Halloween party ideas 2015

Photo saat Usai Diskusi
AMP KK Bali
Pembawa Materi: Joice U
Moderator: Zanches T
Notulensi: Yesaya G

Kronologis.

Diskusi Aneksasi bagi  bangsa Papua Barat 01 Mei 2020  yang di lakukan di kontrakan  Yamewa Bali tersebut didatagi Intel, TNI /PORLI  berpakayaan lengkap, Intel serta Banjar setempat hingga datang  membubarkan sebelum dua (2) jam kemudian akan memulai diskusinya, tindakan yang dilakukan Aparat juga  tanpa memberi surat pemberitahuan ke pada pihak pengghuni dan juga mendobrak pintu pagar tersebut tepat pada Pukul 13:14 WITA Siang di asrama Yamewa Bali.

sebelumnya tanggal 30 April 2020 malam memasuki tanggal 01 Mei 2020, tepat Pukul  12 :11 WITA malam pihak kepolisian mengutus beberapa intel datang memantau di Yamawe, sambil bernegosiasi degan warga setempat yang ada di sekitarnya, intel-intel tersebut juga memantau aktivitas pengghuni di asrama selama malam memasuki 1 mei itu dan memarkirkan mobil Polisi Patroli di samping Asrama Yamewa.

Kemudian Pukul 13: 44  tepat tanggal 1 Mei tersebut pihak aparat kurang lebih  sembilan (9) orang berpakaaian lengkap mendatagi  kontrakan Yamewa hingga membuat keributan di depan asrama untuk memancing situasi dan membuat penghuni Yamewa  dan warga setempat salih baku tidak senang,  kemudian sekitar beberapa menit kemudian Pukul 13: 51 WITA,  Polisi membuka pintu pagar yang sebelumnya di kunci tersebut, namun kami tidak memberikan izin untuk mereka masuk karena tidak ada surat izin yang mereka bawah sebagai barang bukti tersebut.

Numun Pukul 14: 03 WITA kemudian pagar yang di tutup tersebut di buka oleh pihak intel yang sebelumya sudah saling negosiasi degan banjar tersebut untuk merencanahkan hal yang tidak di inginkan, tepat Pukul 14: 03 WITA itu  juga;  kami telah diperhadapkan degan banjar-banjar yang telah di panggil oleh TNI/PORLI tersebut, kemudian  setelah pihak aparat membuka pintunya secara paksa dan saling bertatap muka dengan warga setempat . Kemudian ada pihak Aparat mencaritahu pihak tuan kontrakan Yamewa tersebut hingga menelpon dan menyuruh untuk datang  mengatasi masalah degan Mahasiswa Papua yang ada di Yamewa tersebut tepat Pukul 14: 14 WITA;  hingga terjadi di adu dombakan degan pihak warga setempat. Beberapa jam  di perhadapkan degan banjar setempat dan pihak kontarakan, sedangkan aparat hanya santai dan melihat hal ini semacam biasa.

Pada pukul 14: 25 WITA tersebut Pembicaraan mulai tidak terarah dan Intel-Intel memprovokasi warga masyarakat yang ada dan  juga provokasi tuan kontarakan agar dapat membenci pengghuni kontrakan Yamewa Bali. Pukul 14: 30  kemudian Banjar, Intel juga tuan kontakaan meminta nama-nama penghuni Yamewa katanya “degan alasan agar kami tahu siapa saja penguhi di sini dan berapa jumlanya” pada hal pernah memberikan kepada pemilik kontrakan, namun sempat mengatakan bahwa akan di kasih ketika pihak kepolisian, intel-intel pergi dan akan berbicara sesuai kekeluargaan setelah TNI/PORLI,  Intel bersama tuan kontarakan mereka pergi, dan negosiator mengatakan “kami tidak bisa kasih saat ini apalagi bicara, saat ini kami lagi trauma melihat mereka berpakaiyaan lengkap di depan Kita”.

Namun karena desakan oleh TNI/PORLI tersebut, tuan kontakan bersama beberapa intel menggeluarkan beberapa  kata yang tidak berkenan hingga pemilik kontrakan berbicara soal akan  berakhirnya kontrakan, hingga mau mengeluakan dari kontrakannya.

Namun Pukul 14: 37 WITA kemudian pembicaran sudah mulai tidak terarah sempat negosiator  mengatakan “kami bilang ini bukan berbicara masalah untuk kontrakan, meperpendek dan panjang tetapi ini masalah untuk membatalkan diskusi jadi jagan tarik kesana sini” kemudian tuan kontrakan pun mendesak untuk “ketua segera memberikan nama-nama dan identitas bahkan untuk tandatagan surat perjajian tetapi kami tolak karena semua identitas sudah pernah kami kasih di ibu kontrakannya tersebut akhinya beberapa kawan bubar dari kontrakan Yamewa”.

Kemudian karena melihat pembungkaman ruang demokrasi tersebut tepat Pukul 14:40 WITA Kemudian, mengahlikan tempat diskusi tersebut dan kemudian sebagian mengikuti diskusi tersebut yang akan dimulai Pukul 15: 00 WITA  tersebut dan beberapa kawan kawan menjaga kontrakan Yamewan karena beberapa intel belum pulang dari yamewa tersebut namun hingga Pukul 18:02 WITA malam kemudian, intel tersebut pergi dan meninngalkan asrama.

Namun unutk soal indentitasnya yang di minta oleh tuan kontrakannya akan lanjutkan pembahasannya tanggal dua (2) besok,. Setalah persoalan pembungkaman ruang demokrasi di Asrama tersebut dan pengalihan tempat dilakukan di Asrama selain Kontarakan Yamewa. Kemudian, dibawa ini adalah hasil diskusi menyikapi tentang 01 Mei 2020 sebagai hari Aneksai Bangsa Papua Barat yang ke-57 Tahun.

Diskusi di mulai pada pukul 15:00 WITA
Materi yang dibawakan tentang  “Sejarah aneksasi Bangsa West Papua oleh kolonial Indonesia [01 Mei 1963], sejarah kemerdekaan bangsa PapuaBarat, Manivesto perlengkapan kebangsaan Papua Barat, Operasi militer menjelang 01 Mei 1963, Alasan mengklaim Bangsa Papua Barat oleh Ir. Sukarno DKK. Pengaruh Imprealisme di Asia Tenggara, Perjanjian Ilegal The New York Agreement 15 Agustus 1962 dan The Roma Agreement pada 10 September 1962. Pengertian Intergrasi dan Aneksasi.

Hasil dari sesi diskusi

Dalam sesi diskusi ada beberapa pembahasan bahwa pada saat Proses Trikora juga merupakan beragam kontradiski yang terjadi soal militerisme dan kepentingan negara-negara yang ingin kuasai tanah bangsa West Papua. Dan lahirnya banyak cengkaraman gaya kolonial seperti rasisme hingga pada pembungkaman ruang demokrasi.

Kembali lagi bahwa soal perjanjian-perjanjian yang dilakukan tanpa keterlibatan rakyat Papua Barat dan secara tersembunyi dilakukan perjanjian-perjanjian atas nama rakyat bangsa Papua Barat. Selain itu,  tentang mengklaim wilayah Papua Barat,  Indonesia terus mengklaim terjadi sejak Tahun sebelum 1960-an. Dan itu juga bahwa proses perjanjian dijalankan dengan eksploitasi yang akan dikerut di wilayah Papua Barat mulai saat Belanda menguasai Papua Barat. Dengan secara nyata, sejarah dan gerakan rakyat Papua Barat dengan sesungguhnya di bungkam selama proses aneksasi bangsa Papua Barat. Dan ketentuan yang dibuat dijalanan melalui kondisi perjanjian yang manipulatif. Namun, itu dengan nyata di langgar secara politik dan budaya bangsa Papua Barat dari hukum Internasional maupun hukum kolonial Indonesia.Pembelajaran sejarah yang terstruktur harus memahami soal terbentuk-nya bangsa Papua barat, prasejarah rakyat Papua Barat dan sampai hingga ini tenatang gejolak kolonialisme. Perjuangan sejarah merupakan salah satu impek perjuangan untuk menikdaklanjuti tentang sejarah pradaban Papua Barat. Kembali lagi bahwa sejarah Aneksasi dan Intergaris perlu dipetakan untuk perjuangan keberlanjutan generasi saat ini dan memahami bangsa Papua Barat harus dibawa kemana. Dalam Sejarah Indonesia mengatakan bahwa Intergrasi Papua Barat adalah Indonesia mengusir Belanda dari tanah Papua Barat Namun rakyat Papua barat melihat bahwa itu adalah Aneksasi tanpa keterlibatan Rakyat Papua Barat.

