Halloween party ideas 2015

 


Penulis, Zusan C. Griapon**
(Penulis adalah Aktivist Perempuan West Papua dan self Determination)

Melihat dari Perspektif Kolonialisme, Militerisme, dan Imperialisme

Pemerintahan Indonesia di Papua adalah Illegal. Pendudukan paksa Indonesia di wilayah Niew Guinea Barat/West Papua, dilakukan dengan pendekatan militerisme. Pemerkosaan, perampasan tanah, intimidasi, terror, pemukulan, pembunuhan merupakan cara Indonesia untuk menghancurkan kekuatan Rakyat Papua. Pemerintah Indonesia mengirimkan militer untuk memusnahkan ras/suku secara sengaja (genosida) di Papua Barat. Militerisasi Indonesia kepada West Papua didasari oleh perpektif rasis, dampaknya adalah kematian dan trauma, berdampak pada kehidupan sekarang. 

Papua Barat dijajah oleh pemerintah Indonesia. Penjajahan dibuktikan dengan dua kesepakatan Internasional yang dibuat tanpa melibatkan orang Papua sebagai Subjek. Dua kesepakatan tersebut adalah New York Agreement pada 15 Agustus 1962 dan Roma Agreement Pada 30 September 1962. Pemerintah Indonesia membohongi publik tentang nasionalisme orang Papua Barat,atau ‘Tidak ada keterlibatan orang Papua dalam perjuangan mendirikan negara Indonesia’. PEPERA sebagai langkah demokratis yang ditawarkan untuk menyelesaikan konflik Indonesia-Papuadimanipulasi oleh pemerintah Indonesia.

Sumberdaya lama dan manusia Papua di eksploitasi oleh pemerintah Indonesia.Militerisasi Indonesia yang diawali dengan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) 1961. TRIKORA dilakukan sebagai landasan awal untuk penjajahan Indonesia terhadap rakyat Papua. Tentara Indonesia melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Perempuan West Papua. Pola perampasan lahan yang dilakukan oleh TNI adalah menyebarkan ketakutan, intimidasi dan stigma separatis kepada Perempuan sehingga perempuan dan anak meninggalkan tanah. Tanah tersebut merupakan tanah darisuku/marga mereka (ICP, 2015). Tanah tersebut akan digunakan untuk kepentingan perusahaan multi nasional melakukan eksploitasi tambang, kelapa sawit, dsb.

        Bagaimana Militerisme, Kolonialisme dan Imperialisme mengeksploitasi Perempuan Papua?

Militerisme Indonesia memperkosa Perempuan Papua Barat

Perempuan adalah ‘mama’ adalah tanah sebuah analogisosial – budaya. Analogi ini menggambarkan masyarakat komunal Papua/ Melanesia dalam melihat Perempuan. Perspektif Perempuan adalah tanah, menggambarkan Perempuan sebagai sumber kehidupan. ‘Mama’ atau Perempuan akan melahirkan anak-anak untuk keberlangsungan suku atau marga dari wilayah Perempuan itu atau suami Perempuan itu. Proses mengandung hingga persalinan menguatkan kontak batin antara mama dengan anaknya, sementara itu kehidupan komunal menguatkan naluri perempuan dikomunitas untuk ikut merawat anak-anak di suku/klannya.  Tidak semua perempuan Papua pada situasi komunal mengelola tanah, laut,  meramu untuk menyajikan makanan sehingga suku/klannya bertahan hidup ada pula Perempuan yang melakukan pemburuan juga memiliki keahlian khusus yang tidak berkaitan dengan menyajikan makanan.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak memahami analogi sosial-budaya masyarakat adat Papua Barat. Rasisme adalah semangat militer Indonesia melakukan pendudukan paksa wilayah Papua.Militer Indonesia beranggapan  ‘rakyat Papua tidak beradap dan tidak berbudaya’. TRIKORA 19 Desember 1961 menjadi fakta Indonesia tidak berperspektif bahwa Papua adalah subjek yang hidup di atas tanah leluhurnya. Mobilisasi militer Indonesia tercatat 15 operasi militer yang dilakukan sejak 1962 –2004. Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa pemerkosaan oleh militer Indonesia di Wilayah West Papua secara brutal di daerah tambang Grasberg (GunungNemangkawi). Laporan ini juga mengungkapkan bahwa pemerkosaan digunakan sebagai instrumen penyiksaan oleh pasukan tentara dan polisi Indonesia, ketika mengintrogasi Perempuan tentang keberadaan suami mereka yang diduga berafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pemerkosaan yang dilakukan oleh Komando Pasukan khusus (KOPASUS) di sebuah desa sekitar Grasberg juga diungkapkan oleh Internasional Center for Transitional Justice, 2012. 

Indonesia adalah Negara keji. Pemerkosaan, indimidasi dan teror dilakukan oleh militer Indonesia secara terus-menerus. Para Peneliti (John Braithwaitedkk 2010:63) berpendapat kekerasan yang dilakukan oleh pasukan militer Indonesia terhadap penduduk Papua sangat keji. Kesaksian tentang penis pria yang dipotong dan vagina perempuan yang dipotong kemudian disuapi kepada suami mereka adalah fakta kekejian tersebut.

Negara terbukti melakukan pemerkosaan (merendahkan martabat/harga diri) Perempuan Papua Barat untuk kepentingan eksploitasi sumber daya alam dan manusia di Papua. Pemerkosaan secara sosial-budaya dan seksual memberikan dampak trauma bagi seluruh masyarakat Papua.

Aneksasi Papua : perjanjian- perjanjian Internasional

1 Desember 1961 adalah deklarasi kemerdekaan Rakyat Papua. Rakyat Papua bersatu menyatakan bebas dari belenggu kolonialisme Belanda maupun Indonesia. Soekarno merespon peristiwa tersebut dengan mengumandangkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) 1961. Sementara mobilisasi militer pemerintah Indonesia melakukan lobi internasional untuk memperkuat klaim sepihak atau penggabungan paksa terhadap wilayah West Papua. Dua perjanjian internasional yang mengikat Papua dengan Indonesia adalah:

a. Perjanjian New York tanggal 15 Agustus 1962

b. Perjanjian Roma tanggal 30 September 1962

Perjanjian New York tanggal 15 Agustus 1962 mengatur Hak asasi penduduk Irian Barat (Tanah Papua) dengan ketentuan bahwa pada tahun 1969 akan diadakan Hak Penentuan Nasib Sendiri (Act of Free Choice), apakah rakyat Irian Barat (West Papua) ingin tetap dengan Indonesia atau memisahkan diri dengan mendirikan negara yang merdeka. Pelaksanaan perjanjian ini dipenuhi tindakan rekayasa dan intimidasi dari pemerintah Indonesia dengan mengirimkan militer Indonesia ke Tanah Papua sehingga pelaksanaannya tidak adil dan tidak menghargai Hak Asasi Manusia Papua.

Kelompok atau Individu yang dianggap tidak mendukung upaya aneksasi Indonesia ditangkap dan dipenjarakan serta langsung diadili melalui pengadilan-pengadilan di seluruhIrian Barat (Tanah Papua).
Pembentukan dewan – dewan musyawarah Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dimana keanggotaanya ditentukan sendiri oleh pemerintah Indonesia jumlah peserta musyawarah seluruhnya 1.020 orang, dengan menggunakan cara voting dimana tim pemerintah telah mempersiapkan satu ‘ keputusan’, kemudian dibacakan dimuka sidang dan dinyatakan kepada semua peserta dengan bulat menyatakan ‘bergabung ‘ dengan orang Republik Indonesia.

Tindakan atau cara tersebut sangat merugikan rakyat Irian Barat (Tanah Papua), sebab dari jumlah penduduk 800.000 orang saat itu, hanya 1.020 yang memberikan suara, bukti bahwa Indonesia mengabaikan unsur demokrasi dan keadilan. 

Perjanjian Roma 30 September 1962 dibuat setelah perjanjian New York perjanjian ini ditandatangani oleh tiga negara, yaitu Republik Indonesia, Keranjaan Belanda dan Amerika Serikat. Perjanjian ini ditentukan bahwa ‘Indonesia berkuasa atas tanah Papua selama 25 tahun (dua puluh lima) tahun terhitung sejaktanggal 1 Mei 1963, setelah itu Indonesia melepaskan Tanah Papua untuk membentuk satu pemerintahan sendiri (merdeka). Pemerintah Amerika Menunjang dengan menyediakan dana sebesar USD 25 juta setiap tahun. Pemerintah Indonesia diperkenankan untuk mendatangkan transmigrasi ke Tanah Papua, membuka pertambangan, pengelolahan hasil hutan dan lain sebagainya. Kenyataannya, pemerintah Indonesia melakukan transmigrasi, sedangkan sektor pertambangan dan kehutanan diberikan untuk dikelolah oleh investor-investor asing.

Kedua perjanjian ini tidak disebutkan keterlibatan orang asli Papua, sedangkan persetujuannya membicarakan tentang nasib manusia dan teritori Papua dan segala isinya, sehingga Indonesia terbukti menjajah Papua. Penjajahan ini membuka akses transmigrasi, dan eksploitasi sumber daya alam yang berdampak pada peminggiran masyarakat Papua. Perempuan dan anak menjadi kelompok sosial yang sangat dirugikan karena akses tanah (alatproduksi) hilang. Perampasan lahan berakibat padah ilangnya sosial-budaya masyarakat Papua, etnosida, serta genosida.

Kepentingan Imperialisme di Papua Barat
Walhi (Lembaga Non Pemerintah) pada tahun 2016-2017 terdeteksi 48, 6 ribu hektar dibabat habis, untuk tujuan perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan lain sebagainya. Padatahun 2014 pelepasan 3 juta hektar tanah di Merauke oleh Pemerintah Indonesia untuk lahan padi. 1970-an perampasan lahan masyrakat adat Keerom oleh PT. PN II oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pembangunan kelapa sawit. 1967 Kontrak karya PT. Freeport Mc yang dilakukan oleh Presiden Indonesia, Soeharto dengan pemilik saham. Semua kontrak merupakan perusahaan multi nasional yang modal di beberapa Negara lainnya. Kontrak dilakukan sepihak tanpa melibatkan rakyat Papua, dirampas dengan cara kekerasan. Perempuan diperkosa, dibunuh, dipukuli, didiskriminasi.

Haluk 2019 menuliskan negara mempertahankan kedudukannya dengan melakukan Operasi Militer; Operasi Sadar (1965-1967), Operasi Brathayudha (1967-1969), Operasi Wibawa (1969), Operasi Militer di Kabupaten Jayawijaya (1977), Operasi Sapu Bersih I dan II ( 1980), Operasi I dan II (1982), Operasi Tumpas (1983-1984), Operasi Sapu Bersih (1985), Operasi Militer Pembebasan Mapnduma (1996), Operasi Militer Biak Berdarah (1998), Operasi dan Pelanggaran HAM di Wamena Berdarah (Oktober 2000), Pelanggaran HAM penurunan bendera Bintang Kejora di Kabupaten Merauke, Nabire, Manukwari, Kota Sorong (2000), Peristiwa Pelanggaran HAM Abepura Berdarah (2000), Peristiwa Pelanggran HAM Wasior Berdarah (2001),Operasi Militer Wamena (2003), Operasi Militer Kabupaten Puncak Jaya (2004), Peristiwa Pelanggaran HAM Abepura (2006), Operasi Timika Tembagapura (2017- 2018), Pelanggaran HAM Lanny Jaya (2016, 2018), Operasi Nduga (2018). Operasi ini menyebabkan kerugian material dan trauma bagi rakyat Papua khususnya Perempuan.

Referensi: 
Haluk, M,. 2018., TragediKemanusianNduga, Denpasar :PustakaLarasan.
ICTJ, 2012.,ISBN: 978-602-97558-4-8., New York
Braithwaite,J.. 2010., Anomie and Violance.,Canbera : ANU E-press
International Coalition Of Papua Team. 2015. Hak asasi manusia di Papua 2015. laporan keempat yang meliput kejadian sepanjang bulan april 2013 hingga desember 2015.






Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats