ilustrasi Gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] "Aspirasi Bangsa West Papua Tanpa Responsif" |
Aspirasi dan Hukum Bagi Rakyat Papua Barat
Dalam menyampaikan tuntutan atas pelanggaran HAM yang terjadi diatas tanah Papua, terhadap rakyat Papua, oleh aparat TNI/POLRI Indonesia sebagai pelaku pelanggaran HAM sepenuhnya diatas tanah Papua. Dalam hal ini, tidak ada penuntasan untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM di atas tanah Papua oleh negara melalui mekanisme hukum yang berlaku sejak pada 1963 hingga saat ini. “Aspirasi rakyat Papua dapat dikatakan sebagai aspirasi tanpa respon”. Aspirasi rakyat Papua adalah aspirasi yang diabaikan, aspirasi yang tidak dapat diteruskan, aspirasi yang tidak ter-uruskan, aspirasi yang didiamkan, aspirasi yang dibungkam, aspirasi yang dikarantinakan dan ditutupi oleh pemerintah Indonesia, melalui mekanisme media masa milik-nya yang tidak adil dan terlalu banyak mendistorsikan informasi-informasi fundamental terhadap rakyat Indonesia, atas kenyataan sosial secara konkrit yang sedang terjadi dan dialami oleh rakyat Papua di atas tanah Papua seluruh-nya. Bahkan pelaku pelanggaran HAM tersebut diberikan hak impunitas oleh otoritas hukum sejak pada 1963 saat integrasi (Aneksasi) Papua masuk dalam bingkai Indonesia hingga saat ini.
Apa gunanya ada hukum ? apa gunanya ada komisi nasional hak asasi manusia (komnas HAM) ? apa gunanya lembaga-lembaga hukum yang ada dalam negri ini ? jika kebijaksanaan yang diimplementasikan oleh badan otoritas tersebut tidak sesuai dengan kode etik daripada hukum itu sendiri terhadap rakyat yang hidup pula dalam mesin Negara itu sendiri. Dalam teori-teori kedaulatan negara, hukum adalah kehendak negara, hukum bukan kehendak kelompok masyarakat dan, negara mempunyai kekuatan dan kekuasaan tak terbatas, orang dibuat untuk mentaati hukum karena negara menghendaki-nya. Sehingga dalam pengimplementasian kebijakan hukum pada lingkunagan sosial oleh negara, adalah suatu alat dalam melegitimasi pembenaran atas kebijakan negara itu sendiri. singkatnya, negara tidak akan pernah disalahkan dan dihukum seketika negara melakukan kesalahan terhadap kelompok masyarakat, negara mempunyai hukum, kelompok masyarakat tidak mempunyai hukum untuk menghukum negara ketika negara bersalah terhadap kelompok masyarakat.
Sehingga, aspirasi rakyat pun dalam menuntut ketidak adilan dan penuntutan segala jenis pelanggaran HAM oleh rakyat hanyalah menjadi sekedar aspirasi belaka tanpa proses lebih lanjut oleh pihak-pihak yang berkaitan, dalam merespon dan menyelesaikan persoalan yang sedang di aspirasikan (tuntutan) oleh rakyat. Dalam negara demokrasi, rakyat diperbolehkan menyampaikan pendapat dimuka umum, bebas berserikat, bebas mengkritisi kebijaksanaan pemerintah, bebas berkumpul, berorganisasi dan masih banyak lain-nya. Namun, kebebasan bagi rakyat dalam mengimplementasikan hak-hak dasar-nya hanya dapat dilakukan di negara-negara demokrasi yang dewasa dalam berdemokrasi. Berbeda pula bagi negara-negara demokrasi yang belum dewasa dalam berdemokrasinya. Oleh karena itu, dalam negara yang belum dewasa sistem demokrasi-nya akan sulit dalam merespon aspirasi rakyat jika aspirasi rakyat tersebut isi-nya kontradiktif dengan perundang-undangan negara, bahkan dalam proses penyelesaiaan-nya tidak akan pernah direalisasikan oleh Negara tersebut.
Dengan demikian mekanisme hukum di implementasikan oleh manusia, manusia ialah hukum itu sendiri, manusia yang menjalankan mekanisme hukum atas manusia lainnya (Masyarakat). Hukum di buat oleh manusia dan manusia menciptakan hukum, hukum tidak menciptakan manusia melainkan hukum mengikat manusia agar manusia hidup tanpa agresif yang akan mendatangkan kedestruktifan. Akan tetapi, hukum juga dapat membenarkan orang yang bersalah dan yang benar dapat di salahkan, tergantung kelompok manusia yang mengimplementasi-kan mekanisme hukum itu sendiri.
Dalam negara ini, hukum tidak berjalan horizontal melainkan berkelok-kelok alias hukum itu tidak berpihak kepada rakyat, hukum hanyalah berpihak kepada kelompok dan gologan oligarki semata dan sejenis-nya. Manusia-manusia yang menjalankan mekanisme hukum dapat dengan sesuka-nya menghukum manusia lainnya (Masyarakat) ketika manusia lain-nya bersalah. Namun, jika kelompok manusia yang berkuasa atas hukum tersebut bersalah apakah manusia lainnya (Masyarakat) yang tidak berkuasa atas hukum tersebut dapat menghukum mereka ? sangat tidak pasti hal itu akan terjadi. Sebab kelompok manusia yang menjalankan hukum merekalah yang mempunyai hukum itu, dan manusia lainnya yang mendominasi (Masyarakat) tidak mempunyai hukum untuk menghukum pula kelompok manusia yang berkuasa terhadap hukum itu. Oleh sebab itu, singkatnya, hukum itu di jalankan oleh manusia-manusia yang kejam dan jahat.
Kehendak Rakyat Papua Barat Dalam Beraspirasi
Penyampaian aspirasi oleh rakyat Papua Barat terhadap otoritas tertinggi (negara), adalah suatu keharusan bagi rakyat Papua dalam menyampaikan kebenaran destruktif yang selama ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia di atas tanah Papua. Sejak awal pengintegrasian bangsa Papua masuk ke dalam bingkai Negara Kesatuan Repulik Indonesia (NKRI) pada 1 mei 1963 hingga saat ini adalah suatu kehendak pihak-pihak eksternal yang memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya di atas tanah Papua. Ironis-nya, ketika pengintegrasian Papua masuk dalam bingkai Indonesia adalah bukan kehendak rakyat bangsa Papua Barat melainkan kehendak bangsa-bangsa lain (eksternal) (Indonesia, Belanda dan Amerika As) yang hakikat-nya bangsa-bangsa lain tersebut bukan-lah sebagian daripada bangsa Papua dan tidak seharus-nya keterlibatan mereka dalam mengurus nasib dan masa depan bangsa Papua Barat. Tetapi, sampai dengan yang ada saat ini ialah Papua telah menjadi bagian dari Indonesia dan Indonesia telah menjadi bagian dari Papua. Yang mana hal tersebut tidak seharusnya terjadi antara bangsa Indonesia dan bangsa Papau Barat. Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang berdaulat yang batas wilayah-nya mulai dari Batavia (jakarta) sampai dengan Amboina (tidak Papua), demikian pula, Papua Barat adalah sebua bangsa yang berdaulat dengan batas wilayah-nya yang mulai dari Sorong sampai dengan Merauke.
Karena-nya, klaim Indonesia bahwa Papua adalah sebagian dari Indonesia adalah hal yang perlu dipertanyakan kebenaran-nya. Sebab klaim Indonesia tersebut adalah klaim dasar yang keliru dan abstrak. Dalam pembuktian-nya pun kebenaran-nya atas asumsi-asumsi Indonesia atas Papua sama sekali tidak relevan, sehingga asumsi-asumsi tersebut atas klaim Indonesia terhadap bangsa Papua adalah sepenuh-nya klaim palsu dan pemanipulasian sejarah berdasarkan klaim kepentingan Indonesia dan negra-negara adidaya lain-nya. Sehingga dapat dikatakan yang sebenarnya bahwa bangsa Papua telah diintegrasikan secara cacat hukum dan moral (baca; integrasi Papau, dan Pepera 1969).
Kenyataan ril diatas tanah Papua sejak pengintegrasian Papua masuk kedalam bingkai Indonesia hingga saat ini, rakyat Papua tidak dapat hidup dalam keadaan aman dan nyaman layaknya anggota masyarakat lainnya yang berdomisili di tanah jawa dan sekitar-nya. Kehidupan rakyat Papua di atas tanah Papua tidak dibiarkan bebas dalam melakukan aktivitas-nya dalam berpolitik, berekonomi, bersosial dan berbudaya. Rakyat Papua selalu dipantau, diawasi, dicurigai, dikejar, ditangkap, dianiayaya, ditekan secara mental dan fisik, bahkan sampe dengan pembunuhan secara sewenag-wenang oleh aparat keamanan yang ada di atas tanah Papua seluruh-nya. Dengan tindakan aparat secara persekusi dan secara sepihak terhadap rakyat Papua, maka hal tersebut dapat mendatangkan keadaan dan kondisi destruktif terhadap rakyat Papua. Kenyataan dan kondisi yang sedemikian destruktif tersebut sehingga mendatangkan pula suatu pemberontakan damai yang selalu dimotori oleh seluruh element rakyat Papua yang didalam-nya terdiri dari berbagai macam organ-organ gerakan revolusioner yang dapat memperjuangkan nasib bangsa Papua dengan mekanisme penyampaiaan aspirasi atas penguasa yang tidak pernah mendengar dan peduli atas aspirasi rakyat Papua pada khusus-nya dan umum-nya rakyat Indonesia yang ditindas pula oleh pemerintah Indonesia ini sendiri.
Perjuangan yang diperjuangkan oleh rakyat Papua dengan mekanisme penyampaian aspirasi yang berlangsung secara damai sejak pada 1963 hingga saat ini tidak akan pernah berhenti dalam menuntut kebenaran, keadilan, ketidakadilan, pelanggaran HAM, bahkan sampai dengan pembunuhan yang telah dan sedang diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia terhadap rakyat Papua Barat sejak pada 1963 (awal integrasi) hingga yang ada saat ini. Dengan melihat kenyataan sosial yang begitu tidak sehat bagi seluruh rakyat Papua Barat, sehingga menimbulkan dorongan bagi rakyat Papua dalam mengkritisi pemerintah Indonesia yang menerapkan segala macam sistem yang kontadiktif di dalam sistem pemerintahan Papua, yang bersifat mengikat dan mematikan manusia Papua seluruhnya dari berbagai macam aspek (politik, ekonomi, sosial, budaya dll).
Sikap Brutal Aparat Keamanan di Atas Tanah Papua
Dalam pembahasan sikap brutal aparat keamanan diatas tanah Papua terhadap rakyat Papua ini kita hanya akan batasi dalam pembahasannya tidak pada tahun-tahun yang lampau, akan tetapi pembahasan kita hanya akan mulai pada tahun 2014, 2015 dan seterus-nya. Yang mana sikap brutal aparat yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat tersebut yang belum juga di tuntaskan oleh negara dalam merealisasikan proses penyelesaiannya hingga saat ini.
Pada Jumat, 09 Mei 2018 aparat gabungan yang terdiri dari Polisi dan Brimob Moanemani Dogiyai, telah melakukan penembakan terhadap warga sipil yang bernam Geri Goo secara membabi buta sehingga korban tersebut meninggal dengan jumlah tiga timah panas yang tersarang dalam tubuh-nya, dua timah panas diantara-nya telah dikeluarka dan yang satuhnya tetap tersarang dalam tubuh korban tersebut hingga meninggal. Sehingga desakan masyarakat yang berdemonstrasi, pada 09 april 2018 hingga demonstrasi mahasiswa di Gorontalo, Manado, Bali, Malang, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Bogor dan Bandung pada 11 April 2018 itu, masih belum ditanggapi dan di tindaklanjuti pelaku penembakan tersebut hingga saat ini, yang mana pelaku tersebut masih belum pula diproses secara hukum yang berlaku.
Hal serupa di atas, perwakilan mahasiswa juga telah mengadukan kasus penembakan ini, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (komnas HAM) di Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 april 2018. Namun, hingga sampai saat ini tidak ada tindak lanjut untuk proses kasus ini dalam hal penyelesaiaannya secara tuntas oleh pemerintah Indonesia pada umumnya dan khususnya pemerintah Papua dan Papua Barat.
Dalam segala macam tindakan anarkis dan sadistis yang di jalankan oleh petugas aparat (TNI/POLRI, BRIMOB dan sejenis) di Papua tidak terlepas dari kontrol kapolda Papua yang diam di depan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh bawahan-nya itu, yang mengingatkan dan membangkitkan perasaan traumatis dan emosionalitas kita pada ratusan kasus pelanggaran HAM serupa yang pernah terjadi di Dogiyai dan Papua pada umumnya. Semua orang Papua tahu bahwa, sejak 01 Mei 1963 dimana administrasi atas Papua Barat dialihkan kepada Indonesia oleh UNTEA untuk melaksanakan PEPERA pada 1969 itu, Indonesia sudah mulai melakukan pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak asasi rakyat Papua: hak hidup, hak berkumpul, dan hak berserikat, hak menyampaikan pendapat dimuka umum, hak politik bangsa Papua, kovenan internasional tentang hak Ekonomi Sosial, Budaya dan Deklarasi universal Hak Asasi Manusia.
