Photo ilust. Gambar Aliansi Mahasiswa Papua |
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!
Militerisme Adalah Pelaku Utama Pelanggaran HAM Di Nduga, West Papua
Peraturan [TPN-PB] adalah menjalankan Surat Perintah Operasi [PO] Panglima Tertinggi [TPN-PB] bahwa melawan Freeport, Menghancurkan Jalan Trans Papua, dan menghentikan beragam produk-produk kolonialisme Indonesia yang bersifat eksploitasi serta memperjuangkan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi bangsa West Papua. Maka, [TPN-PB] telah mengetahui bahwa apa pun jalan Trans Papua yang di lakukan adalah sebagian TNI/PORLI seperti yang di siarkan melalui situs resmi tniad.mil.id pada 12 Mei 2017, dan Presideen Joko Widodo mengatakan pembangunan Jalan Trans Papua sepanjang 4.3000 KM merupakan kerja sama antara TNI dan Kementerian Pekerjaan Umum serta Perumahan Rakyat [PUPR]. Pada 2016, TNI AD sebagai mitra kerja membuka Jalan Trans Papua, proyek pembangunan jalan di ruas Wamena-Mumugu, distrik Mbua, Kab.Nduga.
Kemudian, ada juga Harian Kompas mengungah video dokumenter di You Tube berdurasi 3 menit; 59 detik tentang aktivitas kerja pembangunan jalan yang sedang dikerjakan oleh Tim Denzipur XII Nabire dan Denzipur XIII Sorong. Terlihat di tonton ada satuan pengamanan yang sedang berjaga-jaga dengan mengunakan senjata laras panjang di sekitar lokasi kerja. Berita yang bersumber dari pihak militer di angkat bicara lagi oleh pejabat tinggi Negara Kolonial Replublik Indonesia: Ryamizard Ryacudu, menegasakan tidak akan mengambil posisi negosiasi dalam iniden ini yang terjadi di Nduga. Sementara Menteri Poitik Hukum dan HAM Wiranto perintahkan untuk “kejar habis-habisan”.
Akibanya militer Indonesia mulai mengerakan pasukan dalam jumlah yang banyak melebihi rakyat setempat dan melakukan penyerangan melalui darat serta udara mengunakan helikopter dengan Operasi terkhusus, serangan bertubi-tubi membanjiri peluruh timah panas juga serangan bom serangan udara terhadap masyarakat sipil. Karna Operasi yang di lakukan oleh pihak TNI/PORLI Indonesia, seluruh masyarakat Nduga melakukan pengungsian di belantara hutan termasuk masyarakat di Mbua, Yigi, Mbulmu Yalma, Ndal dan sekitar-nya dengan jumlah data masyarakat sekitar 30.000-an masyarakat masih mengungsi. Dan ada juga, yang mengungsikan diri ke wilayah-wilayah terdekat termasuk Balingga, Kwiyawage, Lani Jaya dan Puncak Jaya demi mencari perlindungan dan keselamatan serta juga ada yang mengugsi di hutan belantara tanpa minum dan makan hingga saat ini berlanjut.
Kondisi Masyarakat Nduga Mengungsi ke hutan dan ke wilayah terdekat, secara umum menilai bahwa pertama, karena serangan militer TNI/Porli sangat berlebihan melakukan operasi penyisiran bahkan menimbulkan fobia terhadap masyarakat Nduga atas operasi-operasi militer pernah digencarkan seleuruh tanah Papua termasuk Operasi Mapenduma tahun 1996 dengan serangan dari udara mengunakan helikopter dan dari darat, serta telah mengakibatkan 35 orang tertembak mati, 14 perempuan di perkosa, 13 Gereja dimusnahkan dan 166 rumah di bakar, kemudian 123 masyarakat sipil meninggal dunia karena sakit dan kelaparan. Kedua, Militer TNI/PORLI dengan jumlah berlebihan melakukan operasi penyisiran dari rumah kerumah dan militer masih beranggapan bahwa masyarakat sipil adalah [TPN-PB] sehingga melakukan penembakan, pembakaran rumah warga, penyisiran di rumah-rumah warga, serta melakukan operasi dengan se-enaknya tanpa melihat hukum perang humaniter antara perbedaan masyarakat sipil dan [TPN-PB].
Selama Operasi yang di lakukan oleh Satuan TNI/PORLI ada pun data korban yang terjadi terhadap masyarakat sipil Nduga antara lain, Nison Umangge umur 18 tahun siswa SMU Kelas 3 di temukan tewas saat operasi di lakukan, Mianus Lokbere umur 20 tahun siswa SMTK Kelas 2 jenasah di temukan dan dikubur, Mentus Niminagge umur 25 Tahun masyarakat sipil di tembak dengan siniper saat kerja kebun, Yarion Pokneangge Umur 50 Tahun meninggal saat peniyisiran TNI/PORLI, Alilius nimiange dibakar bersama honai, Keri lilbib Gwijangge meninggal karena tembakan, Rabu ilbi Gwijangge meninggal karena tembakan di luruh tubuh, Rocky Lani di tembak bagian dahi, Mentas Kelnea meninggal karena kaget bunyi granat, bom dan tembakan, Gemin Nirigi Umur 70-an tahun seorang Pendeta masih belum di temukan dan menghilang di rumah. Dan ada pun meninggal saat pengungsian, Ubugina Unue Umur 2 tahun meninggal saat pengungsian, Raina Kogoya Umur 5 Tahun meninggal saat pengungsian, Bugun Unue 1 Tahun meninggal saat pengungsian dihutan; pada saat pengungsian ada masyarakat yang hamil dan meninggal saat melahirkan, nama Leribina Gwijangge Umur 20 Tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Lerni Gwijangge Umur 18 Tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Elsina Kogoya Umur 35 Tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Bobina Kogoya Umur 16 tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Selfina Lokbere Umur 32 Tahun meninggal saat melahirkan anak kembar. Dari Opersai ini, masih banyak masyarakat yang korban di hutan belantara serta belum mendata korban akibat di batasi oleh TNI/PORLI. Proses ini, dapat di lihat juga bahwa hewan peliharaan yang mati akibat di tembak, dibunuh oleh TNI/PORLI yang melakukan penyisiran serta juga Honai Masyarakat di bakar, alat perabot rumah seperti panah busur, tas/noken dan lain-lain di hancurkan/dirusak ketika operasi tersebut di lakukan di Nduga dalam bulan Desember 2018 dan bulan Januari 2019.
Kondisi ini, pihak apa pun masih belum memperhatikan terhadap rakyat sipil Nduga dan masih membatasi untuk mengambil data tentang situasi lingkungan, bahkan pihak pemerintahan Lokal, Nasional belum partisipasi aktif dan media Nasional, Internasional masih di batasi oleh pemerintah birokratis Indonesia untuk akses serta militer TNI/PORLI masih membatasi untuk mengambil data, meriset, investigasi tentang kondisi Masyarakat sipil Nduga. Dengan melawan cara kolonialisme yang diskriminasi, represif terhadap rakyat sipil di Nduga, maka Menyikapi dan menindaklanjuti-nya, Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme menuntut:
1. Aparat Gabungan TNI/PORLI wajib Menjamin Hak hidup Masyarakat sipil Nduga-West Papua
2. TNI/PORLI Hentikan lakukan pengejaran, pembunuhan dan penyerangan terhadap rakyat sipil Papua di Nduga
3. Menuntut ULWP menyikapi perjuangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di West Papua dan Khusus-nya di Nduga
4. Berikan Akses bagi Jurnalis Indenpendent, Internasional dan Nasional di West Papua terlebih khususnya Nduga
5. Tarik TNI?PORLI Organik maupun Non-Organisk dari Seluruh Tanah West papua Terutama di Nduga
6. PBB segerah membuat Tim Investigasi Indenpenden dalam menangani seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua dan Khususnya Nduga
7. Rezim Jokowi/JK hentikan melakukan pembohongan Publik terkait kasus Nduga melalui media Mainstream.
8. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat West Papua
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan terhadap Rakyat dan Bangsa West Papua Terutama di Nduga.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!
Medan Juang, Jumat 18 Januari 2018