Ist. |
Oleh: R Wonda
Awan itu tempat hujan bersembunyi, bumi ini untuk tumbuh-tumbuhan. Kita selalu merawat tumbuh-tumbuhan untuk kehidupan yang Abadi.
Namun, kehidupan yang Abadi ini masih terletak pada imajinasi yang kita yakini.
kita menginginkan imajinasi itu terwujud.
Kita merindukan Kehidupan itu, kita sudah sejak lama mati dirumah kita sendiri.
Kita melakukan sesuatu untuk mewujudkan cita-cita Kehidupan yang Abadi, itu berdasarkan Kebenaran leluhur yang akan terus diperjuangkan oleh Generasi hari ini.
Kami dibesarkan bersama duka.
Berpuluh tahun penjajahan Indonesia atas Bangsa Papua.
Hidup dalam paksaan di negeri sendiri
Terjual muka melarat tak terperih.
Melarat dihutan-hutan hingga ditelan bumi setelah bersembunyi dari jahatnya serigala berseragam.
Lupa makan dan minum, tidurpun tidak bisa karena dihantui oleh moncong senjata.
Disana West Papua terdengar suara tangisan, suara yang tak pernah berhenti sejak kita di kandung hingga dilahirkan.
hoo Air mata Mama Papua tak henti-henti saat menatap mayat-mayat yang terletak diatas tanah. Mereka telah lenyap ditelan bumi.
Mereka dilenyapkan atas Nama investasi.
Mereka dilenyapkan atas Nama infrastruktur.
Mereka dilenyapkan atas Nama Nasionalisme sempit (NKRI harga Mati).
Sebagian dari mereka masih tersesat dalam ancaman Pembunuhan. Kebingungan makin menjauhkan mereka dari kehidupan.
Kita mengalami banyak hal yang mengarah pada kematian. Kita dibutakan oleh kepercayaan, kemunafikan, keuangan, kenafsuan, kemanja-manjaan, kesejahteraan palsu, dan ketidaktahuan.
Kita tersenyum didepan mereka tapi tidak melihat tangisan kita sendiri. Kita berpesta dalam perayaan mereka tapi kesenangan itu diatas darah kita sendiri.
Kita adalah darah yang mengalir seperti Air dan daging yang terpotong untuk disantap.
Kita adalah produk yang dibentuk dan diperjualbelikan oleh Negara dan perusahaan.
Kematian menjadi Aktifitas sehari-hari untuk kita, dan Pembunuhan Menjadi kebiasaan bagi NKRI.
Ini bukan surga kecil yang jatuh ke Bumi, tapi Neraka yang belum berakhir. Neraka yang tercipta Sejak NKRI duduki West Papua.
Perjuangan untuk membebaskan manusia dari penindasan ini adalah, pengorbanan yang paling Mulia. Karena itu adalah, kehendak Tuhan.
Disaat Papua ingin berpisah, godaan manis terus mengikat erat tubuh Papua dengan janji bahwa "sayang jangan tinggalkan aku karena aku sangat mencintaimu. Aku akan membuatmu bahagia".
Cinta atau Luka, dua-duanya ada dalam satu gelas yang telah kita konsumsi. Itu telah membunuh kesadaran kita dan akhirnya kita lupa bahwa, "Dari mana saya berasal dan untuk apa saya hidup"
Penulis Adalah Sekjen 1 Aliansi Mahasiswa Papua