Gambar Peter Woods |
Oleh, Julia Opki
Perempuan sangat identik dengan keindahan dan kelemah lembutan, hal ini yang membuat para lelaki selalu menganggap perempuan adalah makhluk yang kodratnya lebih rendah dibanding para lelaki, sehingga kadang mereka mengesampingkan hak perempuan dalam segala hal.
Inilah yang paling sering dialami oleh para perempuan Papua, yang lahir dari budaya yang bisa dibilang menomor duakan hak-hak perempuan, memang tak bisa dipungkiri bahwa budaya adalah hal dasar yang sangat melekat pada kehidupan setiap suku bangsa, terutama bangsa Papua yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya yang ada.
Mungkin inilah yang menjadi penyebab terjadinya penindasan perempuan Papua yang masih sering terjadi hingga sekarang. Mulai itu dari hal-hal sepele dalam rumah tangga seperti mencuci piring, menyapu rumah yang dianggap harus selalu dikerjakan oleh perempuan, kemudian pemilihan pekerjaan yang menomor duakan perempuan sampai KDRT yang paling sering dialami oleh perempuan Papua.
Kenyataan ini sejatinya tidak dipahami oleh perempuan Papua yang umumnya hanya dapat menerima kondisi ini sebagai suatu takdir yang diperuntukan secara turun-temurun, sehingga kebanyakan dari kaum perempuan Papua selalu pasrah dan menerima apa adanya status dan kedudukannya hanya sebagai pelengkap dan pendamping laki-laki.
Budaya pasrah dan selalu menerima kodratnya sebagai perempuan yang hanya sekedar sebagai pelengkap bagi laki-laki telah mendarah daging dalam diri perempuan Papua melalui ajaran-ajaran adat juga pandangan-pandangan religius yang menenggelamkan batin perempuan Papua pada harapan-harapan subjektif akan kehidupan yang lebih baik dalam kesetaraan di dunia akhirat. Sehingga perjuangan-perjuangan kongkrit bagi pembebasan perempuan Papua saat ini menjadi terabaikan.
Ingatlah bahwa di Papua yang paling banyak mengalami penindasan adalah kaum perempuan, entah itu pemerkosaan, pemukulan, dinomor duakan dalam tatanan sosial (tidak mewariskan marga), kemudian para TNI/Polri yang mendekati dan merayu para perempuan Papua kemudian menghamili lalu menelantarkan perempuan serta anaknya tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Dengan adanya alasan hal-hal di atas perlu kesadaran dan pemahaman dari setiap orang Papua bahwa Papua hanya bisa berevolusi dengan adanya kedudukan yang sama antara perempuan dan laki-laki Papua dalam segala hal. Kita sebagai kaum yang terdidik pada massa yang sangat modern harus berani menjadi pemula dalam menghadapi situasi ini. Kita harus memahami dan merubah semuanya dengan melihat dan menerapkan contoh dari Negara-negara maju di mana kaum perempuan dapat berkarier sesuai dengan keinginannya tetapi tak melepaskan tanggung jawabnya dalam rumah tangga.
Menyadari akan pentingnya perjuangan pembebasan perempuan Papua dari ketertindasan dan diskriminasi yang diwujudkan dalam praktek birokrasi kapitalistik saat ini di Papua, adalah peluang yang harus dimanfaatkan untuk menyuarakan tentang pentingnya keterlibatan perempuan Papua dalam segala bidang dan mewujudkan kesederajatan dari peminggiran terhadap hak-hak perempuan Papua sebagai bagian dari sektor kelas tertindas rakyat Papua lainnya.
Sehingga harus ada perubahan dari diri kita sendiri sebagai perempuan Papua, kita harus menghargai diri kita sendiri dengan mengubah pola pikir kita bahwa kita selalu dinomor duakan, kita harus membuktikan bahwa kita bisa bersaing dengan laki-laki. Jangan menindas diri kita dengan pemikiran kita yang salah. Kita harus merubah nilai yang telah tertanam dari dulu dan harus mengangkat dan mengharumkan nama perempuan Papua.
Kita harus bangga dan menghormati kodrat kita sebagai perempuan Papua yang dilahirkan pada bangsa yang kaum wanitanya dinomor duakan karena Tuhan tahu kita adalah perempuan-perempuan yang luar biasa, perempuan yang bermental lebih kuat dari yang lain karena kita pasti mampu menyelesaikan semua masalah-masalah penindasan Perempuan yang ada di tanah Papua, entah itu pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dinomor duakan dalam tatanan sosial.
Tuhan selalu mempunyai rencana yang indah pada waktunya, tergantung bagaimana cara kita untuk tetap bertahan dan berusaha memperjuangkan hak-hak kita sebagai perempuan, karena setiap perjuangan kita akan selalu diperhitungkan oleh-Nya.
Kita harus melakukan suatu bukti nyata untuk mengakhiri semua penindasan Perempuan yang ada di Papua. Perempuan Papua harus bersatu dan menyuarakan dengan lantang tentang masalah-masalah penindasan perempuan yang ada di Papua agar kita dapat mengubah stigma yang selama ini dibangun oleh masyarakat Papua. Serta harus melakukan sosialisasi kepada perempuan-perempuan Papua yang masih terbelenggu dengan penindasan yang terjadi serta juga yang menindas diri mereka sendiri dengan pikirannya yang masih terikat dengan pemahaman yang salah.
Masalah Papua adalah masalah yang sangat kompleks sehingga dibutuhkan perjuangan dari setiap kita orang Papua, terutama kita perempuan Papua agar ada kesetaraan yang membuat kita bisa bersatu dan melangkah bersama-sama. Mari kita bersama memajukan perempuan Papua, karena tanpa perempuan dalam perjuangan Papua, revolusi tidak akan terjadi di tanah Papua.
Penulis adalah aktivis perempuan Papua