Photo saat Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Ambon berdiskusi bersama Organisasi eksternal "AMP KK Ambon Berdiskusi Akar Persoalan Pelangaran HAM di Tanah Papua" |
Dalam Diskusi, Edison Soningyufu yang juga sekretaris KK AMP Ambon menjadi moderator , kemudian, Soningyufu mengarahkan peserta undangan diskusi untuk perkenalan singkat dari masing-masing delegasi organisasi dan kemudian lanjut dengan penyampaian Materi oleh Ketua Komite Kota (KK-AMP) Ambon Abner Holago dengan Materi "Akar Persoalan Pelangaran HAM di Tanah Papua".
Dalam penyampaian materi Holago, memperkenalkan Perjuangan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) secara nasional dan kota, oleh kerena itu perjuangan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) diposisikan secara Nasional maupun kota, lebih mengara pada Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self Determination) Bagi Bangsa Papua dari Kolonial Indonesia.
Materi akar pelanggaran HAM di Papua yaitu:
Diperjelaskan dari kenyataan sejarah 1961 hak manifesto kmerdekaan bangsa Papua Barat, 1963 merupakan aneksasi Papua Barat dan 1969 perkembangan penindasan paska PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang penuh dengan teror, intimidasi dan pembungkaman ruang demokrasi; sebab mengakui bahwa Keberadaan NKRI di West Papua Adalah Ilegal atas tanah Papua Barat yang merupakan dalang pemusnahan rakyat West Papua yang kini masih terjadi penjajahan di west papua selama 57-an tahun penderitaan rakyat West Papua terus terjadi hingga hari ini.
Di tinjau dari itu adalah kemerdekaan West Papua telah di deklarasikan sejaka 01 Desember 1961 bahwa West Papua adalah sebuah bangsa (Nation) yang merdeka sama seperti bangsa yang lain di dunia ini. seperti istilah lainnya adalah "Nation" atau "Bangsa" dalam sejaranya terbentuk dari komunitas masyarakat yang stabel atau tertentu, yaitu sebuah kesamaan bahasa, teritori (wilayah), kehidupan ekonomi, dan perubahan psikologis, yang termanifestasikan dalam sebuah budaya yang bersama"
Namun, perebutan wilayah West Papua secara Kecurangan, penipuan sejarah, diskriminasi, penyiksaan, pemenjaraan, pembunuhan dan Genosida atau kue-kue "otonomi khusus" di lakukan sejak bangsa Papua Barat di aneksasi sacara paksa masuk di Indonesia sejak 01 Mei 1961
Secara sejarah melihat Kebelakang Pada 27 Desember 1949 saat pengakuan kedaulatan negara republik Indonesia oleh pemerintah Belanda, West Papua adalah koloni tak berpemerintah sendiri dan diakui demikin oleh Amerika (PBB) dan Belanda, yang pada waktu itu menjadi penguasa administrasi kolonial-nya.
Rakyat West Papua telah Mendeklarasi kemerdekaan-nya pada tanggal 1 Desember 1961. Pada masa itu bangsa West Papua telah membentuk Dewan Niew guniea raad. Deklarasi tersebut tak diakui oleh pemerintah soekarno yang meganggap-nya sebagai Negara Boneka buatan Belanda. Akhirnya, Soekarno melakukan aneksasi terhadap west papua melalui program TRIKORA (Tiga Komando Rakyat) yang meniumpas rakyat Papua dengan beragam operasi militer di tanah West Papua.
Di tahun 1963, Ketika Indonesia mengambil ahli tangunggjawab administratif atas West papua, teritori itu tetap berstatus koloni tidak berpemerintahan sendiri yang berhak atas penentuan nasib sendiri dibawah hukum internasional. Hak itu diakui oleh Indonesia dalam New York Agreement dan Pertemuan lingar jati yang menguatkan fakta bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan hukum atas West Papua. Keberadaan Indonesia atas West Papua adalah administrasi kolonial yang bisa bersifat permanen hanya jika rakyat West Papua memilih integrasi melalui penentuan nasib sendiri dengan prosedur yang disyaratkan oleh hukum internasional.
Satu-satunya penentuan nasib sendiri yang dilakukan adalah PEPERA yang TIDAK SAH pada tahun 1969. TIDAK SAH, kerena hanya 1022 orang (4 orang lainnya tidak ambil bagian) yang terlibat dalam pemungkutan atau kurang dari 0,2% dari populasi Papua, yang dikondisikan setuju untuk integrasi dengan indonesia. Karena pengambilahlian tersebut TIDAK SAH, West Papua bukanlah bagian sah dari teritori indonesia. Namun, teritori tak berpemerintahan sendiri dibawah pendudukan.
Adapun juga, dengan ulasan tersebut untuk menjelaskan kenapa West Papua Itu di Aneksasi olek Indonesia, Sejarah orang Papua digambarkan dengan sejarah kekerasan, konflik, manipulasi, kepentingan, pembunuhan dan masih banyak bentuk-bentuk kekejaman yang dirasakan oleh rakyat Papua Barat mulai dari masuknya orang luar hingga sampai saat ini.
Sejarah panjang Papua Barat masuk ke dalam Indonesia melegitimasi koinflik yang terjadi, yang dilakukan oleh pemerintah indonesia kepada rakyat Papua Barat. Sejak 19 Desember 1961 adalah awal penjajahan Indonesia atas rakyat dan bangsa Papua Barat.
Sejarah orang Papua tercatat dan tidak bisa dilupakan, tanggal 1 Desember 1961 Papua telah mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang merdeka. Sebagai tanggapannya Presiden Ir. Soekarno mengumandankan TRIKORA di Alun-alun Yogyakarta untuk mengagalkan pembentukan negara Papua Barat. Yang isinya: Pertama, gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan kolonial Belanda, Kedua, kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia dan Ketiga, bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Realis dari isi TRIKORA ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah Papua dari tanggan Belanda.
Akhirnya dilakukan beberapa gelombang operasi militer di Papua mulai dari Operasi Wisnumuri 1963-1965 yang dipimpin oleh A. Yani, Operasi Sadar 1965 dipimpin oleh R. Kartijo, Operasi Brathyudha 1966-1967 di pimpin oleh R. Bintaro, Operasi Tumpas 1967 dan Operasi Wibawa 1967-1970 di pimpin oleh Sarwo Edi. Melalui operasi Militer ini wilayah Papua Barat diduduki dan banyak orang Papua yang dibantai pada waktu itu.
Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang cacat hukum dan penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia Belanda yang disaksikan oleh Sekertaris Jenderal, U Thant dan Duta Besar Anerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. Inti dari perjanjian ini adalah dilaksanakannya Tindakan Bebas Memilih (Act Of Free Choice) melalui mekanisme internasional dengan ketentuan Satu Orang Satu Suara (One Men One Vote).
PEPERA yang dilakukan pada tanggal 14 Juli-2 Agustus 1969 adalah cacat hukum dan moral. PEPERA dilaksanakan dengan sistem “Musyawarah untuk Mufakat” (Sistem pengambilan keputusan di Indonesia) yang bertentangan dengan isi dari New York Agreement, di mana dari 809,337 orang Papua pada saat itu yang memiliki hak pilih hanya diwakili oleh 1025 orang yang sudah diindoktrinasi untuk memilih Indonesia. Ironisnya lagi dari 1025 orang, Cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Disamping itu PEPERA 1969 dilaksanakan dengan teror, intimidasi, penangkapan dan pembunuhan (Pelanggaran Hukum dan Demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya disahhkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi 2504 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 Tahun 1971.
Papua Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa. Namun, dua tahun sebelum PEPERA dilaksanakan di Papua Barat tepatnya tanggal 7 April 1967 Pemerintah Indonesia di bawah rezim Soeharto menandatangani Kontrak Kerja Pertama Freeport-McMaRon untuk membuka pertambangan Tembaga dan Emas di Timika Papua Barat. Freeport memulai operasinya pada tahun 1971. Kontrak Kerja kedua ditandatangani pada 30 Desember 1991 dan soal perpanjangan Kontrak Kerja Freeport akan dibahas kiembali di tahun 2021 nanti. Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatangan Kontrak Kerja Freeport antara dan Pemerintah Indonesia. Maka, jelaslah Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 di menangkan oleh Indonesia secara cacat hukum dan moral.
Tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka dari NKRI dan cengkraman kepentingan negara-negara dunia pertama terus disuarakan rakyat Papua hingga saat ini. Tuntutan untuk memisahkan diri rakyat Papua dianggap sebagai sebuah upaya ilegal (melawan hukum atau tidak sah) sehingga Rakyat Papua Barat di berikan beberapa cap konyol seperti Separatis, Makar, anti Pembangunan, Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan lain sebagainya. Semua cap ini menjadi surat “Izin” pemerintah Indonesia dan Negara Dunia pertama untuk tetap menanamkan hegemoninya lewat Praktek Penjajahan seperti Otonomi Khusus (OTSUS), Pemekaran Wilayah (Kabupaten/Provinsi), pembunuhan, pemerkosaan, penangkapan, pemerkosaan dan pemenjarahan sewenang-wenang diluar jalur hukum dan beberapa kejahatan lainnya.
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia selalu menggunakan pendekatan militeristik dalam menangani konflik antara Korporasi Pertambangan, Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua harus segera di hentikan. Karena dengan mengunakan pendekatan militeristik dan keamanan dalam menghadapi rakyat Papua yang memperjuangkan Hak-Haknya tidak akan pernah menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di Papua. Karena orang Papua tidak pernah mengakui bergabung bersama Indonesia melalui PEPERA 1969 yang tidak demokratis dan di laksanakan ulang Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua secara Demokratis adalah solusi dari semua persoalan yang terjadi di atas tanah Papua Barat.
Penulis adalah Agitasi dan Propaganda Komite Kota Ambon
Hormat diberi,
Hidup Bangsa West Papua!
Hidup Rakyat West Papua!