, karena melalui kerja laki-laki lah, laba dihasilkan. Penciptaan nilai lebih juga memunculkan hak waris. Semakin tinggi status seseorang berarti bahwa keluarga tersebut dilacak melalui garis keturunan laki-laki, yang kemudian mengharuskan pemaksaan kepatuhan perempuan. Disinilah kita menyaksikan asal-usul pernikahan.

Penindasan terhadap perempuan muncul dalam embrio masyarakat kelas dan terus tumbuh ke dalam sistem kapitalisme dengan demikian penindasan terhadap perempuan kian kompleks dan berurat akar. Demi membebaskan atau mengemansipasikan perempuan, kita harus menggulingkan sistem yang menciptakan dan diuntungkan melalui penindasan terhadap kaum perempuan.

Perjuangkan Pembebasan Perempuan Papua dan Sebuah Perspektif Perjuangkan Sosialisme

Kapitalisme dan penindasan saling terhubung satu sama lain. Seksisme, sebagaimana rasisme, ableisme, homophobia, dan berbagai bentuk penindasan lainnya berasal dari penindasan kelas  karena itu demi menghapuskan semua bentuk penindasan demikian kita juga harus melawan kapitalisme. Seksisme, rasisme, dan sebagainya semua hal demikian digunakan oleh para kapitalis untuk memecah-belah tenaga kerja demi mecegah mereka bersatu melawan musuh mereka yang sama dan yang sebenarnya, yaitu kaum majikan dan kapitalis. Kapitalisme bersandar pada penindasan terhadap mayoritas untuk mempertahankan kekuatan minoritas dan penindasan berkembang dengan subur dalam kesenjangan ekonomi dan sosial yang diciptakan dalam sistem kapitalis.

Perempuan adalah mayoritas umat manusia tetapi di mana-mana mereka dikutuk untuk menanggung bagian terbesar dari beban penitipan anak, membersihkan dan memasak. Ini adalah dasar dari semua bentuk ketidaksetaraan seksual.

Secara ekonomi, hukum dan budaya. Upah tenaga kerja perempuan secara sistematis dibayar kurang dari yang laki-laki. Mereka mengalami diskriminasi pada akses untuk dibayarkannya pekerjaan mereka dan penindasan di tempat kerja.

Di banyak bagian dunia kebanyakan perempuan masih hanya dikurung di rumah, dikenakan perlindungan laki-laki, tanpa hak-hak dasar demokratis dan ekonomi dan mengalami penindasan dan kekerasan dari laki-laki jika melanggar  aturan-aturan  agama  yang membenarkan semua ini. Di tempat kerja di dunia ketiga, perempuan pekerja secara rutin disalahgunakan tanpa cuti hamil dan mengalami perlakuan merendahkan.

Bahkan di negara-negara di mana kesataraan resmi dan formal telah dimenangkan perempuan masih menanggung beban ganda yaitu bayaran pekerjaan mereka dan tenaga kerja domestik. Hidupnya dua pengecualian kerja ini membuat kebanyakan perempuan dikecualikan dari kesetaraan akses terhadap kehidupan politik dan sosial.

Perempuan Papua hanya akan dibebaskan dan bebas dari diskriminasi ketika fondasi ekonomi dari kelas penguasa dan supremasi laki-laki digulingkan. Sementara akar yang mendalam dari penindasan ini terletak pada masyarakat kelas kuno mereka yang diperkuat oleh global kapitalisme. Hanya masyarakat sosialis, yang menjalankan  untuk kebutuhan manusia dan bukan keuntungan pribadi, akan bisa membuat seluruh masyarakat untuk mengambil pekerjaan domestik yang saat ini terutama dilakukan oleh perempuan di rumah. Hanya kemudian akan perempuan dapat merealisasikan potensi mereka sepenuhnya. Sebuah masyarakat sosialis akan mempromosikan pengasuhan anak kolektif, pemerataan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan membersihkan dan perawatan anak antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat secara keseluruhan. Perempuan tidak lagi dipaksa untuk melakukan tugas-tugas dasar secara terpisah dalam unit keluarga yang terisolasi. Penyediaan layanan sosial ini  yang didanai dengan baik dan dijalankan secara demokratis bisa menjadi berjuta-juta kali lebih baik dibanding dari ketentuan yang dibuat dalam keluarga hari-hari ini.

Dengan cara ini, pilihan nyata standar hidup yang tinggi dan kesetaraan seksual yang nyata bisa menggantikan kemiskinan, isolasi dan penindasan yang dihadapi kelas pekerja perempuan Papua hari-hari ini.

Sosialisme akan mengakhiri semua bentuk penindasan yang banyak digunakan oleh sistem kapitalis, termasuk yang dihadapi oleh kaum perempuan Papua. Sementara kapitalisme bersandar pada aturan gender yang ketat, sosialisme akan menyingkirkan semua pelabelan represif terhadap semua individu. Hubungan-hubungan dan keluarga-keluarga yang sebelumnya tidak tunduk pada nilai-nilai ideal monogami (sebagaimana yang dituntut oleh kapitalisme untuk melacak pewarisan, tentu saja dengan bersandar lebih kepada monogami perempuan daripada monogami laki-laki) akan diterima secara sosial sebagaimana yang lainnya[2].

Perjuangan pembebasan perempuan  Papua untuk mengakhiri penindasan berbasis gender, solusinya tidak terletak dalam feminisme borjuis yang semata menyarankan kesetaraan seks dan gender hanya di pucuk kekuasaan masyarakat. Ideologi demikian tidak membantu mayoritas kaum perempuan terlebih perempuan Papua, terutama karena mengabaikan bentuk-bentuk penindasan lainnya dan hanya memperbolehkan segelintir perempuan untuk meraih tingkat dan jenjang yang lebih tinggi dalam masyarakat.

Disini, sebagai majikan maupun sebagai politisi borjuis dan lainnya. Mereka pada gilirannya akan menjalankan penundukan baik terhadap pekerja laki-laki maupun perempuan seringkali tanpa menyadarinya. Inilah yang bisa dijanjikan kapitalisme dalam hal kesetaraan: kesempatan yang langka untuk memilih menjadi kaum tertindas atau kaum penindas.

Kita membutuhkan sosialisme dan suatu perjuangan untuk memenangkan semua reforma yang mungkin diraih langkah-langkah yang vital bagi perlindungan dan emansipasi mendesak kaum perempuan Papua. Kekerasan terhadap perempuan, perilaku-perilaku masyarakat yang berbahaya, penyangkalan atas pendidikan dan banyak bentuk diskriminasi gender brutal lainnya harus dilawan sekuat dan secepat mungkin. Bagaimana pun, reforma-reforma sosial juga punya batasan-batasan atas apa saja yang bisa diraih.

Kesetaraan sepenuhnya hanya bisa dicapai melalui penghancuan terhadap akar penindasan, yaitu kapitalisme. Sosialisme menuntut perlakuan seatra terhadap semua orang apapun jenis kelaminnya, ras, kebangsaan, maupun orientasi seksnya. Reforma-reforma sosial harus diserasikan dengan ekonomi terencana untuk menjamin suatu masyarakat yang bebas dari diskriminasi dan penundukan terhadap semua orang, baik di tempat kerja, di perawatan kesehatan, dan di sistem legal, sebagaimana pula di dunia maya, di jalanan, dan juga di rumah.

Sosialisme tidak butuh penindasan karena suatu ekonomi sosialis menjamin dan bergantung pada penjunjungtinggian perlakuan yang adil dan setara bagi semua warga Papua.

Penulis adalah aktivis Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Yogyakarta

Referensi;
[1]. Asal-Usul Keluarga, Negara, dan Hak Milik Pribadi oleh Frederich Engels
[2]. Democratic Socialist Party dan Resistance. 1998. What Socialists Stand For. Resistance Books, Australia.

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats