Sumber Gamber: Pusaka |
Penulis: Wissel Van Nunubado*
“Pemerintah Indonesia Abaikan Kesehatan Dan Berikan Ruang Kepada
Pemilik Modal”
Penetapan kawasan lindung nasional dan
internasiona atas wilayah adat korowai adalah suatu keharusan demi eksistensi
masyarakat adat korowai dan sistim adatnya di muka bumi ini
PENDAHULUAN
Di dunia ini tidak ada manusia yang memenuhi kebutuhan papannya
(rumah) di atas pohon, namun orang korowai memberikan cerita yang berbeda
kepada dunia karena membangun rumah di atas pohon untuk ditinggali oleh
keluarga. Perbedaan ini, menjadi salah satu hal yang wajib dilindungi demi
memelihara keunikan manusia di muka bumi ini.
Melalui isu pemanasan global yang kemudian menjadikan pulau
papua dan jutaan pohonnya wajib dilindungi agar dapat memberikan karbon
dioksida bagi bumi. Isu tersebut tentunya menjadi hara[an baru bagi
perlindungan masyarakan korowai secara tradisional telah memilih pemenuhan
kebutuhan papan dengan membuat rumah diatas pohon. Sekalipun demikian,
sayangnya agenda internasional itu tidak berkesesuaian dengan agenda ekonomi
politik pemerintah indonesia sehingga berdampak buruk bagi eksistensi masyarakat
adat korowai papua.
Untuk diketahui bahwa masyarakat korowai adalah wilayah yang
dimiliki oleh masyarakat adat korowai secara turun temurun. Kepemilikan itu
secara struktural dan sistemik dihancurkan dengan terbentuknya struktur
pemerintahan dengan batas wilayah atministrasinya sendiri-sendiri, seperti
wilayah atministrasi pemerintah daerah yahokimo, mapi, asmat dan boven digul.
Tidak hanya disitu, penghancuran sistemik terus dilakukan dengan cara pemberian
ijin kepada beberapa investor yang masuk dalam agenda MP3EI melalui mega proyek
MIFFE di atas wilayah adat anim ha (salah satunya adalah wilayah adat korowai).
Sejak tahun 1990-an wilayah adat korowai merupakan salah satu
tempat strategis bagi para pencarian gaharu. Menurut informasi, Pada tahun
1997, 1 Kg gaharu yang dikumpulkan oleh warga lokal, dan dijual kepada
pedagang, memiliki nilai sekitar Rp 4 ribu. Ketika gaharu dijual ke pasar Eropa
dan Timur Tengah, harganya melonjak menjadi $ 1.000 per kilogram. Diatas
keuntungan mengiurkan itu, melalui bisnis gaharu melahirkan transaksi
prostitusi yang sangat riskan menimbulkan penyakit kelamin dan bahkan penyakit
mematikan yaitu HIV AIDS.[1]
Sesunguhnya menyangkut jaminan perlindungan terhadap kebudayaan,
mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, sarana dan prasaran pendidikan dan
kesehatan yang memadai dan lapangan pekerjaan adalah tanggungjawab pemerintah
sesuai dengan prinsip HAM yang mewajibakan pemerintah harus aktif memenuhi hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya seluruh warga negaranya. Melalui fakta diatas
menunjukan bahwa pemerintah secara struktural dan sistematik menghancurkan
wilayah adat dan struktur masyarakat adat didalamnya melalui pemekaran
kabupaten. Selain itu, membuktikan bahwa melalui pemekaran pemerintah malah
memberikan ijin kepada investor yang bergerak di bidang kehutanan untuk
menguasai dan mengelola wilayah hutan milik masyarakat adat korowai yang selama
ini dijadikan sarana pemenuhan kebutuhan papan oleh mereka. Kekosongan sekolah
dan rumah sakit semakin menunjukan fakta bahwa tujuan dari pemekaran wilayah atministrasi
baru dalam bentuk kabupaten dan kota adalah untuk menghancurkan struktur
masyarakat adat selanjutnya merampas wilayah adatnya untuk diberikan kepada
investor selanjutnya memarjinalkan masyarakat adat di wilayah adatnya sendiri
sehingga banyak yang menderita kesakitan namun karena tidak mengetahui bahaya
penyakit yang diderita melalui sekolahan. Selanjutnya karena tidak adanya rumah
sakit disana sehingga masyarakat adat meninggal akibat penyakit yang
dideritanya diatas tanah adatnya sendiri yang telah dikuasai dan diap di kelola
investor berdasarkan ijin yang telah diberikan oleh pemerintah sesuai dengan
agenda ekonomi politik yang masuk dalam program strategis nasional.
Melalui uraian diatas sudah mampu menunjukan Fakta diabaikannya
pemenuhan hak Ekoosob bagi masyarakat adat korowai yang merupakan tanggungjawab
negara berdasarkan prinisp pemenuhan Ekosob adalah tanggungjawab pemerintah
sebagaimana ditegaskan pada UUD 1945, Pasal 28i ayat (4) “Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah”. Dan melaluinya membuktikan bahwa pemerintah hanya
memenuhi Hak Ekosob para investor yang masuk dalam agenda ekonomi politik yang
masuk dalam program strategis nasional.
Tindakan diskriminasi dalam pemenuhan hak atas keadilan terhadap
hak ekosob yang dilakukan pemerintah diatas dapat disebutkan merupakan tindakan
kesengajaan yang direncanakan sebagaimana terlihat dalam agenda ekonomi politik
yang masuk dalam program strategis nasional sehingga sudah menjadi konsekwensi
hukum bagi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan tindakan pelanggaran HAM
secara struktural yang telah dilakukan melalui tindakan yang bermartabat yaitu
membatalkan semua ijin dan menetapkan wilayah adat korowai sebagai wilayah
konservasi internasional sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah Brasil terhadap
wilayah adat indian di amerika latin yang mendapatkan dukungan internasional
oleh PBB.
Untuk mendukung solusi yang ditawarkan diatas maka akan
diuraikan beberapa tindakan Pemerintah Indonesia abaikan kesehatan dan berikan
ruang kepada pemilik modal di wilayah adat korowai dalam masayarakat adat
animha di beberapa wilayah atmnistrasi kabupaten dalam propinsi papua.
WILAYAH ADAT KOROWAI DIRAMPAS MELALUI PEMEKARAN
Secara geografis wilayah adat korowai terletak di bagian selatan
pulau papua. secara spesifik wilayah korowai berbatasan langsung dengan wilayah
adat lain disekitarnya seperti dibagian selatan berbatasan dengan wilayah adat
asmat, dibagian utara berbatasan dengan wilayah adat auyu, dibagian utara
berbatasan wilayah adat ketemban, dan dibagian barat berbatasan dengan wilayah
adat yali serta dibagian barat berbatasan dengan wilayah adat kamoro.
Batasa wilayah adat antara masyarakat adat korowai dengan
masyarakat adat lain disekitarnya telah dibatasi mengunakan patok alam yang
diketahui secara pasti oleh masing-masing masyarakat adat yang telah
dipertahankan sejak dahulu hingga saat ini sehingga tidak pernah dalam sejarah
masyarakat adat papua terlihat perang atas pencaplokan wilayah adat antara
masyarakat adat diatas wilayah adat bangsa papua.
Secara umum wilayah adat korowai dikuasai oleh seluruh
masyarakat adat korowai dan pada tataran praktis dimiliki oleh setiap marga
dalam masyarakat adat korowai yang membentuk struktur kecil berdasarkan marga
yang terlahir dari hubungan geneologis hasil perkawinan dan membentuk koloni
dalam satu perkampungan yang didalamnya telah ada pemetaan secara tradisional
untuk memisahkan wilayah berkebun, berburu, meramu dan wilayah sakral. Pemetaan
tradisional yang diciptakan masyarakat adat korowai mendapatkan penghargai dari
beberapa antropolog seperti Rupert Stasch, antropolog dari Reed College, Oregon
yang tinggal selama 16 bulan untuk mempelajari kebudayaan asli. Stasch mengatakan
bahwa masyarakat Korowai cukup cerdas karena mampu membangun konsep
perkampungan pada wilayah yang sebenarnya sulit untuk ditinggali.[2]
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat korowai tunduk pada
sistim adat korowai yang dibentuk oleh orang korowai sendiri dimana sistim adat
itu lahir atas hubungan antara sesama, alam dan keyakinannya sehingga mampu
menjaga kestabilan sosial dalam tatanan hidup masyarakat adat korowai.
Semua diatas secara umum tersaingi setelah pemerintah pusat
menerbitkan kebijakan politik untuk membentuk wilayah pemerintahan yang dimulai
pada tahun 2000-an keatas. Secara pasti diatas wilayah adat korowai telah
terdapat dibentuk beberapa kabupaten seperti kabupaten Boven Digoel, Asmat,
Yahukimo, Mappi, Pegunungan Bintang yang menjadi satu kesatuan dalam wilayah
atministrasi pemerintah propinsi papua. Dengan terbentuknya beberapa kabupaten
diatas wilayah adat korowai maka secara atministrasi diatas wilayah tersebut
terbentuk struktur pemerintahan dimana kepada daerah yang menempatkan posisi
pada struktur tertinggi dalam hirarkis pemerintahan kabupaten dan berkuasa atas
seluruh wilayah pemerintahan kabupaten itu.
Melalui realitas itu secara langsung akan menimbulkan dua bentuk
struktur sosial yang berbeda antara satu dan lainnya. Pertama yang berkuasa
diatasnya adalah kepala daerah di beberapa kabupaten tersebut dimana menguasai
wilayah atministrasi berdasarkan prinsip penguasaan negara. Kedua yang berkuasa
diatasnya adalah masyarakat adat korowai yang berkuasa atas wilayah adat
korowai dengan prinsip penguasaan komunal oleh masyarakat adat korowai.
PEMERINTAH MEGHADIRKAN INVESTOR UNTUK MENGUASI WILAYAH DAN
MERAMPOK SDA KOROWAI
Pada 90-an, wilayah korowai menjadi tempat istimewa bagi para
pencari kayu gaharu. Meingingat masyarakat korowai yang belum mengetahui gaharu
dan kasiatnya sehingga yang pasti masyarakat korowai hanya bisa melihat dan
mengikuti apa saja yang dilakukan atau melakukan apa saja yang diminta oleh
para pencari gaharu itu.
Berdasarkan data, Pada tahun 1997, 1 Kg gaharu yang dikumpulkan
oleh warga lokal, dan dijual kepada pedagang, memiliki nilai sekitar Rp 4 ribu.
Ketika gaharu dijual ke pasar Eropa dan Timur Tengah, harganya melonjak menjadi
$ 1.000 per kilogram. Diatas keuntungan demikian buruknya adalah para pemburu
gaharu itu membawa masuk bisnis prostitusi yang digunakan untuk transaksi
barter gaharu sehingga banyak sekali germo bekerjasama dengan pemburu gaharu
yang membawa dampak buruk bagi kesehatan melalui penyakit kelamin yang berujung
timbulnya epidemi AIDS.[3]
Sejak bupati jhon bluba gebze bersama arifin panigoro membentuk
misi MIFFE yang kemudian mengispirasikan Presiden SBY pada tahun 2009 mengkonsep
MP3EI seakan menguatkan legitimasi MIFFE yang bakal menguasai sebagian wilayah
adat animha, secara khusus wilayah adat korowai. Berdasarkan data, pemerintah
telah memberikan 484.829 Ha wilayah adat milik masyarakat adat korowai kepada
beberapa investor tanpa sepengetahuan masyarakat adat korowai. Secara spesifik
484.829 Ha milik masyarakat adat korowai itu diberikan kepada PT. Damai
Setiatama Tbk yang mendapatkan 308.463 Ha (terpakai 13.093, sisa 295.370), PT.
Digul Dayasakti Unit 1 yang mendapatkan 251.573 Ha (terpakai 243.640, sisa
7.932), dan PT. Rimba Megah Lestari yang mendapatkan 256.558 Ha (terpakai
62.345, sisa 194.213).[4] Mengingat proyek MP3EI milik SBY itu masih
dipertahankan dalam rezim jokowi-jk sehingga yang pasti semua pemberian ijin itu
masih tetap berlaku sampai saat ini dan akan dilindungi, dihormati, dihargai
dan ditegakan oleh rezim yang memimpin pemerintahan daerah saat ini maupun
rezim yang akan datang sampai masa pemberian ijinnya berakhir.
Fakta pemberian ijin demi kepentingan ekonomi politik indonesia
diatas secara nasional pemerintah republik indonesia telah mengabaikan amanat
UUD 1945, pasal 28i ayat (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Dengan melihat sikap pemerintah propinsi papua yang hanya diam
tanpa melakukan tindakan apapun menunjukan bahwa pemerintah propinsi papua
tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana dalam UU nomor 21 tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Papua, sebagaimana dalam beberapa pasal dibawah ini :
Pasal 43
(1) Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati,
melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku.
(2) Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat (1) meliputi hak
ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan.
(3) Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih
ada, dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan
menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan tanah
bekas hak ulayat yang diperoleh pihak lain secara sah menurut tatacara dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga
masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah
dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh
kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.
(5) Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan mediasi aktif
dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara
adil dan bijaksana, sehingga dapat dicapai kesepakatan yang memuaskan para
pihak yang bersangkutan.
Pasal 44
Pemerintah Provinsi berkewajiban melindungi hak kekayaan
intelektual orang asli Papua sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sikap pemerintah propinsi papua diatas merupakan suatu keharusan
yang diwajibkan berdasarkan kewenangan lain yang ditetapkan di bidang lain yang
ditetapkan dengan undanga-undang sebagaimana yang ditetapkan dalam UU nomor 21
tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua Pasal 4 ayat (1) Kewenangan
Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal,
agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pada agenda ekonomi politik indonesia dalam MP3EI
yang terus digunakan rezim jokowi-jk yang telah ditetapkan menjadi proyek
strategis negara yang telah diperintahkan untuk mempercepat pelaksanaannya oleh
presiden jokowi sebagaimana dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun
2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Selanjutnya
untuk mengefektifkannya, presiden telah menginstruksikan kepada Mendagri untuk
melakukan pengawasan kepada gubernur dan bupati/wali kota dan memberikan sanksi
kepada gubernur dan bupati/wali kota yang tidak memberikan dukungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara sitematim dan
struktural pemerintah republik indonesia akan terus mempertahankan investor
untuk menguasai dan merampok SDA masyarakat adat korowai.
PENYAKIT DI KOROWAI SADARKAN PEMPROF PAPUA USAI PEMPUS MEKARKAN
WILAYAH DANA HADIRKAN INVESTOR
Pada tahun 2017, Pemerintah propinsi papua baru melepaskan tim
kesehatan save korowai yang akan bertugas untuk melakukan pendataan penyakit
masyarakat Korowai dan melakukan pelayanan kesehatan dasar sehingga mendapatkan
informasi tentang kesehatan yang jelas tentang masyarakat.[6] Dalam keterangan
Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinas Kesehatan, Provinsi
Papua, dr. Aaron Rumainum dijelaskan bahwa pihaknya akan program 14 titik
terpencil yang pernah dibuat Dinkes Provinsi Papua pada 2007-2013.[7] Fakta ini
tentunya mengejutkan sebab selama ini dana otsus yang keluar sejak tahun 2002 –
2017 dalam bidang kesehatan yang telah dimanfaatkan oleh dinas kesehatan
propinsi dan kelima kabupaten yang menguasai wilayah adat korowai telah
menjamah masyarakat adat korowai atau tidak jika realityasnya demikian. Ataukah
jangan-jangan memang masyarakat adat korowai bukan menjadi subjek yang
disasarkan oleh pemerintah propinsi papua sebab pemerintah pusat saat
memekarkan kelima kabupaten tidak pernah melihat dan menghargai eksistensi
masyarakat adat korowai di wilayah adatnya.
Pernyataan dugaan diatas diajukan berdasarkan pernyataan
pemerintah propinsi papua yang menyebutkan bahwa, Suku Korowai masih
terbelakang bahkan baru masuk dalam peta nasional sehingga dengan dibangunnya
bandara ini maka diharapkan pendidikan dan kesehatan di Korowai bisa lebih
baik.[8] Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selam ini memang tidak ada
perhatian dan tanggungjawab yang diberikan secara fokus kepada masyarakat adat
korowai baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi dan kelima kabupaten
yang menguasai wilayah adat korowai. Hal inilah yang membenarkan pernyataan
Penyakit Di Korowai Sadarkan Pemprof, Usai Pempus Mekarkan dan Hadirkan
Investor.
Terlepas dari pernyataan dugaan yang membenarkan pernyataan
diatas, melalui Pernyataan pemerintah propinsi papua terkait masyarakat adat
korowai baru masuk dalam peta nasional diatas tentunya membenarkan fakta
pemekaran dan penandatangganan ijin atas wilayah adat korowai diatas dilakukan
tanpa sepengetahuan masyarakat adat korowai dan bahkan pemerintah propinsi
papua serta kelima kabupaten yang menguasai wilayah adat korowai itu sendiri.
Meskipun demikian masing-masing pemerintah daerah diatas sepanjang ijin
penguasaan dan pengolahan SDA atas wilayah adat korowai belum selesai maka
setiap rezim yang berkuasa memiliki kewajiban hukum dan atministrasi untuk
melindungi, menghormati, menghargai dan menjamin eksistensi perusahaan pemegang
ijin dimaksud sesuai dengan istruksi presiden diatas.
Berdasarkan realitas hadirnya HIV AIDS melalui praktek prostitusi
yang terbentuk hasil kerjasama germo tengkulat gaharu saat ramainya pemburuan
gaharu diwilayah adat korowai di tahun 90-an mungkin hanya menimpa masyarakat
adat papua di Merauke sebab Merauke adalah pintu masuk menuju wilayah adat
korowai serta didukung juga dengan fakta bahwa merauke adalah salah satu daerah
di papua pertama kali ditemukan ODHA diseluruh tanah papua. asumsi itu didasari
atas fakta belum ada kasus ODHA yang dilaporkan dinas kesehatan papua melalui
pemberitaan.
Berdasarkan pemberitaan, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit
Menular (P2M) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua, dr Aaron Rumainum,
mengatakan penyakit tuberculosis (TBC) dominan di masyarakat Korowai. Selain
itu, Jimmy Weyato, penginjil di Danowage, mengatakan selain TBC, ada beberapa
penyakit lain seperti malaria, kurang gizi, dan kaki gajah.[9] Dari keterang
dua pihak diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit yang diderita oleh masyarakat
adat korowai adalah TBC, Malaria, Kurang gizi dan kaki gajah.
Dari hasil kerja keras tim kesehatan save korowai melalui
pendataan dibeberapa kampung milik masyarakat adat korowai, tim kesehatan mampu
menenujukan kondis umum kesehatan masyarakat adat korowai. Dalam penjelasannya,
dr. Aaron Rumainum mengatakan bahwa “Dari pendataan dan pelayanan di tiga
kampung baik Danowage, Afimabul dan Sinimbutuk kami banyak menemukan anak-anak
yang memang berambut merah dan itu salah satu ciri kekurangan protein.
Karbohidrat mereka dapat dari sagu dan pisang tapi kalau protein kurang”.[10]
Lanjutnya, beliau menyampaikan bahwa mereka menemukan ibu hamil dengan gizi
buruk. Beberapa anak juga belum diimunisasi. Secara spesifik beliau menjelaskan
bahwa "Tanda ibu hamil dan gizi buruk diukur dari lingkar lengan tangan
yang berukuran kurang lebih 35,5 cm yang diambil 17 ibu hamil yang mereka
jumpai.[11]
Saat pemerintah propinsi papua melepaskan tim kesehatan save
korowai, ditegaskan bahwa sebagai Tindaklanjutnya diharapkan untuk merumuskan
rencana strategi pembangunan kesehatan terpadu dan berkelanjutan antara Dinkes
5 kabupaten, Dinkes Prov Papua dan Kemenkes RI bekerja secara kolaborasi atau
keterpaduan. Melalui Program ini, harapannya menjadi pondasi hingga
2018-2020.[12] Kemungkinan modelnya pengembannya sebagaimana disebutkan oleh dr
dr. Aaron Rumainum yang akan menghidupkan kembali program 14 titik terpencil
yang pernah dibuat Dinkes Provinsi Papua pada 2007-2013.
Apapun janjinya pada prinsipnya pemerintah pusat dan propinsi
serta kelima kabupaten baru sadar setelah penyakit menyerang masyarakat adat korowai
usai pemerintah pusat memekarkan kabupaten dan menghadirkan investor untuk
mendukung agenda ekonomi politik pemerintah pusat yang masuk dalam proyek
strategis negara. Semua itu dibenarkan langsung oleh pernyataan Jimmy Weyato
yang mengabdi dirinya sebagai penginjil bagi masyarakat adat korowai, sebagai
berikut :
"Tahun ini baru pemerintah sudah buka mata tentang
kesehatan di Korowai, dan Tuhan pake Puti Hatil untuk mengetuk hati orang dan
pemerintah. Semoga kunjungan seperti ini terus berlanjut ke depan dan itu
harapan kami.[13]
PENUTUP
Dari uraian panjang diatas sudah dapat memberikan potret agenda
ekonomi politik negara yang diwujudkan pemerintah pusat melalui pemekaran
wilayah atministrasi baru diatas wilayah adat papua tanpa menghargai dan menghormati
eksistensi masyarakat adat dan wilayah adat yang masih hidup hingga saat ini.
Melalui fakta kondisi kesehatan masyarakat adat korowai membuktikan bahwa
tujuan dari pemekaran bukan untuk memenuhi kewajiban tanggungjawab hak ekosob
pemerintah terhadap warga negaranya namun justru melalui itulah struktur
masyarakat adat dihancurkan selanjutnya menguasai wilayah adat dan merampok
segala SDA yang terkandung dalam wilayah adat tersebut.
Pada prinsipnya pemenuhan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya adalah
kewajiban pemerintah dari pusat hingga daerah (propinsi/kabupaten) sebagaimana
ditetap dalam UUD 1945, Pasal 28i ayat (4) “Perlindungan, pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah” sehingga ditegaskan kepada pemerintah agar jangan mempolitisir
kondisi kedalam segala dimensi kehidupan sebab secara HAM dalam rangka memenuhi
Hak Ekonomi Sosial dan Budaya warga negara, pemerintah bertanggungjawab secara
aktif untuk memenuhinya.
Akhirnya ingin disampaikan kepada pemerintah pusat, pemerintah
propinsi papua, perintah kabupaten Boven Digoel, Asmat, Yahukimo, Mappi,
Pegunungan Bintang agar secara bersama-sama mengambil komitmen untuk mencabut ijin
beberapa perusahaan yang beroperasi dibidang kehutanan di wilayah adat korowai
sebab hal itu akan berdampak pemusnaan sumber kebutuahn pokok khusus kebutuhan
pangan dan papan. Selanjutnya pemerintah pusat hingga daerah diwajibkan untuk
menetapkan wilayah adat korowai sebagai wilayah yang dilindungi baik secara
nasional maupun internasional dimana atas wilayah tersebut tidak diperbolehkan
untuk melakukan kegiatan apapun oleh orang atau badan usaha lain kecuali
masyarakat adat korowai itu sendiri.
Dengan melakukan penetapan wilayah adat korowai sebagai kawasan
lindung nasional maka melaluinya menunjukan adanya komitmen nyata pemerintah
indonesia (pusat – daerah) untuk eksistensi masyarakat adat korowai dan sistim
adatnya khususnya pemenuhan kebutuhan papanya (rumah) diatas pohon yang berbeda
dengan seluruh manusia di muka bumi sehingga menjadi salah satu aset yang
berharga milik umat manusia di dunia ini. Selain itu, melalui penetapan wilayah
lindung maka secara langsung pemerintah indonesia (pusat – daerah) secara nyata
turut serta dalam upaya penangulangan pemanasan global yang disuarakan oleh
seluruh manusia secara internasional.
Harapannya penetapan wilayah lindung atas wilayah adat korowai
bisa mencontohi sikap perlakuan pemerintah brasil dalam menentapkan Taman
Nasional Chacoeira yang diperuntukan bagi tempat hidupnya masyarakat adat
indian dikawasan amerika latin. Taman nasional yang diberikan oleh pemerintah
brasil atas usaha perjuangan panjang chico mendes.
“…Hanya satu hal yang saya inginkan, kematian saya akan
menghentikan impunitas terhadap para pembunuh yang dilindungi oleh polisi Acre…
Seperti saya, para tokoh penyadap karet telah bekerja menyelamatkan hutan hujan
Amazon, dan membuktikan, kemajuan tanpa penghancuran adalah mungkin”. --Chico
Mendes.
Penulis
adalah Mahasiswa Papua yang tinggal di kota Yogyakarta.
--------------
Sumber:
[1] Baca :
http://www.jeratpapua.org/2015/03/29/mengenal-suku-korowai-di-selatan-papua/.,
diakses tanggal 13/11/17, (16:53)
[2] Baca : http://www.jeratpapua.org/2015/03/29/mengenal-suku-korowai-di-selatan-papua/.,
diakses tanggal 13/11/17, (16:53)
[3] Baca :
http://www.jeratpapua.org/2015/03/29/mengenal-suku-korowai-di-selatan-papua/.,
diakses tanggal 13/11/17, (16:53)
[4] Peta Perijinan Konsensi Dalam Proses Propinsi Papua Terhadap
Wilayah
Hutan Adat Korowai, Sumber : Foto RFN-PSPL-MS@2015.
[5] Baca :
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56a1ee277c961/ini-poin-inpres-percepatan-pelaksanaan-proyek-strategis-nasional.,
diakses tanggal 13/11/17, (22:20)
[6] Sumber :
https://www.pasificpos.com/item/20256-gubernur-lepas-tim-kesehatan-save-korowai.
diakses tanggal 13/11/17, (15:22)
[7] Sumber :
https://tabloidjubi.com/artikel-11249-pendidikan-kesehatan-dinilai-harus-diajarkan-di-korowai.html.,
diakses tanggal 13/11/17, (15:28)
[8] Sumber :
https://www.pasificpos.com/item/20256-gubernur-lepas-tim-kesehatan-save-korowai.
diakses tanggal 13/11/17, (15:22)
[9] Baca :
https://www.tabloidjubi.com/artikel-11172-penyakit-tbc-dominan-di-korowai.html.,
diakses tgl 13/11/17, (15:40)
[10] Baca :
http://tabloidjubi.com/artikel-11171-di-korowai-banyak-ditemui-ibu-hamil-bergizi-buruk-dan-anak-kekurangan-protein.html.,
diakses tanggal 13/11/17, (15:49)
[11] Baca : http://tabloidjubi.com/artikel-11171-di-korowai-banyak-ditemui-ibu-hamil-bergizi-buruk-dan-anak-kekurangan-protein.html.,
diakses tanggal 13/11/17, (15:49)
[12] Baca :
https://www.pasificpos.com/item/20256-gubernur-lepas-tim-kesehatan-save-korowai.
diakses tanggal 13/11/17, (15:22)
[13] Baca : https://tabloidjubi.com/artikel-11249-pendidikan-kesehatan-dinilai-harus-diajarkan-di-korowai.html.,
diakses tanggal 13/11/17, (15:28)