Photo saat pernyataan sikap di Baca FRI-WP dan AMP, 12 April 2019 |
Hentikan Tindakan Represif Dan Buka Ruang Demokrasi Seluas-Luasnya Di Kota Malang
Front Rakyat Indonesia untuk West Papua [FRI-West Papua] dan Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] melakukan konfrensi pers untuk mengencam tindakan represif terhadap massa aksi pada 07 April 2019 di Kota Malang. Konfrensi pers di lakukan pada Jumat 12 April 2019 di Lantai 3 Gedung YLBHI Jakarta tepat pada pukul 10:00 hingga Pukul 11:00 siang hari dan menyikapinya dalam pernyataan sikap.
Pernyataan Sikap
Kami dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Mengecam dengan tegas pembungkaman ruang demokrasi dan mendesak Polda Jawa Timur untuk menindak tegas oknum aparat Polresta kota Malang dan ormas yang melakukan tindakan represif dan kekerasan pada massa aksi demontrasi damai Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) di Malang dan segera menjamin kebebasan berkumpul, berekpresi dan menyempaikan pendapat di muka umum.
Pada 7 April 2019 di saat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) melakukan aksi demonstrasi damai di depan Balai Kota Malang dengan menyatakan beberapa pernyataan yakni serukan soal tutup PT. Freeport Indonesia, Golput dan Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Bangsa West Papua.
Di saat aksi berlangsung, terjadi tindakan represif oleh aparat polresta Kota Malang dan orang lainnya yang di duga sebagai ormas berupa pembubaran aksi yang disertai dengan tindakan kekerasan berupa pemukulan, tendangan, dorongan, pelemparan dan penyiraman air kopi bercampur cabai rujak kepada massa aksi.
Pembubaran dan pemukulan ini terjadi setelah adanya provokasi dari salah satu anggota Intelkam Polresta Kota Malang bernama Adi Fajar yang mempermasalahkan poster golput yang dibawah oleh massa aksi yang dianggap dapat di proses secara hukum.
Pembubaran dan pemukulan aksi demonstrasi damai juga dilakukan oleh oknum ormas berpakaian sipil yang sebagian menutupi wajah mereka menggunakan penutup wajah, sementara aparat Polresta Malang yang di tempat aksi justru melakukan pembiaran terhadap tindak kekerasan tersebut. Setelah itu massa aksi di paksa untuk naik ke dalam mobil Dalmas dan di dalam mobil Dalmas tersebut dua massa aksi di pukul oleh aparat Polresta berpakaian dinas. Dan beberapa waktu kemudian massa aksi diturunkan di terminal Landung Sari.
Peristiwa pembungkaman ruang demokrasi dan tindakan represif bukan baru kali ini terjadi namun, sudah beberapa kali terjadi disaat massa aksi dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) di Malang melakukan aksi demonstrasi damai.
Aksi demontrasi damai merupakan implementasi dari hak menyampaikan pendapat, berkumpul dan berekspresi yang dimana telah diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3 dan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan berpendapat dimuka umum dan juga UU Nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan konvenan internasional tentang hak sipil dan hak politik.
Sekalipun demikian faktanya aparat Polresta Kota Malang dan ormas berpakaian sipil telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu aparat Polresta Kota Malang yang melakukan tindakan berlebihan juga, melanggar Peraturan Kepala Kepolisian RI (Perkap) No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisiaan.
Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas termasuk sejumlah
pelanggaran hukum dan peraturan-peraturan yang ada maka, kami mendesak:
1). Polda Jawa Timur Segera diproses secara hukum dan mengusut tuntas tindak kekerasan dan represif yang dilakukan oleh aparat polresta kota Malang kepada massa aksi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua.
2). Polresta kota Malang segera tangkap dan diproses secara hukum oknum ormas yang melakukan tindakan kekerasan
3). Polda Jawa timur segerah melakukan evaluasi kinerja aparat polresta Malang
4). Hentikan segalah bentuk upaya-upaya pembungkaman ruang demokrasi
5). Buka ruang demokrasi seluas-luasnya di kota Malang
6). Hentikan upaya kriminalisasi terhadap aktivis yang berekpresi dan menyampaikan pendapat dimuka umum.
Demikian penyataan sikap kami atas perhatiannya kami menyampaikan terima kasih
Jakarta, 12 April 2019