ilustrasi |
Oleh
: Caken Ruban
Di
kala sang Fajar terbit d atas alammu
Dikala
tangisan bayi mungil merengek minta setetes air susu ibunya
Disaat
suara tawa tersendat penuh tangis nan pilu
Kau
merasuk masuk ke surga duniamu, memecah nyanyian peradaban, menuntun langkah
perjuangan, menebus amanat kemerdekaan.
Sebelum
siang berganti senja,
Sebelum
burung mambesak melayang ke pangkuan ibunya, sebelum bintang kejora itu mekar
diantara awan biru, kau berdiri, kau berlutut, kau tertidur dengan kata hatimu,
dengan impian dan anganmu untuk kebenaran di atas tanahmu.
Datanglah
malam yang dingin, dibawah lembah, diatas gunung, di tepi sungai titisan Tuhan.
Kau
terbawa dalam heningnya pengorbanan yang mulia, bahwa esok jejak langkahmu tak
terhapus, untuk hari esok lirik katamu menjadi harapan, bahwa esok doamu
terkabulkan.
Hari
yang baru kini ada, lagu, puisi, karya dan dirimu telah tiada.
Namun
persembahan hatimu,
Tegarnya
roh jiwamu, telah melahirkan jutaan anak anak Cendrawasih, menyatukan
darah yang berbeda untuk bersama menggaungkan nyanyian cintamu "Hai
Tanahku Papua"
Puisi ini dibawakan dalam
acara peringatan 35 Tahun Kematian Arnold Clemens AP. Ambon , 26 April 2019