Doc Koran Kejora : Illustrasi Operasi Mliter Di Tanah Papua |
Seperti kata sukarno “bangsa yang
besar adalah bangsa yang tidak lupa akan sejarahnya”, maka persoalan sejarah
menjadi penting untuk dibahas kembali. Dengan melihat persoalan yang begitu
banyak dipapua akan menjadi sangat penting untuk mencari persoalan pokok.
Sejak TRIKORA yang keluarkan oleh
soekarno pada 19 desember 1969 di alun-alun Yogyakarta, awal praktek-praktek
pelanggaran HAM kepada orang papua, memobilisasi militer besar-besar untuk
melanggengkan Operasi besar-besaran di Papua. Tidak terlepas dari papua itu
pada perjanjian internasioanal yakni Perjanjian Roma dan perjanjian new york
pada 15 agustus dan 30 september 1962, orang papua tidak pernah terlibat dalam
menyepakati perjanjian-perjanjian internasional itu dan pada penyerahanan
kekuasaan pada 1 mei 1963 oleh PBB kepada Indonesia untuk melaksanakan PEPERA
terjadilah Operasi besar-berasan yang dipimpinan soeharto, mirisnya PEPERA
(Penentuan Pendapat Rayat) yang dilaksanakan pada tahun 1969 tidak demokratis
dan melanggar HAM dimana diwakilkan 1025 orang dan PEPERA yang dilaksanakan
dibawah bayang-banyang Ancaman intimidasi, terror, pembunuhan, dll. Sebelum
pelaksanaan PEPERA yang lebih miris lagi adalah penanda tanganan kontrak karya
Freeport pada 1967 sebelum PEPERA dilaksanakan.
Pelaggaran HAM 1962 sampai sampai
saat ini kasus pelanggaran HAM di Papua tidak pernah terlesesaikan hingga saat
ini, mulai dari operasi besar-besaran yang dipimpinan soeharto pada 1962 hingga
sampai saat ini yaitu pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, terror, dll, belum pernah menjadi wacana yang serius
bagi pemerintah Indonesia untuk menyelasaikan persoalan HAM di papua.
Militer indonesia sebagai salah
satu actor penyebab kekerasan di papua, mulai dari 1962 sampai saat ini operasi
demi operasi dilakukan dan menyebabkan pelanggaran HAM. Proses penyelesian
kasus HAM berat pernah diwacanakan oleh Indonesia ada 4 kasus yaitu BIAK berdarah 1998, Wamena berdarah
2003, Wasior berdarah 2001, abepura berdarah 2006. Dan pernah di ajukan
bandingnya pada tahun 2005 yaitu hanya biak berdarah tahun 1998 tapi kalah di
pengadilan negeri makasar 2005. Ini membuktikan kalau tidak pernah serius
penuntasan kasus HAM berat di indonesia .
Indonesia adalah negara yang
menganut sistem demokrasi dimana menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang
diatur dalam konstitusi Negara dimana menjamin kebebasan berserikat, kebebasan
berekspresi, kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum, dll. Dengan melihat
realitas dipapua tidak seperti hukum yang berlaku diindonesia dimana
penangkapan sewenang-wenang, pengeledahan tanpa ada perintah tugas, tidak ada
kebebasan berkumpul dan berpendapat. Tidak hanya pembunuhan, pemerkosaan,
intimidasi, terror, dll, tapi pencurian terhadap sumberdaya alam pun dilakukan
oleh pemodal dilegetimasi dengan pemberian izin operasi dari indonesia.
Pembangunan yang dibanggakan
jokowi dipapua adalah pembangunan infrastruktur, jalan, pelabuhan, badar udara,
bbm satu harga, adalah syarat yang disiapkan untuk memperlancar arus Kapital.
Selain itu pemekaran kabupaten juga menjadi salah satu syarat mempercepat arus
Kapital.
Pemodal dengan modal yang begitu
besar membangun perusahaan-perusahaan untuk mengeruk SDA ( sumber daya alam ) untuk kepentingan
pemodal sendiri maka Papua sebagai sasaran utama dan akan sangat rentan terjadi
perampasan tanah, marginalisai, dll. untuk dibangunnya perusahaan raksasa yang
membutuhkan lahan yang begitu luas, dampak dari pembangunan perusahaan akan
berakibat buruk bagi ekosistem alam rusak, pencemaran lingkungan.
Berlandaskan sejarah kemerdekaan
yang sudah dirampas dan konsitusi Hukum internasional yang berlaku dalam
EKOSOP, SIPOL, Deklarasi HAM, HAK-Hak masyarakat adat, dll serta kenyataan sosial
yang membuat rakyat Papua menjadi trauma yang berkepanjangan dari kekerasan
Militer sehingga berdampak bagi orang papua yang berpengaruh pada phisikis
orang papua yang menjadi mental terjajah yang merasa tidak mampu, rendah diri,
melihat bangsa lain lebih superior serta hilangya kebanggaan atas jatidiri
orang papua sendiri yang dimana prakteknya melalui sistem pendidikan yang
sentralitik, dan ekonomi dengan melihat potensi sumberdaya alam yang ada contohnya
; disuruh makan nasi padahal orang papua tidak menanan padi dengan dipaksa
makan nasi.
Meskipun pemenuhan atas pelaku
pelanggar HAM diadili dan pemerintahan yang baik dan adil dilakukan tetapi
keinginan rakyat papua tidak ingin bersama dengan Indonesia, keinginan rakyat
papua adalah berdiri sendiri sebagai sebuah Negara merdeka yang bermartabat yang
berdiri sejajar sama seperti bangsa-bangsa lain didunia.
Oleh : Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Semarang.