Maka Pandangan Indonesia mengembangkan Ideologynya di Papua Barat terutama melalui pendidikan tentang soal sejarah Indonesia yang sebenaranya terhadap bangsa Papua Barat dan itu memang terlihat di dunia Pendidikan di Papua Barat. Ideologisasi merupakan konsep utama yang sedang dikembangkan oleh Indonesia di tanah Papua Barat seperti “harus menghapal Pancasila, Lagu Indonesia Raya, memakai Pakaian Merah Putih dll, meskipun di teritory Indonesia mempunyai sejarah tersendiri yang berbeda dengan bangsa Papua Barat yang tak terpisahkan. Jati diri-nya Indonesia terus di kembangkan di Papua Barat melalui beragam cara system Pemerintahan Indonesia. Selain itu, catatan sejarah yang tidak pernah akan dilupakan adalah seperti Operasi koteka Tahun 1970-an merupakan Militer melakukan Operasi Koteka dimana Koteka sebagai Pakaian adat harus di gantikan dengan Pakaian kain terutama di wilayah Pegunungan Papua Barat [Wamena, dll]. Inilah system Indonesia di tanah Papua Barat.

Selanjutnya, setalah 01 Mei 1963, ada juga terjadi soal PEPERA [Penentuan Nasib Sendiri] yang penuh dengan maipulasi tanpa mengikuti prosesdur Internasional untuk hak penentuan nasib sendiri; sebelum PEPERA 1969 dilaksana ada sekelompok orang dibawa ke Jakarta yang di pilih untuk melakukan MUSYAWARA, namun apa yang terjadi Pihak Indonesia  menamkan Ideologi Indonesia untuk saat ketika PEPERA berlanjut harus memilih bergabung bersama Indonesia (NKRI) dan sebagain yang tidak ingin memilih terjadi teror, Intimidasi, Penganiyaiaan serta beragam ancaman apabila tidak memilih Indonesia dan itu memang terjadi bahwa sebagian rakyat Papua Barat di hilangkan oleh Pihak Indonesia.

Sebuah kontek yang lebih baik adalah dalam pengembangan sejarah Papua Barat itu kembali pada rakyat Papua Barat untuk menuliskan, mendiskusikkan, serta memahami untuk melanjutkan perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat untuk penyadaran yang luas tanpa pandang kelas. Pada hari ini, juga kita bisa merasakan soal 01 Mei ini mempunyai ketegangan kolonial di Papua Barat dengan militersime, eksplotasi, dan pembungkaman ruang demokrasi, rasisme, kekerasan fisik militerisme dan pengembangan pembodohan Ideology Indonesia di Tanah Papua Barat. Proses ini, merupakan ketidakadilan terjadi yang tanpa tiada akhirnya.

Dalam memepertahankan kemerdekaan itu dengan  sesunggungnya telah  di capai oleh rakyat Papua Barat sejak dahulu, tetapi bangsa lain menduduki Papua Barat dengan alasan penuh untuk kepentingan kekuasaan kekeyaan alam Papua Barat terutama negara-negara yang mempunyai beragam eksploitasi.

Tidak lupa bahwa tentang Kenendy serta Sukarno mempunyai cerita tersembunyi tentang sejarah Papua Barat dan kekuasaan sumber daya alam Papua Barat, kedua Pemimpin ini telah mengatur strategy menguasai Papua Barat seperti perjanjian eksploitasi alam di Papua Barat (PT.Freeport,dll), mengatur tentang Perjanjian The New York Agreement, The Roma Agreement serta menghadirkan UNTEA di Papua Barat, Melakukan PEPERA 1969 yang manipulatif.

Dengan cara itu, Maka hari ini harus di gagas soal bagimana mempertahankan sejarah perjuangan bnagsa Papua Barat di tangan Rakyat serta yang ingin mengtahui tenatang Papua Barat tersebut. Dengan beragam manipulasi yang dilakukan tenatang bangsa Papua Barat dan hari ini, desakan Rakayat Papua Barat tersu masih memperjuangkan Hak Penentuan Nasin sendiri sesuai Manivesto 1961. Dan sebagian dari rakayat Papua Barat memepunyai pertanayaan bahwa Apakah Papua Barat harus Refrendum ulang atau tidak, ataukah harus Pengakuan oleh Indonesia serta sekutunya yang telah manipulasi sejarah Papua Barat?. Ada beberapa tanggapan bahwa bila Refrendum harus di lihat dengan jumlah Populasi rakyat Papua Barat, ketentuan Refreendum dalam kepihakan, pengendali dan siapa yang harus bertanggung jawab. Sedangkan pengakuan adalah merebut kembali sejarah yang telah direbut kemudian di kembalikan ke tangan rakyat secara demokratis. Tetapi tahapan perjuangannya Merdeka antara Pengakuan dan Refrendum sama namun, proses perjuangannya sangat berbeda merebut itu. Maka, catatan penting juga soal Refrendum atau kah Pengakuan merupakan harus kodisikan dengan system kolonial Indonesia, Implementasi Internasional  dan arus deras kekuasaan bangsa luar di Papua Barat maupun konteks hari ini. Maka, subjek yang perlu di pahami dari kedua pandangan ini.

Dalam rabik sejarah bahwa 01 Mei merupakan hari buruh Internasional yang selalu dirayakan oleh belahan dunia dan bagi bangsa Papua Barat merupakan hari aneksasi yang kini berlanjut sedang dijajah Indonesia saat ini. Telusuri kembali saat Belanda berkuasa di Papua Barat selama 64 tahun (1898-1962) dan  penjajahan Belanda beda jauh dengan penjajahan Indonesia hari ini. Belanda mendidik Rakyat Papua Barat dengan cara halus tanpa kekerasan namun ekonomi dikuasai oleh Belanda serta mengkaliam Papua Barat bagian dari kerajaan Belanda, sedangkan Penjajahan Indonesia yang 58 Tahun (1961-2020) prakteknya di Papua Barat pendekataannya dengan militer dan kekuasaan ekonomi secara fisik.

Kedua kondisi ini, harus mampu untuk diliterasikan untuk pemahaman luas dan melawan system kolonialisme yang masih mencekam. Jadi, kewaspadaan dan pertimbangan ini terus menjadi reaksi bagi rakyat Papua Barat yang masih memperjuangkan Hak Penentuan Nasib Sendiri. Tidak pada tahapan ini saja, tetapi hari ini perjuangan TPNPB serta organ gerakan kiri yang sedang terus memperjuangkan untuk Hak Penentuan Nasib sendiri di tangan rakyat Papua Barat. Selanjutnya juga, selain 01 Mei; ada juga tentang Produk-produk kolonial seperti PONXX 2020 yang akan di jalankan di Papua Barat, pembangunan rumah ala penguasaa, pembangunan pos-pos militer yang berdekatan,pemekaran-pemekaran baru serta lainnya. Proses pengembangan sejarah itu sangat kontitusional bagi setiap orang untuk mempelajarinya dan membeda serta ontekstualisasikan sesuai prexisme rakyat Papua Barat.

Melihat hal ini di Papua Barat, semenjak sesudah di aneksasi oleh  Indonesia, semenjak itulah  orang Papua Barat masih di anggap primitif karena saat itu sebelumnya juga telah membuktikan saat The New York Agreement 15 agustus 1962 dan Roma Agreement 30 September  1962  tidak ada ketelibatan rakyat Papua Barat di dalamnya saat itu. Nah hal ini yang membuktikan juga bahwa aneksasi west Papua Barat tersebut di buat atas kepentinggan  kapitalisme, imperialisme dan kolonialisme di atas tanah Papua Barat itu sendiri.

Hinggah hari ini bagi Rakyat  Papua Barat secara umum mengetahui Indonesia menganeksasi bangsa Papua Barat namun dalam sisi lain indonesia masih keliru dengan aneksasi,  hal ini harus diketahui  hingga memberi pelajaran kepada rakyat Papua Barat bahwa Rakyat Papua sendiri harus sadar dan menuliskan sejaranya, berdiskusi juga bercerita tentang semua pelaggaran HAM [Hak Asasi Manusia] yang terus terjadi di atas tanah Papua Barat

Anekasi ini juga memberi sebuah tantagan juga kewajiban yang harus di lakukan di Papua Barat, hal ini agar Rakyat Papua Barat terus menyuarahkan juga menolak semua produk-produk kolonial yang di jalankan di West Papua karena ini sebagai tanda penolakan terhadap Aneksasi tersebut karena ini merupakan pemaksaan yang telah di lakukan oleh kolonial Indonesia dan indonesia memandang ini sebagai integrasi serta menjalankan bisni Imprealisme, Kapitalisme, Kolonialisme di tanah Papua Barat.

Sekian dan Terimkasih!

Denpasar Bali, 1 Mei 2020


Photo saat Intel dobrak masuk 01 Mei 2020


   Kronologi Represif Aparat dan Penangkapan Empat Mahasiswa di Asrama Papua Makassar
Makasar, Pada hari Sabtu, 13 Oktober 2018. dalam gabungan ruang panggung pembebasan AMP, KNPB, PEMBEBASAN dan AMP TPI Makassar melakukan kegiatan "Panggung Pembebasan" dengan thema "Papua Darurat Kemanusiaan" di Asrama Papua Makassar, Jl. Lanto Dg. Pasewang. dalam agenda tersebut telah saling koordinasi untuk melakukan agenda bersamaan seperti di utarakan dalam tulisan Melihat Panggung Pembebasan Di Makassar dan terjadi, penangkapan terhadap kawan-kawan yang bersolidaritas untuk berpartisipasi bersama dalam kegiatan tersebut. Dengan itu, malah terjadi penagkapan terhadap kawan-kawan solidaritas oleh kepolisian dan melalarang untuk melakukan kegiatan tersebut di lingkungan Asrama Papua, Makassar.

Kronologisnya: 

Sejak pukul 16: 27 WITA belasan anggota Polisi tak berserangam sudah berada di halaman Asrama; dan mencabut spanduk, lalu melarang acara tersebut karena, menurut Polisi, tak mendapatkan surat izin dari kepolisian.

Pukul 19:00 WITA acara panggung di mulai. Sejak itu Puluhan Polisi tak berseragam itu menghadang kawan yang datang di depan pintu masuk Asrama, dan memeriksa barang bawaan, dan menyita Satu buah Gitar.

Dalam tekanan Aparat yang sangat ketat, teriakan puisi, orasi, nyanyian perlawanan terus getarkan pangggung. Acara digelar dengan damai bersama kawan-kawan Papua, Mahasiswa Indonesia dan aktivis pro demokrasi. Aparat Polisi/TNI semakin banyak di depan Asrama dan terus menekan panitia untuk segerah dipercepat. 4 Anggota Intel berada di dalam Asrama bersama-sama sejak awal mulai hingga berakhirnya acara.

Pada pukul 22:00 WITA acara ditutup dengan doa dan nyanyian "Tanah Papua".
Seketika kawan-kawan Pulang meninggalkan Asrama, Aparat dengan brutal menyeret 3 (tiga) Mahasiswa Indonesia dan satu aktivis Pro demokrasi, anggota PEMBEBASAN Makassar ke dalam Mobil. Sisahnya dikepung dalam kurungan Aparat di dalam Asrama. Beberapa kawan di incar/dicari. Dengan semaunya mereka (aparat) memeriksa setiap kamar penghuni Asrama Papua.

Aduh mulut, saling dorong antara Mahasiswa Papua dan kepolisian pun makin mendidih. Polisi makin gila dengan kejar kawan-kawan yang diterget mereka, membuat situasi arsama makin panas.
Kawan-kawan Papua menuntuk landasan HUKUM yang membenarkan tindakan pengepungan, pelarangan acara dalam asrama, serta tindakan penangkapan 3 orang Mahasiswa Indonesia yang di undangan dan 1 anggota Pembebasan; serta menuntuk untuk harus dibebaskan tanpa syarat. Sementara Polisi dengan sikap arogannya mengincar beberapa kawan yang ditarget Polisi.
Satu anggota Aparat yang tak berseragam membawa senjatah laras panjang ke dalam Asrama saat Mahasiswa dikepung.

Pukul 23:30 WITA Puluhan mahasiswa Papua sepakat untuk jalan kaki menduduki penjarah Polrestabes Makassar hingga 4 kawan dibebaskan dan setelah kepolisian memberikan alasan logis atas tindakan berlebihannya.

Pukul 23:50 WITA Kapolsek Tamalate tiba diasrama dan Mahasiswa Papua terus menanyakan dasar hukum tindakan Polisi melarang aktivitas mahasiswa berkumpul, bernyanyi, berpuisi, mop hingga berujung represif dan penangkapan.

Kapolsek mengatakan “Masalah selesai. Sekarang kita bubarkan diri masing-masing.” “4 kawan Anda akan dipulangkan sesegerah mungkin.” Lanjutnya. Mahasiswa Papua mengatakan “hingga satu jam kedepan belum juga dipulangkan, kami akan bergerak menduduki Polrestabes”.

Pukul 12:50 WITA. Belum juga dipulangkan. 11 orang Mahasiswa Papua segerah ke Polrestabes untuk memastikan keberadaan mereka. Dari Polrestabes kota Makassar mengaku tak tahu keberadaan mereka. Ternyata 4 kamerad itu dikurung dalam mobil polisi hingga pukul 00:10 WITA.
00:30 WITA. Setelah didampingi oleh LBH Makassar dan dari organisasi, kawan-kawan Indonesia dan Papua membubarkan diri masing.

4 orang ditangkap dan dipukul

Dalam kronologi yang terpisah:

Setelah kegiatan selesai, 3 orang mahasiswa dan 1 aktivis pro demokrasi yakni Amri, Fariz, Fahri dan Wildan yang merupakan peserta yang diundang hendak meninggalkan lokasi, namun tiba-tiba bebrapa anggota polisi yang berada di lokasi melakukan dugaan kekerasan dan menangkap 4 orang peserta tersebut.  Amri, dicekik, dipaksa membuka jaket dan pakaian lalu dagunya ditodong dengan senjata. Ia kemudian dipukul di bagian kepala dan dirampas HP serta tasnya, lalu dibawa ke mobil Patroli Polisi. Wildan dengan diseret dan ditarik paksa, lalu polisi menampar dan memasukkannya ke dalam mobil Patroli Polisi.

Hal yang serupa juga dialami oleh Fahri yang ditangkap dan diseret disekitar parkiran Asrama. Ia kemudian dipukuli di bagian kepala dan dibawa paksa ke mobil Patroli Polis. Sedangkan, Imam, yang masih berada di dalam asrama Diseret ke mobil patrol dan dipukul pada bagian ulu hati hingga ia merasa mual didalam mobil polisi.

Tak sampai di situ, salah satu peserta undangan juga mengalami dugaan tindak kekerasan oleh polisi, yakni Atu Peserta Undangan. Pada saat kejadian, ia sedang merekam proses penggerudukan pihak kepolisian  didalam asrama Mahasiswa Papua. Ia didatangi oleh salah satu aparat kepolisian dan kemudian seorang aparat polisi menunjuknya. Kemudian, dia ditarik paksa hingga jatuh  lalu ditendang. Namun mahasiswa Papua menarik Atu kedalam asrama. 

Sekitar jam 00:10 Wita 4 orang Peserta Undangan tersebut yang berada di dalam Mobil Polisi (unit jatanras) lalu dilepaskan.
Kami menilai,

Pertama, tindakan Aparat TNI/Polri melakukan pembatan ruang berekspresi, berkumpul, berpendapat, dan berorganisasi kepada Mahasiswa, khususnya Mahasiswa Papua.
Kedua, aparat mendiskriminasi mahasiswa Papua ke dalam pandangan yang sangat subjetif sehingga mencerminkan adanya praktek rasis (rasisme: tindakan yang dinilai, dipandang, diperlakukan oleh kelompok tertentu yang menganggap diri superior).

Ketiga, Aparat TNI/Polri melakukan pembrangusan ruang demokrasi dan membatasi hak mahasiswa untuk belajar, bergeskpresi, berkumpul, dan beroganisasi, yang sesungguhnya juga telah dijamin oleh konstitusi Republik Indonesia.

Keempat, terlihat ada maksud tertentu yang disembunyikan dibalik tindakan Aparat TNI/Polri yang berlebihan itu. Sangat berlebihan dan melenceng dari Eksistensi tugas pokok dan tanggungjawab Aparat TNI/Polri. Junjungan HAM dan Demokrasi tak diutamakan dalam hal bertugas. Sehingga tindakan Aparat tetap mencerminkan mempertahan kekuasaan Rezim Jokowi-JK yang anti terhadap persoalan kemanusiaan, HAM dan demokras dan tidak pro rakyat.

Sehingga dalam liris ini tak ada pernyataan sikap yang dibuat, sebab tugas pokok mahasiswa dan rakyat adalam berjuang merebut Demokrasi, HAM, dan kedaulatan Rakyat dari rezim anak boneka Imperialisme, Jokowi-JK.

Nara Hubung,
Jhon (Komite Persiapan AMP Makassar)/082136948015
Demis (AMP TPI Makasar)/0821399177921 
Yeti (KNPB Makassar)/085398684079

Photo-Photo












Panggung Pembebasan di Makasar, Ilustrasi oleh Pangung bersama
Kondisi Rakyat West Papua
Papua, hingga akhir tahun 2018 persoalan kemanusiaan terus berlanjut. Makluk yang bernama Darurat kemanusiaan ini telah menjadi bagian dari kehidupan panjang orang West Papua.
Tanggal 7 Oktober 2018, satu (1) orang meninggal dunia karena kecelakaan lalulintas (tabrakan) di Dekai, Yahukimo. Tragedi itu memicuh saling perang antar-kelompok korban dan pelaku pengendara. Akibatnya telah menewaskan 4 orang dan 71 orang (masyarakat sipil) lainnya mengalami luka berat. Ironisnya, anggota Brigadil Mobil (BRIMOB) menewaskan 1 orang remaja dan 3 remaja lainnya luka berat akibat terkena peluru senjatah laras panjang saat sedang terjadi pertikaian. Hingga detik ini konflik masih memanas. Di Oksibil-Pegunungan Bintang, pada 2 Oktober 2018, akibat perebutan jabatan Bupati, terjadi konflik antar-kelompok yang terbagi dalam massa pro dan kontra Bupati terpilih Oksibil, Costam Oktemka, 1 orang meninggal dunia dan 11 orang lainnya luka-luka akibat kena serangan peluruh senjatah milik anggota Polisi dan Brimob (yang saat itu berposisi dibarisan massa pro Bupati) dan anak-panah.  Di tanggal yang sama terjadi pula konflik yang mengakibatkan belasan rakyat berjatuhan di kota Wamena. Begitu juga juga di Kab. Puncak Jaya.

Peristiwa kemanusiaan lainnya adalah Mati Misterius. Peristiwa ini dikenal dengan pembunuhan dengan pola pembunuhan di malam hari. Pelakunya hanya Tuhan saja yang tahu. Aparat Kepolisian pun tak pernah mengusut satu kasus pun. Rakyat selalu dikagetkan ketika mayat berjatuhan di dimana-mana. Peristiwa ini sudah lama terjadi dan setiap hari. Disusul lagi peristiwa tabrak lari. Pelakunya selalu melarikan diri dan pihak berwajib tak pernah menangkap hingga terungkap siapa pelaku kejahatan itu. Selanjutnya, peristiwa penyakit misterius. Rakyat Papua terus berduka ketika puluhan manusia papua mati serentak dalam waktu yang bersamaan. Misal, kematian 174 anak di Yahukimo pada 2015; 86 anak meninggal akibat Gizi Buruk di Asmat, 68 anak di Deiyai (2018), dan kini makluk misterius itu menyerang warga Pegunungan Bintang.

Permasalahan lain yang berhubungan erat dengan kemanusiaan adalah praktek sistim tanpa masa depan di Papua. Proyek-proyek negara Indonesia, pertambangan, perkebunan dan jenis-jenis investasi-investasi lain, dan proyek keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Indonesia mengancam kehidupan rakyat West Papua.

Diatas kondisi darurat kemanusiaan di West Papua, Jokowi terus masifkan pembangunan jalan dan infrastruktur tanpa melihat dan memahami nilai kemanusiaan rakyat West Papua. Kepentingan Pilpres, Jokowi dan Prabowo juga terus bangun propaganda murahan di Papua. Elit politik lokal saling merebut kekuasaan rakyat yang jadi tumbal. Spanduk dan Poster Calek anggota legislatif masif dikampanyekan dengan melegitimasi persoalan kemanusiaan di West Papua untuk mencari jabatan dalam sistim Indonesia yang mengkoloni.

Disisi lain, Rezim Jokowi-JK, Elit Papua dan Pihak PT. Freeport Indonesia terus melakukan negosiasi Perpanjangan galian dan status PT.FI tanpa melihat persoalan kemanusiaan dan mendengarkan Aspirasi Rakyat Papua selama ini. Selanjutnya Elit Lokal Papua dan Jakarta juga membicarakan status Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, yang sesungguhnya tak berdampak signifikan bagi kemajuan dan perbaikan realita sosial rakyat Papua.

Sehingga berkesimpulan bahwa Papua menjadi idola kaum penguasa dan kepentingan vital Kapitalis Global serta kapitalis-birokrat. Modal menjadi hasrat kaum pemodal sehingga rakyat Papua menjadi tumbal atas akumulasi kepentingannya. Dan sejarah membenarkan hal itu.

Pendudukan Indonesia dengan pola militeristik membuka lahan bagi Amerika dan sekutunya tanam jangkar modal barang dan Uang di West Papua. Sehingga Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969 prakteknya cacat hukum Internasional dan memperoleh suara manipulatif dibawa tekanan Militer. Pepera harus dimenangkan untuk membenarkan pendudukan Indonesia di hadapan dunia Internasional sehingga mendapatkan legalitas Hukum Penanaman Modal Asing di Indnesia bagi keberadaan Freeport di Gubung Nemangkawi. Freeport sudah beroperasi di Timika sejak 2 tahun sebelum Pepera dilaksanakan. Sehingga pendudukan Indonesia dan perusahaan raksasa milik AS itu, sebanyak 500.000 juta jiwa orang Papua telah hilang dalam pembantaian Militer sejak 1962 hingga 2004. Hingga detik ini, rakyat West Papua adalah sebagian dari jutaan rakyat korban kepentingan Imperialisme di dunia.

Masyarakat dunia terus menjadi tumbal rakusnya sistem kapitalisme monopoli dunia (Imperialisme), yang kenyataannya terus membawa krisis demi krisis yang bebannya selalu ditimpakan diatas pundak rakyat. Imperialisme terus memaksakan kebijakan ekonomi Neoliberalnya diberbagai negeri melalui berbagai skema dan menggerakkan seluruh Instrumen penghisapannya. Lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan globalnya seperti Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund-IMF), Bank Dunia (World Bank-WB) dan, organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization-WTO)yang dilahirkan dari sistem Bretton Woods yang dibentuk sebagai penggerak ekonomi dan keuangan global paska Perang Dunia dan Depresi besar (Great Depression) tahun 1930an. Pada tahun ini, pada 12-14 Oktober 2018 mendatang, Indonesia menjadi Tuan Rumah AM IMF-WB yang akan diselenggarakan 2018 di Nusa Dua Bali. Pertemuan ini merupakan pertemuan terbesar dunia dalam bidang ekonomi dan keuangan, yang menghadirkan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari 189 negara anggota serta sektor privat, akademisi, NGO dan media. Pertemuan tersebut akan mendiskusikan perkembangan ekonomi dan keuangan global serta isu-isu terkini, antara lain: a). Pengurangan kemiskinan; b). Pembangunan ekonomi internasional; dan c). Isu-isu global lainnya.
IMF, Word Bank dan WTO Menumpas Rakyat

Organisasi perdagangan Dunia/Word Trade Organization (WTO) menciptakan kesengsarahan manusia di dunia dengan menguasai pasar dan lahan pertanian. WTO juga disuport oleh Bank Dunia (Word Bank) dan Bank Moneter Internasional (IMF). Organisasi perdagangan ini didominasi oleh beberapa negara industri maju, seperti Amerika Serikat, dan Inggris Raya.

Dalam kenyataannya, WTO mempraktekan aturan bebas investasi dan perdagangan murah kepada semua anggota WTO. Sehingga negara berkembang, seperti Republik Indonesia tetap menjadi korban dan rakyat Indonesia, terutama Petani meanggul beban deritanya. Dengan dibuatnya aturan batas maximun dan minimun ekspor/impor produk diatas 10% dan pembatan produk lokal dengan adanya aturan hak paten dan banjirnya barang-barang murah di pasar, Produk Indonesia (lokal) makin ditekan oleh arus pasar bebas itu.

Indonesia pernah berada dalam daftar negara eksportir Beras. Tetapi krisis sejak 1998 yang berkepanjangan hingga 2008, sampai saat ini IMF memberikan jerah kepada Indonesia dengan pinjaman menghadapi kritis tersebut. Hingga detik ini Indonesia termasuk Negara Importir beras murah dari luar negeri sehingga dampaknya problem persaingan produk beras lokal. Apa lagi sekarang sudah ada hak paten biji beras tertentu dari AS. Ini mengancam perkembangan produk lokal. Lebih parah lagi adalah kondisi keberadaan rakyat West Papua.

Kenyataannya, rakyat West Papua terus berada dalam pengaruh kekuasaan yang dominasi. Hegemonik imperialisme membuat rakyat bergantung kepada Uang dan produk dari luar. Sejak Indonesia menerima beras Bulog, Impor dari luar, dibanjirkan kepada rakyat West Papua dengan semangat mengatasi produk tradisional. Tetapi tak diberdayakan bagimana bercocok-tanam padi! Begitu pula dengan banjirnya Uang Otonomi Khusus, 1 Miliyar Dana Desa tampa memoderenisasi rakyat West Papua. Tentunya makluk ketergantungan kepada uang dan barang impor itu diciptakan kepada rakyat west Papua untuk kepentingan pasar barang dan Modal.

Rakyat West Papua dialihkan pandangan dengan konflik horizontal, pemilukada, Dana Desan, Togel; pembunuhan, penangkapan, tabrak lari, mati misterius, dan sebagainya. Sementara Sawit sedang babat hutan dan rawah mengelilingi pulau Papua dari Pesisir pantai hingga pegunungan; penggalian Bumi legal dan ilegal terus menguras isi SDA; pembangunan pangkalan-pangkalan Militer dan pembangunan infrastruktur sangat masif dilakukan. Semua ini kepentingannya akses modal kapitalisme internasional.

Sehingga, kaum penjajah, Imperialis (pemodal bank dan pemodal Industri) dan kapitalis-Birokrat tetap bersemangat ketika melihat rakyat west Papua tenggelam dalam konflik-konflik horizontal yang diciptakan oleh oknum-oknum tertentu. Mereka membiarkan kita terus baku bunuh, memelihara konfik, dan terus memperbesar agar kita dan energi kita habis disitu. Sementara perampasan lahan dan pengeruhkan SDA sangat ganas dilakukan. Mereka mengingikan persoalan darurat kemanusiaan itu terus terjadi di West Papua.

Sehingga kondisi ini mengharuskan rakyat West Papua menentukan kondisi objektif yang baru, yakni bebas dari penindasan dan cengkraman kekuasaan yang menindas, memenjarah, dan menguras SDA. Tak ada jalan lain merebut pembebasan itu didalam kerangka Rezim (Indonesia) antek Imperialis ini, selain jalan revolusi menuju Pembebasan Nasional West Papua.

Salam Pembebasan Nasional West Papua

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats