ilustrasi gambar |
Pernyataan Sikap & Himbauan
Aliansi Mahasiswa Papua
Lampiran:
Kronologis Malang, Ternate, Ambon, Surabaya dan Semarang
Mengutuk Tindakan Represif dan Rasis Aparat TNI-POLRI dan Ormas Reaksioner terhadap mahasiswa Papua
Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan (TNI dan POLRI) dan ormas sipil reaksioner terhadap mahasiswa Papua dan kelompok Solidaritas semakin menjadi-jadi. Dalam satu bulan terakhir ini saja tercatat ratusan aktivis mahasiswa ditangkap oleh aparat keamanan saat hendak melakukan aksi demonstrasi damai di beberapa kota seperti Ternate, Ambon, dan Malang. Bahkan untuk Malang, massa aksi mendapat serangan verbal dan fisik. Mereka dimaki menggunakan nama binatang sekaligus dipukul, dan dilempari oleh Ormas Reaksioner serta aparat berpakaian preman. Akibatnya 6 orang terluka parah.
Represifitas tidak berhenti di situ. Ke-esokan harinya tanggal 16 Agustus 2019 sekitar pukul 16:00 WIB mahasiswa Papua yang sedang berada di asrama Kamasan Papua Surabaya dikepung oleh TNI/POLRI, Ormas, dan SATPOL PP. Seperti yang terjadi di Malang, mahasiswa juga mendapatkan makian bernada rasis dari massa yang mengepung. Pengepungan juga disertai dengan perusakan fiber penutup pagar Asrama Kamasan Papua. Mereka menuduh mahasiswa Papua telah merusak bendera Merah Putih dan membuangnya ke selokan. Seiring waktu berjalan massa yang mengepung bertambah semakin banyak. Mereka meneriakan yel-yel seperti, "Usir Papua" dan "Bunuh". Sementara penghuni asrama sebanyak 15 orang harus mengamankan diri ke dalam aula asrama.
Selama berjam-jam mereka terjebak di dalam aula, tanpa ada makanan dan minuman. Pukul 02:00 WIB dini hari, dua orang Mahasiswa asal Surabaya berinisial " AL" dan "AR" Mencoba masuk dan memberikan makanan saat mobilisasi mulai berkurang, namun setelah makanan sampai keduanya langsung digelandang oleh kepolisian ke Polrestabes Surabaya.
Pagi harinya (17 Agustus 2018) sekitar pukul 10:00 WIB massa kembali berdatangan. Pukul 13:30 WIB mahasiswa Papua yang tidak tinggal di asrama (sebanyak 28 orang) datang dengan maksud memberikan makanan pada penghuni asrama yang terjebak di dalam.
Keadaan di luar semakin ramai. Yel-yel terus menggema. Sekitar pukul 14:45 polisi dengan bersenjata lengkap berhasil merangsek masuk ke dalam asrama. Mereka berkali-kali menembakan gas air mata. 42 orang yang berada di asrama diangkut paksa menuju Polrestabes Surabaya menggunakan mobil Dalmas. Penangkapan ini disertai dengan pemukulan hingga menyebabkan mahasiswa Papua mengalami luka di sekujur tubuhnya. Polisi beberapa kali mengeluarkan suara tembakan sembari mendorong para mahasiswa untuk segera naik ke atas mobil Dalmas. Pukul 15:50 WIB mahasiswa Papua tiba di Polrestabes Surabaya dan langsung ditempatkan di salah satu ruangan. Polisi memintai mereka keterangan dan identitas.
Inisial nama-nama mahasiswa yang terluka di Asrama Kamasan Surabaya, antara lain:
1. E.W , Perempuan ( 19 ) dapat pukulan/tonjok
2. N. K Laki-laki ( 24 ) tangan kanan keseleo akibat didorong untuk tiarap di mobil Dalmas
3. A. U Laki-Laki ( 56 ) Dipopor pada alis mata
4. K. Laki-Laki (23 ) Dipukul di pelipis
5. F.P Laki-laki ( 33 ) Kena tembakan gas Air Mata di kaki.
Hal pemaksaan pemasangan Bendera dan Spanduk Cinta NKRI itu kembali terjadi di Asrama Papua Semarang. Sejumlah Ormas berpakaian Pemuda Pancasila dan berbaju biasa, anggota Polisi, TNI, dan Intel datangi asrama Papua pada pukul 7:00 WIT, pagi.
Aparat menggunakan Warga Candi Sari kota Semarang untuk memasang Spanduk bertuliskan “kami warga Kel. Candi Tidak Setuju Asrama West Papua Digunakan untuk Kegiatan yang mengarah pemisahan Papua dari NKRI. Jika hal tersebut dilakukan kami sepakat menolak keberadaan West Papua di Kelurahan Candi. NKRI HARGA MATI”. Kelompok reaksioner itu mengecam Bahwa mereka berhak di sini. Bila tak di pasang maka Pindah saja.
Atas kejadian-kejadian represif ini kami menyatakan sikap:
1. Mengutuk pelaku pengepungan Asrama Kamsan Papua Surabaya, dan penyerangan aksi damai di Malang, pemaksaan pemasangan Spanduk dan bendera di Asrama Papua Semarang serta pemukulan yang berujung pada penangkapan di Ternate dan Ambon.
2. Tangkap dan adili aktor dan intelektual pelaku dalam pengepungan Asrama Kamasan Papua Surabaya dan penyerangan aksi mahasiswa Papua di Malang (15 Agustus 2019)
3. Kepolisian Resort Kota Besar Surabaya, KODIM Surabaya dan Pemerintah Daerah Surabaya bertanggung jawab atas Pembiaran terhadap TNI, Pol PP dan Ormas Reaksioner yang dengan sewenang-wenang mengepung dan merusak Asrama Kamasan Papua.
4. Pecat anggota-anggota TNI dan Satpol PP yang memulai provokasi penyerangan Asrama mahasiswa Papua di Surabaya
5. Hentikan rasisme! Manusia Papua bukan Monyet!
6. Tangkap dan adili pelaku pemberangusan ruang demokrasi di Surabaya, yang mengakibatkan 5 orang terluka berat dan belasan lainnya luka-luka ringan.
7. Ganti segala kerusakan materil dan immateril akibat dari penyerangan Asrama Kamasan Surabaya!
8. Hormati dan Lindungi hak kebebasan berkumpul dan mengemukakan pendapat sebagaimana yang di maksud dalam konstitusi.
9. Hentikan Aparat TNI/Polri provokasi warga yang tak tahu-menahu tentang politik Papua Merdeka dan NKRI Harga Mati.
Secara terpisah, AMP menghimbau kepada rakyat Bangsa West Papua:
1. Rasisme, penyebutan "monyet Papua" itu datang dari kelompok reaksioner berwatak kolonial. Kolonialisme di Papua sudah berlangsung sejak 1962 pasca Negara Imperialis, Amerika Serikat, terlibat dalam perjanjian New York yang melahirkan penjajahan baru di Bumi West Papua setelah Belanda.
Rasisme, sikap dan tindakan merendahkan martabat harga diri Rakyat Papua telah lama dilakukan lewat operasi-operasi militer mengakibatkan lebih dari jutaan jiwa meninggal dalam pembantaian. Mereka menguasai sumber produksi hingga di pelosok, mengambil semua kekayaan alam Papua untuk tuannya Imperialis Amerika. Mereka mengisolir rakyat Papua seakan bangsa yang tak bisa berbuat apa-apa selain bergantung kepada kolonial.
Maka, dengan peristiwa pengepungan, penangkapan, dan penyebutan "monyet Papua" yang berulang terjadi, kami himbau untuk tidak terprovokasi dengan propaganda-propaganda yang memicu saling menyerang antar kelompok etnis atau beragama di Papua. Sebab propaganda semacam itu Iah menghendaki tuntutan politik Papua merdeka yang sedang diperjuangkan oleh rakyat Papua digiring ke dalam isu rasial, saling serang antara kelompok. Musuh kita jelas, Militerisme, Kolonialisme beserta tuannya, Imperialisme.
Sehingga atas menodai harga diri dan martabat bangsa West Papua oleh penjajah, rakyat satu-kan barisan, kekuatan, bangun persatuan nasional, mobilisasi massa untuk mogok jalan, menuntut Hak untuk menentukan nasib bangsa West Papua, bangsa yang kerap disebut Monyet oleh bangsa Penjajah.
2. Kepada Rakyat dan mahasiswa Papua di luar Papua, khususnya di Jawa-Bali, pusat kota kolonial, yang mengatur strategi penjajahan di Papua, itu ada di pulau Jawa, Ibu Kota Jakarta.
Kita adalah kaum muda yang memikul tanggung jawab atas amanah sejarah perjuangan melawan penjajahan dan membebaskan rakyat West Papua, mempeloporinya untuk menentukan kondisi objektif yang baru, yakni bangun bangsa yang bebas dari penjajahan.
Amanah itu adalah pertama, menciptakan kader pejuang yang matang secara teori dan praktek, yang teruji dalam aksi massa, dalam segala resiko perlawanan, termasuk menyaksikan langsung, menjadi saksi dan korban atas pengepungan, pemukulan, penangkapan, teriakan rasis, untuk mengenal siapa itu penjajah dan menumbuhkan iman perlawanan untuk perjuangan panjang menciptakan bangsa yang mandiri dan bebas dari watak kolonialisme. Kedua, kita ada saksi, telinga, mata, bagi penderitaan rakyat Papua. Menyebarkan seluruh realita ketertindasan kepada rakyat Indonesia, bangun solidaritas kepada buruh, tani, nelayan, mahasiswa, LGBT, dan kaum minoritas yang tersingkir dari rezim kapital yang bersekongkol dengan pemodal Internasional di Indonesia.
3. Menghimbau kepada Seluruh Mahasiswa di luar Papua, siapkan kekuatan, mobilisasi massa dari asrama ke kampus, untuk mengepung Istana Negara, Jakarta, menuntut Rezim Jokowi segera memulangkan kami ke West Papua dengan syarat berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri kepada bangsa yang Indonesia menyebutnya "Papua Monyet", Rakyat Bangsa West Papua.
1. Rasisme, penyebutan "monyet Papua" itu datang dari kelompok reaksioner berwatak kolonial. Kolonialisme di Papua sudah berlangsung sejak 1962 pasca Negara Imperialis, Amerika Serikat, terlibat dalam perjanjian New York yang melahirkan penjajahan baru di Bumi West Papua setelah Belanda.
Rasisme, sikap dan tindakan merendahkan martabat harga diri Rakyat Papua telah lama dilakukan lewat operasi-operasi militer mengakibatkan lebih dari jutaan jiwa meninggal dalam pembantaian. Mereka menguasai sumber produksi hingga di pelosok, mengambil semua kekayaan alam Papua untuk tuannya Imperialis Amerika. Mereka mengisolir rakyat Papua seakan bangsa yang tak bisa berbuat apa-apa selain bergantung kepada kolonial.
Maka, dengan peristiwa pengepungan, penangkapan, dan penyebutan "monyet Papua" yang berulang terjadi, kami himbau untuk tidak terprovokasi dengan propaganda-propaganda yang memicu saling menyerang antar kelompok etnis atau beragama di Papua. Sebab propaganda semacam itu Iah menghendaki tuntutan politik Papua merdeka yang sedang diperjuangkan oleh rakyat Papua digiring ke dalam isu rasial, saling serang antara kelompok. Musuh kita jelas, Militerisme, Kolonialisme beserta tuannya, Imperialisme.
Sehingga atas menodai harga diri dan martabat bangsa West Papua oleh penjajah, rakyat satu-kan barisan, kekuatan, bangun persatuan nasional, mobilisasi massa untuk mogok jalan, menuntut Hak untuk menentukan nasib bangsa West Papua, bangsa yang kerap disebut Monyet oleh bangsa Penjajah.
2. Kepada Rakyat dan mahasiswa Papua di luar Papua, khususnya di Jawa-Bali, pusat kota kolonial, yang mengatur strategi penjajahan di Papua, itu ada di pulau Jawa, Ibu Kota Jakarta.
Kita adalah kaum muda yang memikul tanggung jawab atas amanah sejarah perjuangan melawan penjajahan dan membebaskan rakyat West Papua, mempeloporinya untuk menentukan kondisi objektif yang baru, yakni bangun bangsa yang bebas dari penjajahan.
Amanah itu adalah pertama, menciptakan kader pejuang yang matang secara teori dan praktek, yang teruji dalam aksi massa, dalam segala resiko perlawanan, termasuk menyaksikan langsung, menjadi saksi dan korban atas pengepungan, pemukulan, penangkapan, teriakan rasis, untuk mengenal siapa itu penjajah dan menumbuhkan iman perlawanan untuk perjuangan panjang menciptakan bangsa yang mandiri dan bebas dari watak kolonialisme. Kedua, kita ada saksi, telinga, mata, bagi penderitaan rakyat Papua. Menyebarkan seluruh realita ketertindasan kepada rakyat Indonesia, bangun solidaritas kepada buruh, tani, nelayan, mahasiswa, LGBT, dan kaum minoritas yang tersingkir dari rezim kapital yang bersekongkol dengan pemodal Internasional di Indonesia.
3. Menghimbau kepada Seluruh Mahasiswa di luar Papua, siapkan kekuatan, mobilisasi massa dari asrama ke kampus, untuk mengepung Istana Negara, Jakarta, menuntut Rezim Jokowi segera memulangkan kami ke West Papua dengan syarat berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri kepada bangsa yang Indonesia menyebutnya "Papua Monyet", Rakyat Bangsa West Papua.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Kemanusiaan yang adil dan beradab hanya mungkin tercapai apabila penjajahan, diskriminasi rasial, dan penindasan di atas dunia segera dihapuskan.
Tanah Kolonial, 18 Agustus 2019
Aliansi Mahasiswa Papua
Komite Pusat
Ketua Umum
Jhon Gobai