Halloween party ideas 2015

Ilustrasi Gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua

Aksi Bersama
                 Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua           [FRI-WEST PAPUA]
______________________________________________________________________________

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Waa…waa…waa…waa…waa…waa..waa..waa..waa..waaa!

Perjanjian Roma Ilegal, Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Barat

Perjanjian Roma/Roma Agrement diadakan di Roma, Ibu Kota Italia pada 30 September 1962 setelah Perjanjian New York/New York Agreement pada 15 Agustus 1962. Kedua perjanjian tersebut dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua pada hal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua. Berikut isi Perjanjian Roma (Roma Agreement):

Perjanjian Roma yang ditandatangani oleh Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat merupakan perjanjian yang sangat kontroversial dengan 29 pasal yang mengatur dalam perjanjian New York, yang mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote). Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB UNTEA kepada Indonesia.

Sehingga, berdasarkan perjanjian tersebut, klaim Indonesia atas tanah Papua sudah dilakukan pasca penyerahan kekuasan Wilayah Papua Barat dari tangan Belanda kepada Indonesia melalui Badan Pemerintahan Sementara PBB UNTEA pada 1 Mei 1963. Selanjutnya Indonesia malah melakukan pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan gerakan prokemerdekaan rakyat Papua. Lebih ironis, sebelum proses penentuan nasib dilakukan, tepat 7 April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan pemerintah Indonesia.

Klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama Freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Sehingga, dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak suara, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.

Keadaan yang demikian ; teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi hingga dewasa ini diera reformasi-nya Indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia. Sebelum dan sesudah PEPERA yang ilegal di lakukan ada pun, DOM (Daerah Operasi Militer) di lakukan di seluruh tanah Papua, dari tujuan-nya Indonesia mengkoloni Papua Barat sebagai daerah jajahan sampai Saat ini dengan militeristik dan system yang ganas.

Maka, dalam rangka peringatan 56 Tahun Perjanjian Roma/Roma Agreement yang Ilegal, Front Rakyat Indonesia- West Papua [FRI-WP] dan Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menyatakan sikap politik kami kepada Rezim Jokowi-Jusuf Kala, Belanda dan PBB untuk segera :

1. Memberikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Rakyat Papua.
2. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Sebagai Syarat Damai.
3. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, dan yang lainnya, yang Merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua.
4. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua.

Demikian pernyataan sikap ini dibuat, atas dukungan, pastisipasi dan kerjasama oleh semua pihak, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!


Minggu, 30 September 2018

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats