Editor: koran kejora, 55 Tahun Freeport ilegal di atas tanah Papua |
Pernyataan Sikap
Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRIWP)
55 TAHUN FREEPORT ILEGAL:
TUTUP FREEPORT, CABUT OTSUS, TOLAK DOB DAN BERIKAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI BANGSA WEST PAPUA
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Waa… waa… waa… waa… waa… waa… waa… waa… waa… waa!
Salam Pembebasan Nasional Bangsa Papua Barat!
PT Freeport Indonesia telah lama menjadi malapetaka bagi bangsa West Papua. Kehadiran Freeport di tanah West Papua tak bisa dipisahkan dengan kehadiran pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan kerusakan lingkungan di tanah West Papua. Juga, pemerintah kolonial Indonesia ikut andil dalam malapetaka yang diderita bangsa West Papua. Sejak Freeport Mc Moran beroperasi 1967 hingga 2022 yang ke-55 tahun, hal tersebut menjadi akar masah dan konflik berkepanjangan dan merupakan kemauan modal Imperialis dan keuntungan Kapitalis Internas ional dari perebutan sumber daya alam di West Papua sertakan Pembungkaman Hak Demokratis terus di lakukan, otonomi khusus di paksa untuk harus terima, kolonial; tidak melihat aspirasi rakyat papua yang terus melakukan protes untuk menolak perpanjangan otsus, namun aspirasi rakyat tersebut di biarkan begitu saja, ingga kini di paksa untuk pemekaran Daerah Otonomi Baru DOB di selurh tanah papua. Kolonil Indonesia tidak melihat persoalan akar konflik di papua namun terus memperpanjang konfli di west papua.
Demi penanaman modal, operasi-operasi militer Indonesia digelar. Setelah Operasi Trikora pada 19 Desember 1961, ada beragam operasi militer seperti Operasi, Banten Kedaton, Operasi Penyisiran, Operasi Koteka, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Jayawijaya, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu, Operasi Sadar. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Force, Operasi Cakra, Operasi Wisnumurti, Operasi Brathayudha, Operasi Wibawa, Operasi Lumba-lumba, Operasi Mapenduma, Operasi Penangnan Pepera, Operasi Koteka, Operasi Senyum, Operasi Gagak, Operasi Kasuari, dan Operasi Khusus lainnya. Semuanya dilakukan demi penguasaan wilayah West Papua. Demi kenyamanan dan keamanan proses penanaman modal belaka serta menanamkan cakar praktek kolonialisme dan melanggengkan kapitalisme di atas Tanah West Papua.
Pada tahun 2000, ELSHAM Papua membuat laporan tentang kekerasan aparat keamanan yang terjadi di berbagai wilayah di West Papua. Di Paniai, tercatat 614 orang meninggal, 13 orang hilang, 94 orang diperkosa. Di Biak, 102 orang meninggal, 3 orang hilang, 37 orang dianiaya, 150 orang ditahan. Di Wamena, 475 orang meninggal. Di Sorong, 60 orang meninggal, 5 orang hilang, dan 7 orang korban pemerkosaan. Di Jayawijaya, 137 orang meninggal, 2 orang hilang, 10 orang menjadi korban pemerkosaan, 3 orang menjadi korban penganiayaan. Belum lagi pembakaran rumah ibadah, kampung, rumah, alat-alat adat istiadat. Itu pun belum termasuk wilayah-wilayah lainnya, yang belum terdata dengan baik mulai dari 01 Mei 1963 Rakyat West Papua di aneksasi hingga saat ini.
Selain terhadap kekerasan terhadap kemanusiaan, Freeport Indonesia juga berperan besar pada kerusakan alam West Papua. Puluhan ribu Hektar hutan telah diubah menjadi hutan mati. Peluapan sungai akibat endapan limbah yang masuk dalam kategori limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Limbah tailing yang dibuang ke Sungai Ajkwa, salah satu sungai di antara lima sungai lain di Mimika. Masih ada sungai-sungai lain seperti Sungai Aghawagon, Sungai Otomona, Sungai Minjerwi, Sungai Aimoe, dan Sungai Tipuka. Freeport Indonesia telah mengkontaminasi perairan dengan cairan asam berbahaya bagi kehidupan akuatik dan terancam bagi rakyat setempat.
Freeport Mc Moran, imperialisme Amerika Serikat dan kolonialisme serta militerisme Indonesia di West Papua merupakan kesatuan yang berperan besar terhadap rangkaian penindasan yang tersistematis di West Papua. Negara digunakan sebagai alat kelompok pemodal yang sedang berkuasa untuk melegalkan penindasan di bumi Papua. Kontrak karya pertama PT Freeport dan Indonesia dilakukan pada tahun 1967, sementara Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) dilakukan pada tahun 1969, itu pun dengan praktik yang manipulatif serta tidak demokratis. Ini merupakan sebuah cerminan dari kolaborasi antara kapitalisme, kolonialisme dan militerisme yang diaplikasikan melalui praktik politik penggabungan paksa (aneksasi) West Papua ke dalam bingkai Republik Indonesia tanpa memberikan kebebasan bagi Rakyat West Papua untuk menentukan nasib sendiri.
Kondisi Hari ini, di Papua Barat Terjadi pengunggsian besar besaran , di timika sendIri suku Asli Amungge telah terjadi sejak 06 Maret 2020 sekitar 40.819 orang dari sekitar areal Papua yang menggungsi menuju kota Timika akibat dari penguasaan Militer Kolonial Indonesia di area Freeport , semejak 2018 kontak tembak antara tpnpb dan tniporli di kab ndugga hingga di timika, intan jaya, maybrat, puncak papua, dan beberapa tempat di seluruh tanah papua. Bagi TPNPB, TNI/PORLI merupakan agenda kolonial di tanah West Papua untuk membungkam proses perjuangan gerakan rakyat West Papua tuntut perjuangan kemerdekaan dan sertakan meloloskan agenda para kolonial dan kapitalis Internasional di bawa tangan Imperialis menyangkut Freeport Mc Moran. Di tanah West Papua operasi militer kolonial Indonesia dilakukan terus-menerus di beberapa tempat terutama di Nduga, Intan jaya, Pegunungan Bintang, areal PT.Freeport Timika dll.
Melalui militer Indonesia terus perlakukan kolonisasi yang berlebihan melalui pembungkaman, penindasan, penembakan, pemboman, penyisiran, pemerkosaan, penangkapan, pemenjarahan dan beragam penindasan terhadap rakyat West Papua. Dari hal ini, melalui kolonial Indonesia terus juga, membungkam pergerakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [TPNPB] dengan sebutan KKB,KKBS,Teroris, Separatis; sebenarnya tpnpb memperjuang untuk memperoleh Hak Penentuan Nasib sendiri dan rakyat sipil hingga otonomi khusus pun di berikan tanpa melihat aspirasi rakyat papua, dan pemekaran daerah otonomi baru juga di paksa akibatnya banyak protes yang terus terjadi di west papua hingga hari ini.
Freeport McMoran sebagi akar permasalahan yang tidak membawah kesejahteraan dan keuntungan bagi Rakyat West Papua yang telah beroperasi illegal selam 55 tahun dan Otonomi khusus jilid ll sebagi mala petaka bagi bangsa west papua serta Daerah otonomi Baru juga yang menjadi gula gula untuk memsnahkan rakyat papua , oleh karena itu,melihat kekejaman kerja kolonialis Indonesia yang semakin brutal, kapitalis dan kaum Imperialis Internasional di West Papua.
Maka dari itu, kami Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRIWP) menuntut serta menyatakan sikap bahwa:
1. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua
2. Cabut UU Otonomi Khusus Jilid II
3. Cabut Omnibus Law
4. Tolak pemekaran DOB di seluruh tanah papua
5. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua
6. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua
7. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia
8. Bebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat
9. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu dan eksploitasi PT Antam di Pegunungan Bintang
10. Usut tuntas pelaku penembakan dua anak di Intan Jaya
11. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM
12. Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri terhadap mahasiwa dan rakyat west papua
13. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, puncak papua, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Seluruh Wilayah West Papua lainnya
14. Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses dekolonisasi West Papua sebagaimana pernah mereka janjikan
15. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua
16. Mendesak Pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung
17. Buka Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi bangsa West Papua
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, atas dukungan, pastisipasi dan kerjasama semua pihak, kami ucapkan banyak terima kasih.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!
Medan Juang,
Kamis 07 April 2022
Aliansi mahasiswa papua (AMP)
Front Rakyat Indonesia Untuk West papua (FRIWP)