Halloween party ideas 2015

Ilustrasi gambar sistim piramida

Oleh: Clara Matuan

Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau + cracy), diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, di mana lebih banyak orang berada ditingkat bawah daripada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya sipil maupun militer. Sistem birokrasi itu sendiri adalah sistem pemerintahan negara yang sedang kita alami saat ini. Sistem birokrasi yang dipakai oleh Indonesia saat ini adalah sistem birokrasi yang diwariskan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat zaman penjajahan dulu. Sistem birokrasi ini diambil dari sistem negara modern yang dicetuskan oleh Napoleon (Revolusi Prancis) lalu diambil oleh Gubernur Jendral H.W.Daendels (1808-1811) untuk menyusun pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Sistem birokrasi (saat ini) atau sistem negara modern Napoleon (saat itu) adalah  negara modern yang pertama didunia dimana para pejabat disusun menurut hierarki dan digaji sehingga atas dasar prinsip-prinsip pemisahan kepentingan pribadi atau jabatan. 

Indonesia pada waktu itu belum mengenal sistem birokrasi ini, Indonesia hanya memiliki Pangreh Praja atau Penguasa Tradisional/Pejabat Daerah, yaitu para raja-raja kerajaan, patih, beserta jajrannya sampai pada saat VOC (Kolonial Belanda) masuk ke Indonesia, menjajah Indonesia dan akhirnya membentuk sistem birokrasi ini. Prangeh Praja Indonesia pada saat itu bekerja untuk kepentingan masyarakat yang berada dibawah pimpinannya. Para Prangeh Praja ini mengutamakan kesamaan hingga masuknya sistem birokrasi atau sistem negara modern inilah yang mengubah tatanan politik dan sistem kerja Pangreh Praja. 

Sistem birokrasi ini dibentuk oleh Belanda untuk menjalankan kepenguasaannya atau penjajahan di Indonesia. Jarak Belanda dan Indonesia yang cukup jauh tidak memungkinkan terjadinya pemeritahan secara langsung, untuk itu Pemerintah Belanda membentuk sistem birokrasi ini agar memiliki ‘kaki tangan’ untuk membantu menjalankan kepenguasaannya. Pemerintah sipil pribumi merupakan penghubung yang efektif antara rakyat pada umumnya dengan Pemerintah Belanda. Maka dari itu, Belanda mulai membangun kerjasama dengan Pangreh Praja Indonesia. Belanda yang menganggap dirinya penakluk pada saat itu menganggap dirinya memiliki kekuasaan feodal atas daerah yang ditaklukkannya. Dengan membangun stigma-stigms tersebut, para Pangreh Praja mulai dipengaruhi untuk bekerja sama dengan mereka melalui perjanjian-perjanjian yang nantinya akan menguntungkan Pangreh Praja. Dan inilah awal mula munculnya elite-elite birokrasi.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada masyarakat Papua. Sebelum proses aneksasi Papua pada 1 Mei 1963 menjadi bagian dari NKRI, Pemerintah Indonesia yang berkuasa pada saat itu sudah mempengaruhi para Pangreh Praja atau Pejabat Dareha Papua saat itu yang tidak lain adalah kepala suka dan tokoh-tokoh adat Papua. Mereka mempengaruhi dengan janji-janji manis maupun menggunakan tekanan, teror dan intimidasi. Hal ini bertujuan agar para kepala suka atau tokoh-tokoh adat ini mau bekerja sama dan mengajak masyarakatnya untuk bergabung dengan NKRI. Yang berbeda disini Pemerintah Indonesia juga menggunakan kekerasan agar rakyat Papua mau bergabung dengan Indonesia. Ini merupakan suatu pemaksaan karena rakyat Papua merasa bukan bagian dari Indonesia, rakyat Papua telah deklarasikan kemerdekaan pada 1 Desember 1961 dan telah menjadi bangsa yang berdaulat. Setelah proses integrasi secara paksa inilah, baru Pemerintah Indonesia mulai membentuk ‘kaki tangan’nya di Papua guna menjalankan kekuasaannnya. 

Hingga saat ini dapat dikatakan bahwa sistem birokrasi yang digunakan di Papua adalah warisan Kolonial Belanda pada Indonesia dan diwariskan lagi pada Pemerintahan Papua. 

Karena kesadaran rakyat Papua akan sejarah bangsanya yang menyatakan bahwa Papua bukan bagian dari Indonesia membuat rakyat Papua menuntut hak politiknya, yaitu meminta kemerdekaan. Rakyat Papua sadar bahwa PEPERA tahun 1969 adalah tidak sah dan cacat dimata hukum, atas dasar hal inilah yang membuat rakyat Papua gencar menuntut hak kemerdekaannya. 

Untuk mendiamkan suara rakyat Papua, maka Pemerintah Indonesia memberikan Otonomi Khusus kepada Papua dan dijalankan oleh Pemerintah Daerah Papua yang tidak lain adalah Pangreh Praja. Para Pangreh Praja telah terjebak dan terpaku pada sistem birokrasi buatan Belanda yang sedang dijalankan Indonesia saat ini. Pangreh Praja Papua tidak mampu melawan kebijakan Pemerintah Indonesia karena mereka sendiri merupakan ‘kaki tangan’ Pemerintah yang harus tunduk dan taat pada Pemerintah. Jika mereka melawan jabatan, kekuasaan bahkan nyawa mereka sendiri terancam. Disisi lain, ada juga Pangreh Praja Papua yang sudah terbuai dengan janji manis Pemerintah Indonesia sehingga mau menjadi kaki tangan yang setia tanpa melihat penderitaan rakyatnya sendiri. 
Otonomi Khusus merupakan perjanjian manis yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia agar rakyat Papua tetap setia pada NKRI. Otsus merupakan permen manis agar membungkam suara rakyat Papua. Setelah Otsus diberikan atas nama rakyat Papua, dampak dari Otsus tersebut tidak pernah nyata bagi masyarakat Papua. Kesenjangan sosial terjadi disetiap aspeknya, politik, ekonomi, sosial-budaya, kesehatan dan pendidikan. Hal ini telah menunjukan bahwa yang diinginkan rakyat Papua bukanlah bualan janji manis Pemerintah tetapi rakyat meminta hak politiknya dikembalikan. Namun disisi lain ada beberapa para Pangreh Praja yang tetap ngotot mempertahankan Otsus ini, dengan kata lain tetap menjalankan sistem birokrasi yang menyengsarakan rakyat Papua. 

Sistem birokrasi ini juga sangat melemahkan rakyat kecil, tidak hanya di Papua tetapi juga Indonesia karena sistem birokrasi ini menjalankan sistem kapitalisme. Dengan bentuk sistem birokrasi seperti ini, setiap masyarakat harus bekerja untuk para pemimpinnya. Masyarakat harus bekerja kepada para penguasa atau Pangreh Praja yang memiliki sumber-sumber produksi untuk dapat hidup. 

Oleh karena itu, sistem birokrasi seperti ini harus dihapuskan dari dalam tatanan kehidupan masyarakat agar tidak menyengsarakan rakyat. Pemerintah Indonesia harus berani mengambil langkah dan keluar dari zona nyaman demi rakyat. Sistem Pemerintahan Indonesia hendaknya kembali pada sistem semula, dimana para Pangreh Praja atau Penguasa bekerja demi rakyat yang hidup dibawah pimpinannya agar hidup adil dan sejahtera. Lalu untuk Papua, Pemerintah Indonesia harus memberikan hak politik yaitu hak menentukan hasib sendiri bagi bangsa West Papua. 

Bumi Arema, 11 April 2020

Penulis adalah pelajar SMA di Jawa.

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats