Ilust.Koran Kejora |
”Militer membuat orang Papua menjadi ‘Jualan Enceran’ nyawa, ula pemerintahan Republik Indonesia.” oleh Nabius Komba
Gagasan-gagasan dalam tulisan ini, merupakan kumpulan-kumpulan artikel pendapat oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] komite Kota Bali. Gagasan ini dapat digagas secara realitas kehidupan rakyat Papua dalam orde baru [ORBA] kekuasaan sistem birokrasi pemerintah dan kekuasan militer orde baru yang sangat represif dekriminasi.
Pada umumnya, pemerintah Indonesia dan khusus-nya aparat keamanan [militer] belum mempunyai konsep bernegara dan berbangsa yang berserikat dan berdaulat di mata dunia maupun nasional. Itu terbukti dengan wajah pemerintah dan aparat keamanan yang menduduki dan menjajah penduduk orang asli Papua, sejak tahun 1961 sampai di era Otonomi Khusus sekarang yang telah gagal. Cita-cita militer sebagai melindungi hidup bersama yang beradap kemanusiaan, tapi kini bukan lagi bermakna. Telah hancur. Tidak disangkah lagi bahwa di tanah Papua Barat, dari Sorong – Merauke telah menjadi pelanggaran hak asasi manusia [HAM] dan kekejaman luar biasa yang dilakukan oleh militer atas nama kepentingan negara Indonesia dan NKRI harga mati.
Umat Tuhan pemilik negeri dan ahli waris tanah Papua dibantai seperti hewan buruan dengan meng-stigma anggota OPM, separatis, makar, KKB, KKBS. Sehingga, namanya militer, apa yang harus disanjungkan oleh penduduk asli Papua yang biasanya mengklaim diri bahwa mereka adalah pelindung segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dibalik kekerasan represif yang kejam? Toh, selama ini, pemerintah dan militer sudah memperlihatkan wajah sesungguhnya kepada rakyat Papua adalah wajah kejam, Watak kekerasan, kolonialistik. Jutaan kejahatan kemanusiaan di tanah Papua melalui sistem kerja anda.
Tumpukan dari beberapa kasus nyata yang dirasakan oleh rakyat Papua bahwa, pemerintah Indonesia dan TNI/Porli tidak pernah menjelaskan. Bahkan mereka sendiri tidak mengerti definisi kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah NKRI, seperti, apa bentuk, model, dan juga wujudnya. Jargon yang diperlihatkan dan diwujudkan selama ini adalah “NKRI Harga Mati “. Dan siapa dia yang melawan negara ini, harus ditumpas.
Seperti diungkapkan juga oleh satu militer yang pernah berkuasa di Papua, kolonel Kav. Burhandnuddin, waktu menjadi Dandrem 172/PYW Jayapura pada 12 Mei 2007 dan di publikasikan di media Cenderawasi pos bahwa, “penghianat Negara harus ditumpas. Suatu ketika jika saya temukan, ada oknum-oknum yang sudah menikmati fasilitas Negara, tetapi masih saja menghianati bangsa, maka terus terang; saya akan tumpas. Pula, tidak usah demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang tidak berguna. Jangan lagi mengunkit sejarah masa lalu.”
Apa yang diungkapkan oleh pak Dandrem ini, memamg benar karena dia diajarkan dengan doktrin seperti itu. Doktrin itu tercermin melalui perilaku dan watak militer selama ini dan telah melahirkan kebencian, kemarahan dan tidak ketenangan terhadap rakyat Papua. Jujur saja, aparat militer sesungguhnya telah menjadi musuh rakyat. Sungguh bukan lagi pelindung rakyat Papua. Sejak mulai orde lama hingga detik ini, orde Jokowi-JK.
Maka, pemerintah Indonesia dan militer perlu mewujudkan konsep dasar yang harus membagaimanakan rakyat secara aman dan tentram sesuai prikemanusian dan prikeadilan. Sebaiknya pula harus posisikan diri sebagai pemimpin [gembala] yang melindungi dan menjaga rakyat [domba-domba] yang ada di Indonesia dan Papua sesuai hakikat rakyat dan dalam jaminan UUD.
Dengan harapan pemerintah dan militer jangan berwatak pencuri, pembunuh, pembinasa, dan perampok hak-hak rakyat sipil secara rasis atau intimidatif. Pemerintah dan militer harus sebagai pemimpin [gembala] yang baik sebaiknya mengenal rakyat [domba-dombanya] dan mendengar suara mereka. Sebab percaya atau tidak, diakui atau tidak, yang sesunguhnya bahwa benteng kekuatan dan pertahanan negara Indonesia adalah rakyat Indonesia. Sungguh, bukan lagi di militer yang se-enaknya represif terhadap rakyat. Kalau keyakinan seperti ini tidak diterima, maka pertanyaannya adalah, apakah negara Indonesia harus dipertahankan dengan derita dan penumpahkan darah rakyat sendiri terutama terhadap rakyat Papua yang makin berlanjut? Atau apakah Negara Indonesia harus dipertahankan dengan menginjak-injak kehormatan dan hak asasi rakyat Indonesia kepada rakyat Papua?
Dalam konteks Papua, selama ini pemerintah Indonesia dan militer telah sukses dengan gemilang mengintegrasikan wilayah, birokrasi pemerintah dan ekonomi dengan kekuatan politik dan keamanan ke-dalam wilayah Indonesia dengan bentuk sepihak, tanpa melibatkan penduduk asli Papua. Tetapi pemerintah Indonesia dan militer telah gagal total mengintegrasikan orang asli Papua atau manusia Papua ke-dalam wilayah Indonesia dan gagal membangun nasionalisme bagi penduduk asli Papua. Sebabnya, yang diperlihatkan adalah kekerasan dan kejahatan yang dapat menjauhkan hati rakyat Papua dari Indonesia. Akibatnya, sungguh tidak ada yang terindah. Sudah pudar kepercayaan rakyat Papua kepada tatanan pemerintah Indonesia, aparat keamanan serta militer Indonesia.
Langkah di atas juga mengarah pada aspirasi politik rakyat Papua yang tidak pernah ditanggapi oleh presiden Indonesia yang menjabat sebagai kepala negara. Mulai dari presiden pertama hingga detik ini, di Jokowi-MA, untuk memutuskan apa yang sebenarnya masyarakat Papua harapkan atau diinginkan. Tetapi setiap presiden yang menjabat menjadi kepala negara dalam negara ini hanya jadikan permainan. Dengan tujuan membudak rakyat Papua dengan beragam cara atau sistem secara tidak prikemanusiaan dan prikeadilan sesuai pradigma undang-undang negara.
Menyangkut dengan hal tersebut, militer dan birokrasi pemerintahan gagal melindungi rakyat Papua, terutama mengenai kekerasan alih fungsi kerja militer sebagai pelaku utama dalam menggerakkan eksploitasi lahan milik masyarakat Papua. Akan persoalan serius ini, hampir semua sektor di wilayah Papua dikuasai dan digerakkan oleh pihak militer Indonesia sampai saat ini.
Contoh kasus nyata yang terjadi adalah pertama, kasus program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFE) yang saat ini terjadi operasi lahan besar-besaran di kabupaten Merauke, dan yang di gerakan oleh Militer. Kedua, Industri Kelapa Sawit dalam skala besar yang terjadi di wilayah kabupaten Kerom, sawit di Nabire, Jayapura, Sorong. Ketiga, di teluk Bintuni perusahan Inggris yang beroperasi minyak bumi dan gas. Keempat, operasi tambang terbesar di dunia, PT Freeport, Tembagapura ,Timika-Papua yang negara sudah melibatkan kapitalis Indonesia dan korporat imperialis di seluruh penjuru dunia, serta masih banyak kasus yang sama persis terjadi di beberapa kabupaten lainnya dengan tujuan pemerintah menggunakan militer sebagai kaki tangan investasi Indonesia dan dunia.
Faktanya lapangan bahwa, dalam pemanfaatan lahan milik masyarakat Papua, pihak militer tidak ingin dan tidak pernah untuk kompromi dengan masyarakat yang punya hak atas lahan tersebut. Maka jadinya, pihak militer membiarkan seenaknya dan kaum perampas menjadikan hak dimiliki lahan tersebut, sehingga klimaksnya bahwa, pihak investor dan militer bekerja sama dalam melakukan eksploitasi lahan tanpa batas. Pada hal status perusahan sebagai ilegal loging. Sementara yang terjadi di area operasi perusahaan, di mana masyarakat tidak pernah melibatkan untuk mendapatkan jaminan untuk kelayakan hidup sementara pun. Bahkan masyarakat dimarjinalkan begitu saja. Tidak ada kepastian hidup yang jelas dan tidak ada tanggungjawab pemerintah serta persuhaan yang beroperasi. Dan dipertanyakan lagi bahwa adakah militer dan pemerintah mempunyai kebijakan dan pengaturan semua itu dengan baik, seperti; peran, tugas dan fungsi militer TNI/Porli? Seharusnya pihak militer dan pemerintah harus sadar dan pahami yang benar tentang peran dan fungsi serta tugas sebagai kedaulatan negara. Bukan hanya sekedar muat ketentuan Undang-Undang di situs web di setiap lini birokrat pemerintahan Indonesia dan pun dalam dokumen Undang-Undang dasar negara Indoesia di Jakarta.
Melihat fakta yang sudah dijelaskan di atas bahwa tidak ada pihak manapun yang memperdulikan rakyat Papua sehingga apa jadinya? Upaya pergerakan militer dan investor serta pemerintah kian semakin meningkat dan mengancam sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya/tatanan budaya yang sudah ada. Dan dampaknya masyarakat terancam serta mengalami kehilangan aktivitas keseharian sebagai petani, nelayan, buruh untuk menopang hidupnya dari hasil mata pencaharian.
Konteks ini perlu kita pahami, terutama kepada rakyat Papua pada umumnya dan khususnya anak-anak muda generasi penerus bangsa, tanah Papua; dengan catatan, harus memahami dan bertindak serta membangun langkah-langkah yang konkrit sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan secara brutal yang dilakukan oleh militer, pemerintah, dan para investasi/ investor di tanah Papua. Jadi, harus dengan langkah-langkah yang sangat dapat dibangun secara bersama, bersatu dalam persatuan dan menyikapi persoalan di tengah rakyat.
Konsep pertama, [hasil gagasan kami] adalah, melakukan pendekatan dengan pihak tokoh-tokoh agama, adat, dan kepada masyarakat, terkait situasi yang sudah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi pada lingkungan masyarkat; kedua, melakukan koordinasi di semua pihak yang peduli terhadap situasi yang terjadi; ketiga, adanya upaya sosialiasasi yang sistematis sesuai kebutuhan masyarakat. Sosialisasi juga punya ukuran. Sosialisasi harus dilakukan berdasarkan tingkat pendidikan, usia, dan status sosial. Biar target sosialisasi dapat terarah. Agar juga terjadi tanpa adanya ancaman militer Indonesia maupun pihak insvestor; keempat,semua pihak bersatu dan melakukan aksi penolakan secara serentak dengan menyampaikan pernyataan sikap sesuai isi hati [arah/pandang] rakyat Papua.
Pandangan ini merupakan konsep yang sebenarnya untuk menindaklanjuti bagi para mahasiswa, masyarakat, lembaga-lembaga, organisasi tanpa sunggang-sunggang. Bahwa harus terbuka dan meluas agar terlihat inti dari kebebasan berekpresi di muka bumi ini dapat membentuk koalisi pada pandangan rakyat secara demokratis.
Konsep kedua adalah, peran militer dalam kolonisasi, eksploitasi kapital. Militer berkuasa di Papua hanya karena kepentingan politik, kepentingan negara Indonesia serta kepentingan kekuasaan sumber daya alam [SDA], yang menjadikan militer sebagai kaki tangan penguasa. Begitu juga, apa bila suatu perusahan menanam investasi di negara lain, sekutu militernya juga berkuasa di tempat yang ada investasinya, dan itu terlihat di Papua. Karena Papua memiliki kekayaan alam yang sangat besar. Lalu ini bisa disimpulkan, mereka hanya mengejar kepentingan ekonomi saja. Tidak lain, itu saja. Atau mencari keuntungan isi dari "perut" kaum penguasa. Apa lagi negara Indonesia untuk membayar utang negara yang semakin menumpuk dari tahun ke tahun.
Tidak lazim. Selalu saja mereka menggunakan pengamanan militer di semua birokrasi, perusahan, CV, PT dan bidang aspek kehidupan. Kita semua mengetahui bahwa, keberadaan militerisme di tanah Papua itu sebenarnya menjaga dan melindungi masyarakat, bukan se-enaknya membunuh, membasmikn dan menghabisi rakyat Papua. Ini malah sebaliknya seperti bukti di atas. Militer malah melindungi para kapital global maupun kapital Indonesia sendiri di tanah Papua. Penilaian terhadap cara kerja militer dan kelakukan militer merupakan otek-otek kekerasan.
Seperti pepatah/peribahasa lain pula mengatakan “Dimana ada gula, di situ ada semut.” Begitu dengan militeri Indonesia. Di mana ada "pemerintah Indonesia pasti ada militer" dan di mana ada "perusahan pasti ada militer" dan keberadaan militer di seluruh tanah Papua adalah untuk melindungi kapitalis global, kapitalis Indonesia, kapitalis orang Papua, kapitalis birokrasi; dengan sepenuhnya sesuai sumpah dan janji oleh militer sendiri; dan apa bila ketika rakyat melakukan demonstrasi atau diskusi bebas yang membangun, pasti kapitalis-kapitalis itu melakukan kekerasan terhadap rakyat melalui militer yang sangat represif.
Melihat dengan itu, kondisi Papua saat-saat ini sangat di lema besar. Dan menjadi duka yang tidak pernah berhenti-henti. Setiap hari orang Papua dikontrol oleh militer dan sistem pemerintah, sehingga kekuasaan militer menyebar luas, baik di tempat-tempat umum maupun bahkan tempat terpencil.
Banyak cara yang militer Indonesia melakukan dari garis perjuangan militer sendiri dan lebih dari sekian rakyat luas belum mengetahui dibalik kekerasan militer di tanah Papua antara lain seperti, separatis yang dibentuk oleh militer/preman bersenjata, nepotisme, narkoba, seksual, pembunuhan, penyiksaan, perampokan, keroyokan, penistaan, pencuri, pendendam, terhadap rakyat asli di tanah Papua. Serta ada pun kasus kongkrit sebenarnya tidak menguntungkan bagi rakyat itu sendiri, seperti; militer menjadi bandar togel, militer menjadi wartawan, militer menjadi pedagang kaki lima, militer menjadi tukang ojek, militer menjadi sopir taksi, militer menjadi pembisnis bahan local [jual pinang], dan militer menjadi pegawai negeri sipil, militer menjadi berdagang PSK-PSK [seks] dengan perempuan yang mengidap HIV/AIDS, militer menjadi pembawa dan penjual minuman keras, militer menjadi bupati, militer menjadi kepala dinas, militer menjadi pengkotbha [pendeta/pastor], militer menjadi buruh, militer menjadi pembisnis kartu joger dan dadu. Jadi, hampir di setiap sektor mereka menguasai dan merajalela. Dan itu virus yang sungguh mematikan terhadap rakyat Papua.
Kemudian keberadaan militer saat ini adalah memantau setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Papua untuk menghadirkan/menciptakan masalah-masalah seperti di atas itu. Dengan tujuannya bahwa, target mereka adalah memusnahkan rakyat asli Papua dari tanah leluhur sendiri, memecah belah nasionalis rakyat bangsa Papua, mengasimilasikan rakyat asli Papua dengan rakyat luar Papua, menggegarkan budaya bangsa Papua serta martabat orang Papua itu sendiri.
Sudah bertahun-tahun Indonesia menjajah tanah Papua hingga sampai detik ini. Indonesia telah menjajah habis-habisan, mulai dari merebut kekayaan alam Papua, mencabut hak hidup ratusan ribu jiwa orang Papua. Bahkan membunuh setiap jatih diri/budaya dan adat isti adat yang herus melestarikan. Dan pula tutup rapat-rapat soal membungkam suara hak politik bangsa Papua untuk menentukan sikap bangsa masa depan atau hidup menentukan nasib sendiri. Semua telah dibungkamkan oleh NKRI atau kolonial Indonesia yang hadir melalui kaki tangan militer di tanah bangsa Papua.
Konsep yang ketiga, merupakan, berbicara tentang mewarisi penguasaan militerisme di Papua. Warisan yang terpendam di tanah Papua merupakan warisan yang terstruktur dari leluhur ke leluhur untuk mewarisi tiap peradaban yakni anak cucu selanjutnya atau orang asli Papua, namum warisan tersebut kini telah diambil-ahli oleh penguasan pemerintah dalam tangan militer yang sepenuh-nya. Seperti yang telah dijelaskan di atas mengenai penguasaian militer di berbagai konsep kehidupan rakyat Papua. Dengan penguasaian semacam itu, prektek dan kerja militer terlihat jelas. Sudah nampak memang dari bidang pendidikan, kesehatan, pertanian, pariwisata, perusahan hingga tatanan agama.
Ada contoh kasus yang sedang terjadi di tanah Papua adalah, pertama, dimana rakyat Papua dipaksa oleh militer dan dirayu dengan bahasa yang amat perkasa terhadap orang tua untuk anak-anaknya di sekolahkan dalam bidang militer; militer melakukan perselisihan yang berujung pada pemaksaan untuk mencalonkan anggota. Langsung dari tingkat SMA/SMK. Lain pula di tingkatan perguruan tinggi maupun di lingkungan masyarakat dengan maksud siapa yang ingin mengikuti program militer (militerity produc). Kedua, militer menjadi guru dan dosen sebagai menerapkan ahli fungsi dari militer tanpa pandang realitas kehidupan rakyat.
Penguasaian militer di bidang ini sangat kejam sekali menguasainya sebab dilakukannya pada subjektif [per-individualis]. Kemudian pada bidang kesehatan, militer menjadi dokter bayaran untuk membius atau membunuh rakyat Papua yang smenjalani perobatan di rumah sakit, militer menjadi pemakai obat-obatan melalui makanan-makanan yang dijual maupun berbagi gratisan dalam panggung-panggung pesta. Sehingga, pendekatan ruang militer yang sangat merepresifkan. Maka, tidak ada ruang bergerak dan pergerakan oleh rakyat asli Papua dari sisi ruang demokrasi saat ini. Ini lain pula dikarenakan, militer ada di seluruh pelosok-pelosok tanah Papua.
Sekilas tentang ekonomi yang ada di tanah Papua melalui ulasan yang cukup ringkas bahwa, di tempat tinggal masyarakat asli Papua, memiliki tanah yang luas, subur, berisi segala jenis makanan. Juga air minum yang segar. Ini terpampang jelas di seluruh tanah Papua. Lain pun disuburi dengan kekayaan alam oleh berbagai unsur hara tanah yakni; emas, nikel, batu bara, uranium, tembaga.
Kemudian berbagai unsur hara tanah yang menjadikan penghijauhan kesuburan tanah, di alam leluhur Papua . Maka itu-lah tanah Papua adalah, tanah terindah yang biasa disebut “High Land Paradise” yang mana masyarakat asli Papua dari ratusan tahun berlalu telah miliki dan menikmati kekayaan alam yang ada. Lalu selanjutnya disebut alam memberikan nafkah kehidupan bagi rakyat Papua dari tanah yang subur, maka rakyat berdomisi dengan alam, budaya, sosial. Yang berarti dengan kata lain bahwa, "rakyat Papua hidup bersama unsur hara dalam tanah, dipermuakan tanah (tumbuhan/hewan bisa hidang). Sehingga, kehidupan telah terjamin dari kekayaan alam itu sendiri," tetapi apa yang terjadi? Sayangnya setelah masuknya militer masuk melalui pemerintah (kaki tangan negara) secara tiba-tiba dan berlanjut kian menakuti dan menguasai tempat, menguasai di seluruh isi alam Papua dan menghadirkan para tangan kapitalis ilegal untuk menghancurkan kehidupan rakyat asli Papua. Dengan bentuk mengelolah dan eksploitasi segala jenis sumber daya alam dari kekayaan alam yang berharga bagi kapitalis, terutama kekayaan alam dikerut dan dihabiskan secara illegal untuk oleh kepentingan kaum kapitalis dan imperialis dan negara Indonesia, ketimbang bukan untuk rakyat asli Papua yang memiliki hak ulayat tanah Papua.
Dengan demikian mulai perampasan ekonomi rakyat Papua oleh para kapitalis menggunakan militer melalui pendekatan sistem intimidasi, perampokan, pembodohan, pelecehan, penganiayaan, penipuan, ketidak adilan, pengisapan, pencurian dan telah dijelaskan sebelumnya; serta semua dilakukan secara terstruktur, yang mana rakyat asli Papua perlu dapat menngetahui juga, kekerasan itu datang dan berhenti sebagai tujuan yang dimaksud sebagai perampasan ekonomi rakyat Papua dari ketidak adilan kapitalis dan imprealisme dalam tangan militer negara Indonesia. Yang mana juga sebagai tujuan untuk mengcabut jutaan nyawa rakyat Papua. Bahkan menumpas habis-habis kekayaan dan rumpun ras melanesia di Papua Barat.
Kebodohan dan penipuan sedang dilakukan oleh militer Indonesia dengan membawa wangian taktik yakni, "Militer yang Merakyat". Militer sedang merakyat di tanah Papua untuk sebagai menghadirkan pengancaman terhadap rakyat Papua, dan membodohi terhadap rakyat dengan cara melibatkan rakyat untuk memasukan dalam sistem mereka atau budaya mereka. Jadinya hampir rata-rata rakyat Papua mengikuti sistem dari kapitalis dan imprealis melalui militer yang merakyat.
Tekanan dari militer yang merakyat sangat cukup jelas saat ini terlihat. Mulai menutup ruang gerak pembebasan dan aktivitas rakyat Papua dari mencari mata pencaharian ekonomi kehidupan hingga perjuangan untuk membebsakan rakyat. Akibat dari itu militer menjadi rakyat, rakyat Papua pun mengundurkan diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas keseharian mereka dan mengosongkan tempat mereka bekerja karena merasa kesesakan. Sebab tekanan dari militer yang merakyat dan juga dibaliknya kapitalis dan imprealis yang berkuasa.
Karena konsep militer merakyat di tanah Papua; di balik itu juga, Papua mempunyai sisi garis “Politik Sejarah Bangsa West Papua” untuk menentukan nasibnya sendiri, sehingga di Papua mempunyai dua sisi politik yang masih bekerja. Teruatama, tentang status “politik West Papua” dan yang kedua adalah “politik praktis Indonesia” yang membodohi orang Papua untuk tidak memperjuangkan pembebasan nasional Papua Barat. Jadi, kedua politik ini sedang berjalan lancar di tanah Papua.
Jadinya pun kerja militer yang merakyat di tanah Papua semakain memanas secara represif dan mengintimidasi tanpa batas.
Dari sisi perjuangan pembebasan nasional West Papua; sepanjang perjuangan West Papua dari tahun 1961 sampai 2019 mempunyai perjuangan yang total untuk “Merebut hak dan kemerdekaan yang total.” Bahwa pengakuan secara nasional dan internasional untuk rakyat West Papua berjuang untuk menentukan nasib hidup mereka pada masa yang mendatang . Dan itu terlihat jelas bahwa, ada berbagai organisasi yang terstruktur dalam perjuangan ini, terutama secara Internasional dan nasional, yakni Organisasi Papua Mardeka, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Free West Papua Campaign, ULMWP, KNPB, AMP, FRI-WP dan lainnya, tujuan utamanya adalah, “Mempertahankan hak hidup manusia kaum melanesia West Papua dan melindungi alam West Papua dalam menentukan nasibnya sendiri.” Sedangkan politik pratis kolonial di tanah Papua, adalah Indonesia memberikan berbagai pemekaran kabupaten-kabupaten, provinsi hingga, desa-desa. Juga pangkalan-pangkalan militer, membangun jalan trans-Papua untuk kepentingan negara dan investor, mendatangkan perusahan-perusahan yang eksploitasi isi alam, mengasimilasikan orang asli Papua dengan orang pendatang, mendatangkan otonomi khusus [otsus], [UP4B, afirmasi, SBNPTN, beasiswa DAN LPMAKA, dst. ..], mendatangkan kaum melayu sebagai tranmigrasi yang tanpa catatan kependudukan asli, dan sebagainya yang dilakukan oleh Indonesia atas Papua dengan melalui pendekatan militer yang merakyat secara refresif makin menjulang.
sehingga dengan kedua politik inilah, rakyat Papua perlu memikirkan kembali, apakah militer yang merakyat yang salah ataukah masyarakat asli orang Papua sendiri yang salah? Dengan menyikapi, bahwa bagaimana nasib hidup orang Papua kedepan dan anak cucu kedepan? Jika saja bila mempertahankan sistem Indonesia di tanah Papua yang semakin hari-semakin kejam oleh negara melalui pendekatan militer yang merakyat ini.
Serta juga ada beberapa pertanyaan yang perlu dipikirkan secara bersama, terutama untuk rakyat Papua dan kalangan umum, bahwa “Mengapa orang Papua harus mau mengikuti sistem Indonesia teruskah?”. Orang Papua yang duduk di dalam sistem Indonesia juga menjadi alat permainan hegemonis, menciptakan kenapsuan, sehingga menjajah rakyatnya sendiri atau orang-orang lemah di bumi ini. Mereka yang sedikit terseret dalam sistem Indonesia masih meyakini bahwa pancasila sebagai dasar hidup mereka dan mempertahankan nama Indonesia di tanah Papua. Tetapi akan ini, sebagian besar tidak meyakini bahwa, Idonesia tidak ada arti di tanah Papua. Apa lagi simbol pancasila yang berujung pada tidak ada arti sama sekali. Sebab ini dapat dilihat dari, hampir sebagain orang asli Papua mempertahankan ideologi perjuangan pembebasan nasional negara West Papua di tanah Papua. Hanya saja tidak terlihat karena takut dan traumatis.
Kemudian yang kedua adalah, bagaimana sturuktur pemerintahan pusat dan daerah dengan sistem Indonesia di Papua dalam rana pembebasan nasional West Papua? Banyak kasus yang terjadi, ketika rakyat asli Papua masuk dalam sistem dan bekerja sama bersama pemerintah Indonesia dalam sistem Indonesia. Sudah sejak awal hingga detik ini, rakyat Papua rasakan adalah penderitaan dan dikucilkan. Apa bila jika rayat Papua yang bekerja dalam sistem Indonesia yang akan membela rakyat atas kebenaran selalu disalahkan hingga ditumbangkan nyawa, berbicara keadilan dicari dan dikejar ditangkap tanpa alasan, dan diinterogasikan, bahkan mempertahankan indeologi orang asli Papua, disiksa dan dibunuh seperti hewan buruan. Lain di penjarahkan. DPO, dan lainnya dengan “cara” yang tidak manusiawi bagi orang Papua”.
Perlakukan tidak menghargai dan tidak manusiawi terhadap manusia Papua, itulah membuat lapisan orang Papua telah terbentur akan trauma atau rasa takut di negrinya sendiri. Akirnya menjadi budak pekerja yang tidak normal. Alias pekerja-paksa dan menjadi menonton dijajah. Atau yang di percayakan oleh sistem kolonial Indonesia ini menjadi hanya penonton saja terhadap rakyat yang berjuang nasib bangsa Papua atau meng-supported yang fanaktik klonial, memihak kepada pemerintah, Kapitalis dan bahkan menjadi penerus penjajah rakyat Papua.
Ketidak sadaran rakyat Papua tentang sejarah perjuangan Papua yang sudah tersistem Indoneisa selalu mempertahankan negara republik Indonesia. Akirnya menjadi konflik social bertumpuk. Dan menjadi aktor dibalik konflik antar suku dengan suku, keluarga dengan keluarga. Bahkan daerah dengan daerah dan propinsi dengan propinsi. Toh, atas nama terlanjur fanatik, sporter kepetingan penjabat-penjabat Papua di tingkat daerah maupun pusat bagi kepentingan NKRI bagi pula rakyat Papua yang tersistem dengan Indonesia.
Oleh karena itu, masyarakat Papua maupun rakyat Papua Barat, khususnya belum menyadari akan sistem membodohi negara sampai detik ini, dan belum menyadari nasionalisme bangsa Papua Barat yang semestinya. Maka, yang dianjurkan adalah, militeris dan pemerintah birokrasi Indonesi serta kapitalis akan memanfaatkan kaum yang belum sadar ini, akan menjadikan aktor di berbagai sektor di West Papua. Hidup jangan bergantung! Sebab semuanya itu efek dari ketergantungan rakyat Papua untuk hidup dan bernapas. Oleh karena itu, orang Papua lebih buka mata dan melihatlah kedepan, sebab penjajah semakin licik menjajah terhadap kita, kaum melanesia di West Papua.
PAPUA MERDEKA HARGA MATI . . .!!!
Penulis adalah Agitasi dan Propaganda, Aliansi Mahasiswa Papua, Komite Kota-Bali