amp bali/ilustration karya |
Kata Bapak Pejuang Bangsa West Papua, “Saya tidak mau berjuang dengan kekerasan dan tidak ada yang menjadi musuh saya, maka Indonesia bukan musuh saya, tapi saya hanya berbicara maaf Indonesia ko masuk di saya punya rumah, kau kuasai rumah saya. Selama ini saya tinggal di dunia luar, sekarang ko rumah kan di sana pulanglah ke rumahmu supaya saya tinggal di rumah saya.” Ucap Karma saat berlangsungnya diskusi bersama Pada hari sabtu, 12 November 2016 Waktu Pukul 8:00 Pagi WITA sampai dengan selesai. Alamat Jl. Tantular Renon Denpasar Bali Gedung Pramuka.
Beberapa hari yang lalu kedatangan Bapak Filep Karma di Bali, adanya partisipasi untuk membahasa persoalan kemerdekaan Papua barat bersama Aliansi Mahasisawa Papua, Solidaritas serta Lembaga Bantuan Hukum dengan agenda bersosialisasi tentang hukum yang beralaku di negeri ini, namun dari pengamat LBH menilai bahwa hukum hanya sebagai ketidakjelasan untuk kaum-kaum yang tertindas di negeri ini dan di persalah-gunakan oleh para kaum-kaum intelektual.
Pemahaman tentang Lembaga Bantuan Hukum menilai terhadap hukum-hukum yang beralaku dari undang-undang 1945, hukum masyarakat, hukum budaya, dan hukum-hukum internasional yang berlaku hanya saja ada yang mengklaim.
Lembaga Bantuan Hukum merupakan sebuah lembaga yang non profit, lembaga yang bertujuan untuk memberikan pelayanan bantuan hukum gratis kepada masyarakat, mahasiswa, pelajar, yang membutuhkan bantuan hukum gratis untuk menghadapi para penindas: militerisme, kapitalisme-imperialisme, dan Kolonialisme.
Penilaian terhadap hukum pemerintah di negeri Indonesia merupakan sebuah nama yang terpapar dalam sebuah kertas sulit untuk di analisiskan kepada masyarakat luas, terutama kepada yang miskin, tertindas, terancam, terintimidasi, teraniyaya, nepotisme, dan sebagainya.
Karena kecenderungan para pengamat dalam menyelesaikan kasus-kasus atau masalah-masalah yang terjadi dan berpihak kepada orang-orang tertentu yang punya kekuasaan.
Berbagai masalah yang menyangkut hukum terutama mengenai militerisme, feodalisme, fasisme, penganiyaiyan, imperialisme, dan intimidasi melahirkan fenomena masalah-masalah global terhadap masyarakat yang kian hari semakin terancam terus.
Beberapa pertanyaan tentang Papua yang kian hari terancam dengan Militeristik yang nyata, tanpa dasar hukum melahirkan pemikiran-pemikiran mengancam, membunuh, menganiyaya, merampas, memperkosa, melahirkan sifat fanatik antar masyarakat luas.
Kasus yang terjadi bersama Bapak Filep Karma bahwa, “ Saat saya di tahan oleh kepolisian secara lansung saya dimasukan dalam penjarah dengan tanpa ada syarat dari pembawa sidang hukum, dan tindakan pidana yang belum jelas secara merata sehingga hukum di indoneia ini sangat begitu terancam bagi saya karena mereka meakukan luar dugaan.” Jelas Karma sambil tebarkan senyum di pipinya.
Tanggapan dari pihak Lembaga bantuan hukum bahwa, “Itu memang sudah luar dugaan yang dilakukan oleh para militerisme terhadap bapak dan ini perlu diproseskan lagi jika apa bila bapak ada kesempatan untuk memproseskan hukum yang tidak dipersalah gunakan oleh kaum-kaum tertentu terhadap bapak.” Tutur Kawan LBH.
Militerisme mempunyai aturan hukum yang harus di perhatikan dalam setiap sisi segi permaslahan yang berjalan dalam masyarakat dan pemerintah untuk memakmurkan negeri atau suatu bangsa, bukan hanya sebagai penguasa militerisme dan bukan hanya mencari jabatan dalam militerime dalam menjabat dalam jabatan, tetapi harus menghadapi bersama apa persoalan yang terjadi terhadap masyarakat maupun pemerintah.
Pandangan tentang militerisme di Papua dan luar Papua, beberapa Activis Aliansi Mahasiswa Papua Komite Bali, beberapa kawan solidaritas menilai bahwa, adanya oknum-oknum militer yang belum bekerja sesuai dengan hukum: seperti kasus-kasus yang di hadapi oleh Filep Karma dan terutama mengenai intel kepolisian yang berkeliaran di asrama-asrama tanpa adanya syarat izin, tidak ada ruang demokrasi bagi kaum Papua untuk berdemonstrasi, pembunuhan anak sekolah yang terjadi di Karangasem Bali, namun tidak dapat selesaikan oleh pihak hukum: memperingati hari kemerdekaan Papua 1 Desember selalu adanya pantauan dari pihak kepolisian untuk di hadang dan di terror, pembunuhan secara liar yang sedang terjadi di Papua tanpa di kontrol oleh militer dan pemerintah.
Ada beberapa militeristik yang terjadi di Papua maupun luar dari Papua:
1. Hukum di Papua tidak pernah di luruskan oleh para pihak HAM, KAPOLDA, dan Pemerintah yang seharus di perhatikan secara sentral antar kedua pihak, tetapi hukum itu selalu tidak di benarkan.
2. Militerisme/militer di Papua memilki hati yang fanatik terhadap manusia Papua yang tidak bersalah, seperti beberapa kasus paniai berdarah, wamena berdara, nabire berdarah, dan banyak kasus-kasus yang di lakukan oleh militerisme di Papua sehingga menghasilakan konflik antara masyarakat dan pemerintah.
3. Indonesia Mampu menyelesaikan hukum atau politik dari Negara lain, tetapi Indonesia tidak mampu menyelesiakan hukum di Tanah Papua, itu sudah beranjak dari tahun 1961 Papua tergabung dalam pangkuan ibu pertiwi.
4. Indonesia membebaskan bangsa asing merampas di Tanah Papua terutama PT Freeport, perampasan Emas di Degewoo, dan pembangunan-pembangunna yang hanya untuk para insvektor luar yang akan datang ke Papua dalam melakukan tindakan-tindakan semaunya mereka.
5. Ruang jurnalistik internasional dan nasional selalu di tutup untuk Papua, sehingga dalam militerisme yang ada di bumi Papua gampang dalam melakukan tindakan-tindakan luar dari hukum, seperti pembunuhan secara tidak memperhatikan hukum oleh para OTK, Pemerintah dan Militer .
6. Hukum Maklumat/pengumanan oleh KAPOLDA Papua di buat dengan tanpa sosialisai terhadap masyarakat luas, akhirnya timbul problematika antara militer dan masyarakat mengakibatkan masyarakat Papua berkorban nyawa.
Militerisme adalah suatu faham atau pandangan yang mengganggap bahwa militer harus ikut serta mengendalikan politik dan pemerintah sampai menjadi actor sentral, karena itu, militerisme adalah bentuk paling jelas dari fasisme, yakni penguasa total politik dan pemerintah yang memesahkan cara-cara kekeerasan dan penindasan lawan-lawan politiknya untuk tujuan ideal dari rezim yang berkuasa. Namun sayangnya di negeri Bumi cendrawasih banyak kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para militersime terhadap kaum orang Papua yang tidak bersalah atas hukum pemerintah ini.
Dalam diskusi bersama bapak Fiep karma dapatt menegaskan bahwa huku di bawa pemerinatahan ini tidak berjalan dengan baik, sehingga banyak masyarakat papua berkorban dan dalam hasil diskusi Filep Karma memberikan sekilas menegenai sejarah Papua barat yang berisi perjuangan Tentara Nasional Papua (TNP), Organisasi Papua Merdeka (OPM ), Pengibaran bendera bintang fajar, mengenai New York Agrerment, Pepera, dan politik yang dilkukan oleh colonial Indonesia terhadap orang Papua dari dahulu hingga kini. Keinginan bapak Filep Karma adalah Kita harus referendum, jangan minta merdeka langsung, agar kita bisa mengatur kemerdekaannya dari Belakang. Maka untuk generasi sekarang perlu membuka ruang demokrasi untuk merajut perjuangan Papua barat.
Penulis adalah Biro Propaganda AMP Komite Kota Bali.