Pelanggaran HAM yang diabaikan hingga hari ini jumlahnya sangat banyak. Kita mengingat beberapa kasus penembakan yang pelakunya polisi, dan aparat keamanan Indonesia di Papua, misalnya tragedi Paniai Berdarah pada 08 Desember 2014; 5 siswa yang berseragam SMP ditembak mati di Paniai dengan senjata tajam. Kasus Deiyai Berdarah, tahun 2013, 2015 dan 2017. Kasus pembunuhan yang terjadi di Ugapuga, Dogiyai berupa tabrak lari yang mana pelakunya adalah anggota Brimob yang dibekokan di Polsek Kamu pada tahun 2014, tabrak lari di Epegeuwodimi Dogiyai pada 2015 yang dilakukan oleh oknum Anggota Kepolisian dan Brimob Polsek Kamu. Semua kasus tersebut telah diadukan oleh masyarakat baik secara tertulis maupun lisan, dalam bentuk laporan yang menggunakan format yang telah ditetapkan, melalui prosedur yang resmi sesuai aturan. Tetapi hingga hari ini, dalam penyelesaian-nya oleh pihak-pihak yang berkaitan tidak pernah di realisasikan secara tuntas hingga yang ada saat ini. Dan pelaku pun, senantiasa dapat beraktivitas dengan bebas pada lingkungan sosial tanpa diadili secara adil oleh pihak-pihak yang berkaitan.
Dapat kita lihat dalam mengurus rakyat Papua oleh pemerintah sentral (jakarta) terhadap rakyat Papua melalui mekanisme pengimplementasian kebijaksanaan-nya terhadap rakyat Papua yang kebanyakan kebijakansanaan tersebut sepenuhnya mengandung kontradiksi-kontradiksi yang isi-nya bakal membuahkan masalah sosial yang baru terhadap rakyat Papua. singkatnya, kebijaksanaan yang diimplementasikan oleh pemerintah pusat terhadap rakyat Papua adalah kebijaksanaan yang diimplementasikan tanpa mempertimbangkan kenyataan sosial di atas tanah Papua itu sendiri. Karena-nya, melihat dari segala jenis kekerasan, pelanggaran HAM sejak pada 01 Mei 1963 yang telah dilakukan dan sedang dilakukan oleh aparat hingga saat ini adalah suatu persoalan permasalahan kemanusiaan yang belum pernah diselesaikan oleh pemerintah Indonesia.
Dan sampai kapanpun pemerintah Indonesia tidak akan pernah menyelesaikan segala jenis pelanggaran HAM yang telah terjadi terhadap rakyat Papua, dengan beribu-ribu kasus pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia terhadap rakyat Papua. Tidak harus kita persoalkan baik atau buruk-nya pemerintah Indonesia dalam mengurus rakyat Papua, karena dengan berbagai jenis pelanggaran HAM yang sedang dilakukan dan sudah dilakukan saja, sudah pula menunjukan bahwa pemerintah Indonesia telah salah dan gagal dalam mengurus rakyat Papua sepenuh-nya, dalam menjalankan aktivitas ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan lain-lain.
Aspirasi Fundamental Rakyat Papua Barat
Aspirasi bangsa West Papua dalam menuntut hak-hak dasar rakyat Papua Barat dalam hal keadilan akan hukum, penuntasan segala jenis kasus pelanggaran HAM, pelurusan sejarah integrasi bangsa Papua Barart yang telah dilaksanakan secara cacat hukum dan moral dan lain-lain oleh pemerintah Indonesia, yang oleh rakyat Papua Barat menyebut pemerintah Indonesia sebagai kolonialisme yang sedang menindas dan menjajah bangsa Papua Barat.
Bangsa Papua Barat tidak akan pernah berhenti dalam melaksanakan perjuangan-nya yang sejak 1963 hingga saat ini, yang mana api perlawanan bangsa Papua Barat tidak pernah berhenti ataupun diberhentikan oleh pemerintah kolonial dengan cara membantai rakyat Papua Barat yang sedang melakukan perlawanan syarat, damai, bahkan fisik oleh bangsa Papua Barat, dalam mengimplementasikan perlawanan oleh bangsa Papua terhadap pemerintah kolonial. Bangsa Papua tidak pernah berkehendak untuk bersatu dengan Indonesia, keadaan Indonesia dan Papua Barat saat ini ibarat-nya sebuah perkawinan paksa yang di lakukan antara sepasang kekasih yang tidak saling cinta dan saling kenal yang dikawini menjadi satu keluarga yang selalu hidup dalam keadaan tidak harmonis. Karenanya, tuntutan bangsa Papua Barat secara politis dalam hal Penentuan Nasib Sendiri Sebagai solusi demokraris bagi rakyat Papua Barat, adalah esensi daripada aspirasi fundamental yang terus di aspirasikan oleh bangsa Papua Barat terhadap publik nasional, internasional dan pada khusus-nya pemerinta Repulik Indonesia (RI), dimanapun dan sampai kapanpun hingga tercapai-nya ideal yang dimaksud oleh bangsa West Papua.
Sumber Rverensi:
Selebaran aksi; Fron persatuan rakyat anti militarisme.