Halloween party ideas 2015

ilutrasi gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP]
"Ikhtisar Tentang West Papua Dalam Arus Kejahatan Globalisasi (Bagian I)"
Oleh: Jhon Gobai***

West Papua, hingga akhir tahun 2018 persoalan kemanusiaan terus berlanjut. Makluk yang bernama Darurat kemanusiaan ini telah menjadi bagian dari kehidupan panjang orang West Papua.

Tanggal 7 Oktober 2018, satu (1) orang meninggal dunia karena kecelakaan lalulintas (tabrakan) di Dekai, Yahukimo. Tragedi itu memicuh saling perang antar-kelompok korban dan pelaku pengendara. Akibat-nya telah menewaskan 4 orang dan 71 orang (masyarakat sipil) lainnya mengalami luka berat. Ironis-nya, anggota Brigadil Mobil (BRIMOB) menewaskan 1 orang remaja dan 3 remaja lain-nya luka berat akibat terkena peluru senjatah laras panjang saat sedang terjadi pertikaian. Di Oksibil-Pegunungan Bintang, pada 2 Oktober 2018, akibat perebutan jabatan Bupati, terjadi konflik antar-kelompok yang terbagi dalam massa pro dan kontra Bupati terpilih Oksibil, Costam Oktemka, 1 orang meninggal dunia dan 11 orang lainnya luka-luka akibat kena serangan peluruh senjatah milik anggota Polisi dan Brimob (yang saat itu berposisi dibarisan massa pro Bupati) dan anak-panah milik massa pro-kontra.  Di tanggal yang sama terjadi pula konflik yang mengakibatkan belasan rakyat berjatuhan di kota Wamena. Begitu juga juga di Kab. Puncak Jaya.

Peristiwa darurat kemusiaan terus terjadi sejak pendudukan Kolonialisme Belanda hingga Indonesia. Orientasi-nya modal, sehingga persoalan kemanudiaan ini tak pernah diperhatikan secara manusiawi oleh rezim.

Tak hanya itu. Peristiwa kemanusiaan lain-nya adalah Mati Misterius. Peristiwa ini dikenal dengan pembunuhan dengan pola pembunuhan di malam hari. Pelaku-nya hanya Tuhan saja yang tahu. Aparat Kepolisian pun tak pernah mengusut satu kasus pun. Rakyat selalu dikagetkan ketika mayat berjatuhan di dimana-mana. Peristiwa ini sudah lama terjadi dan setiap hari. Disusul lagi peristiwa tabrak lari. Pelakunya selalu melarikan diri dan pihak berwajib tak pernah menangkap hingga terungkap siapa pelaku kejahatan itu. Selanjutnya, peristiwa penyakit misterius. Rakyat West Papua terus berduka ketika puluhan manusia West Papua mati serentak dalam waktu yang bersamaan. Misal, kematian 174 anak di Yahukimo pada 2015; 86 anak meninggal akibat Gizi Buruk di Asmat, 68 anak di Deiyai (2018), dan kini makluk misterius itu menyerang warga Pegunungan Bintang.

Permasalahan lain yang berhubungan erat dengan kemanusiaan adalah praktek sistim tanpa masa depan di West Papua. Proyek-proyek negara Indonesia, pertambangan, perkebunan dan jenis-jenis investasi-investasi lain, dan proyek keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Indonesia mengancam kehidupan rakyat West Papua.

Di atas kondisi darurat kemanusiaan di West Papua, Jokowi terus masifkan pembangunan jalan dan infrastruktur tanpa melihat dan memahami nilai kemanusiaan rakyat West Papua. Kepentingan Pilpres, Jokowi dan Prabowo juga terus bangun propaganda murahan di Papua. Elit politik lokal saling merebut kekuasaan rakyat yang jadi tumbal. Spanduk dan Poster Calek anggota legislatif masif dikampanyekan dengan melegitimasi persoalan kemanusiaan di West Papua untuk mencari jabatan dalam sistim Indonesia yang mengkoloni.

Disisi lain, Rezim Jokowi-JK, Elit Papua dan Pihak PT. Freeport Indonesia terus melakukan negosiasi Perpanjangan galian dan status PT.FI tanpa melihat persoalan kemanusiaan dan mendengarkan Aspirasi Rakyat West Papua selama ini. Selanjutnya Elit Lokal Papua dan Jakarta juga membicarakan status Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, yang sesungguhnya tak berdampak signifikan bagi kemajuan dan perbaikan realita sosial rakyat West Papua. Sebab problem utama, disisi lain, adalah kekuasaan penjajahan Rezim Indonesia yang sangat masif dilakukan; dan tentu manfaatnya untuk langgengi kepentingan akses modal bagi pemodal.

Sehingga berkesimpulan bahwa West Papua menjadi idola kaum penguasa dan kepentingan vital Kapitalis Global serta kapitalis-birokrat. Modal menjadi hasrat kaum pemodal sehingga rakyat West Papua menjadi tumbal atas akumulasi kepentingan-nya. Dan sejarah membenarkan hal itu. Otsus, dan program rakitan Jakarta untuk West Papua itu tentu hanya untuk membenarkan West Papua adalah wilayah yang di koloni, dimonopoli, dan dikuasai, dan dikontrol atas kepentingan ekonomi politik Imperialisme yang mengkoloni.

Pendudukan Indonesia dengan pola militeristik membuka lahan bagi Amerika dan sekutu-nya tanam jangkar modal barang dan Uang di West Papua. Sehingga Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada 1969 praktek-nya cacat hukum Internasional dan memperoleh suara manipulatif dibawa tekanan Militer. Pepera harus dimenangkan untuk membenarkan pendudukan Indonesia di hadapan dunia Internasional sehingga mendapatkan legalitas Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia bagi keberadaan Freeport di Gubung Nemangkawi. Freeport sudah beroperasi di Timika sejak 2 tahun sebelum Pepera dilaksanakan. Sehingga pendudukan Indonesia dan perusahaan raksasa milik AS itu, sebanyak 500.000 juta jiwa orang Papua telah hilang dalam pembantaian Militer sejak 1962 hingga 2004. Hingga detik ini, rakyat West Papua adalah sebagian dari jutaan rakyat korban kepentingan Imperialisme di dunia.

Masyarakat dunia terus menjadi tumbal rakusnya sistem kapitalisme monopoli dunia (Imperialisme), yang kenyataannya terus membawa krisis demi krisis yang bebannya selalu ditimpakan di atas pundak rakyat. Imperialisme terus memaksakan kebijakan ekonomi Neoliberal-nya diberbagai negeri melalui berbagai skema dan menggerakkan seluruh Instrumen penghisapan-nya. Lembaga-lembaga keuangan dan perdagangan global-nya seperti Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund-IMF), Bank Dunia (World Bank-WB) dan, organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization-WTO)yang dilahirkan dari sistem Bretton Woods yang dibentuk sebagai penggerak ekonomi dan keuangan global paska Perang Dunia dan Depresi besar (Great Depression) tahun 1930an. Pada tahun ini, pada 12-14 Oktober 2018 mendatang, Indonesia menjadi Tuan Rumah IMF-WB yang diselenggarakan 2018 di Nusa Dua Bali yang lalu. Pertemuan ini merupakan pertemuan terbesar dunia dalam bidang ekonomi dan keuangan, yang menghadirkan Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari 189 negara anggota serta sektor privat, akademisi, NGO dan media. Pertemuan tersebut akan mendiskusikan perkembangan ekonomi dan keuangan global serta isu-isu terkini, antara lain: a). Pengurangan kemiskinan; b). Pembangunan ekonomi internasional; dan c). Isu-isu global lainnya.

IMF, Word Bank dan WTO Menumpas Rakyat

Organisasi perdagangan Dunia/Word Trade Organization (WTO) menciptakan kesengsarahan manusia di dunia dengan menguasai pasar dan lahan pertanian. WTO juga disuport oleh Bank Dunia (Word Bank) dan Bank Moneter Internasional (IMF). Organisasi perdagangan ini didominasi oleh beberapa negara industri maju, seperti Amerika Serikat, dan Inggris Raya serta lain-nya.

Dalam kenyataan-nya, WTO mempraktekan aturan bebas investasi dan perdagangan murah kepada semua anggota WTO. Sehingga negara berkembang, seperti Republik Indonesia tetap menjadi korban dan rakyat Indonesia, terutama Petani memanggul beban derita-nya. Dengan dibuat-nya aturan batas maximun dan minimun ekspor/impor produk diatas 10% dan pembatan produk lokal dengan adanya aturan hak paten dan banjirnya barang-barang murah di pasar, Produk Indonesia (lokal) makin ditekan oleh arus pasar bebas itu.

Indonesia pernah berada dalam daftar negara eksportir Beras. Tetapi krisis sejak 1998 yang berkepanjangan hingga 2008, sampai saat ini IMF memberikan jerah kepada Indonesia dengan pinjaman menghadapi kritis tersebut. Hingga detik ini Indonesia termasuk Negara Importir beras murah dari luar negeri sehingga dampak-nya problem persaingan produk beras lokal. Apa lagi sekarang sudah ada hak paten biji beras tertentu dari AS. Ini mengancam perkembangan produk lokal. Lebih parah lagi adalah kondisi keberadaan rakyat West Papua.

Kenyataan-nya, rakyat West Papua terus berada dalam pengaruh kekuasaan yang dominasi. Hegemonik imperialisme membuat rakyat bergantung kepada Uang dan produk dari luar. Sejak Indonesia menerima beras Bulog, Impor dari luar, dibanjirkan kepada rakyat West Papua dengan semangat mengatasi produk tradisional. Tetapi tak diberdayakan bagimana bercocok-tanam padi; Begitu pula dengan banjir-nya Uang Otonomi Khusus, 1 Miliyar Dana Desa tampa memoderenisasi rakyat West Papua. Tentu-nya makluk ketergantungan kepada uang dan barang impor itu diciptakan kepada rakyat west Papua untuk kepentingan pasar barang dan Modal.

Rakyat West Papua dialihkan pandangan dengan konflik horizontal, pemilukada, Dana Desan, Togel; pembunuhan, penangkapan, tabrak lari, mati misterius, dan sebagai-nya. Sementara Sawit sedang babat hutan dan rawah mengelilingi pulau Papua dari Pesisir pantai hingga pegunungan; penggalian Bumi legal dan ilegal terus menguras isi SDA; pembangunan pangkalan-pangkalan Militer dan pembangunan infrastruktur sangat masif dilakukan. Semua ini kepentingan-nya akses modal kapitalisme internasional.

Sehingga, kaum penjajah, Imperialis (pemodal bank dan pemodal Industri) dan kapitalis-Birokrat tetap bersemangat ketika melihat rakyat west Papua tenggelam dalam konflik-konflik horizontal yang diciptakan oleh oknum-oknum tertentu. Mereka membiarkan kita terus baku bunuh, memelihara konfik, dan terus memperbesar agar kita dan energi kita habis disitu. Sementara perampasan lahan dan pengeruhkan SDA sangat ganas dilakukan. Mereka mengingikan persoalan darurat kemanusiaan itu terus terjadi di West Papua.

Sehingga kondisi ini mengharuskan rakyat West Papua menentukan kondisi objektif yang baru, yakni bebas dari penindasan dan cengkraman kekuasaan yang menindas, memenjarah, dan menguras SDA. Tak ada jalan lain merebut pembebasan itu didalam kerangka Rezim (Indonesia) antek Imperialis ini, selain jalan revolusi menuju Pembebasan Nasional West Papua.


Penulis adalah Katua Umum Aliansi Mahasiswa Papua

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats