Peserta Aksi Kamisan ke-598 saat berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/8/2019)/Liputan.6: |
Oleh, Jhon Gobai )*
74 usia negara Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan. Tepat 17 Agustus 2019, peringatan momentum tahun ini tentu memberikan kesan tersendiri dalam situasi hening tersebut. Surabaya, ujaran rasis hingga penangkapan sewenang-wenang terhadap 42 mahasiswa Papua. Hening 74 tahun kemerdekan, dalam diam Ia menyakiti hati dan martabat rakyat West Papua dengan hinaan “Papua Monyet”. Peristiwa itu mengundang serpihan gelombang protes di seluruh West Papua, Indonesia juga Internasional.
Tentu kemarahan itu bukan kebetulan, bukan juga karena toh peristiwa Surabaya. Rakyat West Papua mengungkapkan kebenaran realita sosial bahwa rasisme adalah bagian dari penjajahan RI. Tapi disini saya tidak ingin membahas perlakukan rasis yang dialami oleh rakyat West Papua. Jauh lebih penting adalah mengenali ikhtisar dari akar historisnya.
Anak muda zaman milenial sangat jarang punya gagasan tentang alam pikiran Indonesia. Sehingga sangat gampang dimanipulasi kesadarannya oleh perkembangan arus informasi yang tak bersadar pada esensinya. Saya tidak membahas tentang dimanika dari fenomena zaman milenial dan kaitannya dengan arus informasi yang sangat kebablasan itu.
Sebagai mahasiswa jurusan Teknik Mesin, yang berusaha mempelajari sejarah, saya rumuskan pertanyaan dasar untuk memandu menulis. Pertanyaan, darimana Rasisme dan penjajahan terhadap rakyat West Papua itu berasal?
Untuk menjawab itu, saya akan memulai dari pertanyaan: Apa landasan/semangat kemerdekaan Indonesia/revolusi 1945?
***
Pada abad ke 20, rasisme menjadi satu masalah yang membuat rakyat, terutama akan muda berontak, berjuang untuk menghapuskan diskriminasi rasial dengan masing gagasan sesuai pandangan politik yang berkemang, saat itu.
Apartheid di Afrika Selatan, golongan yang tak boleh diraba di India, segregasi di Amerika Serikat, kecurigaan terhadap kulit berwarna di Australia dan sebagainya.
Dalam pamflet USNSA berjudul “A Call to Student Action” menggambarkan betapa polisi melakukan tindakan sadis, sehingga 72 orang Afrika terbunuh di Sharpeville, Afrika Selatan pada 21 Maret 1960. Ribuan lainnya ditahan dan dijatuhkan Hukum.
Membaca catatan sejarah Afrika Selatan pada masa itu sama sekali tidak mengenal keadilan. Hukum ada di luar kemanusiaan. Para tahanan kurang mendapatkan makanan dan jaminan kesehatan. Pengusiran dan pembuangan kerap kali terjadi. Seluruh warga hidup dalam suasana teror. Orang bersembunyi siang dan malam, agar terhindar dari ekspedisi militer atau batalyon kerja paksa di tempat terpencil.
Pada 17 Mei 1954 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan keputusan yang menentang adanya segregasi dalam sekolah umum. Ternyata hampir setiap tahun terjadi kericuhan dan demonstrasi. Pemerintah AS mengirim serdadu ke kota Little Rokc pada 1957, tahun 1962 ke Mississippi. Rasa kepiluan ini lah membuat anak muda negro marah dan mengamuk. Terjadi demonstrasi besar-besaran dan mendapatkan perhatian besar-besaran dari masyarakat Internasional.
Gambaran buruk ini memuat bulu roma manusia berdiri. Perbuatan ini pantas di cela dan dikutuk. Perbuatan itu membangkitkan kemarahan rakyat, terutama anak-anak muda dan memprotesinya.
***
Beberapa peristiwa singkat di atas menjelaskan wajah Asia, Afrika, Eropa, termasuk 350an tahun penjajahan Indonesia oleh imperialisme yang mengkolonia. Diskriminasi rasial, kemiskinan dan kesengsaraan, perbudakan merupakan potret manusia dan alam ketika hukum superior menjadi sakral dibawa kekuasaan.
Rasisme bukan fenomena sosial di abad ke 20—hingga abad ke 21 ini. Banyak teori yang mengemukakan tentang definisi rasisme hingga darimana rasisme itu berkembang. Teori post kolonial yang berkembang mengemukakan bahwa rasisme adalah wacana kolonialisme. Kolonialisme dalam arti menduduki, menguasai wilayah lain oleh negara-bangsa lain tentu menunjukan sikap superior untuk menaklukan bangsa wilayah tersebut. Sehingga, pandangan rasisme adalah penilaian, perlakukan, perbedaan adil berdasarkan ras, etnik, atau pun golongan.
Entah! Gagasan rasisme sendiri diproduksi oleh intelektual borjuis ataupun dalam ilmu pengetahuan sosial dan saintifik, tentu rasisme hanya wacana dari kolonialisme atau imperialisme yang mengkoloni.
Imperialism dan kolonialisme menyebabkan bentuk penjajahan di negeri Asia dan Afrika pada Abad ke 20; dan mendatangkan segala macam bencana bagi rakyat setempat. Rasisme, diskriminasi ras: perbudakan, pembantaian, ujaran kebencian, menjadi kelas inferior, merupakan wajah dari masyarakat, termasuk Indonesia sebelum merdeka di bawah penjajahan.
Karena itu negara-negara tersebut memproklamasikan kemerdekaan, dengan tujuan utama adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat seraya memberikan kesempatan mendapatkan pendidikan.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan titik perlawanan terhadap segala macam bencana tadi. Sejarah perjuangan yang dipelopori oleh gerakan pemuda-mahasiswa, Boedi Utomo, hingga kemunculan pejuang-pejuang karismatik, berwawasan revolusioner, seperti, Soekarno, Tan Malaka, Hatta, Syaril, dan seterusnya.
Akibat kesudahan perang Rusia-Jepang di selat Tsushima (27 Mei 1905) menimbulkan kebangkitan bangsa yang terjajah di Asia. Pengaruh lain adalah pergerakan Turki muda untuk mencapai perbaikan nasib, yang pada akhirnya revolusi pada 1908, yakni suatu gerakan anti kaum-kolot. Peristiwa ini memberikan gesekan bangkitnya pergerakan Mahasiswa STOVIA, yang kemudian menjadi gerakan Budi Utomo pada kongres di Yogyakarta (3-5 Oktober).
Revolusi Cina (1911); Revolusi Rusia (1971); Liga Bangsa-bangsa; perjuangan soal Negara Irlandia; perjuangan di India; dan gejolak gerakan rakyat tertindas di belahan dunia tentunya, memberikan pengaruh yang besar terhadap pergerakan pemuda-mahasiswa Indonesia saat itu. Kesadaran politik, pandangan Indonesia sebagai bangsa terjajah, mulai bermunculan dalam dinamika perlawanan mahasiswa Indonesia di Indonesia, juga Negeri kolonial Belanda.
Pengaruh sangat mendasar yang memanifestasi bangkitnya pergerakan perlawanan rakyat, termasuk di Indonesia pada waktu itu, adalah realita penindasan atau penjajahan kolonialisme dan imperialisme.
Perjuangan Indonesia merdeka dimulai sejak benci terhadap penindasan, termasuk diskriminasi ras. Perjuangan berlandaskan anti terhadap segala penindasan. Perjuangan menuju Indonesia yang merdeka. Bebas dari segala bentuk penjajahan manusia oleh manusia lain.
Landasan itu lah membentuk alam pikiran Indonesia dalam merajut persatuan, membangun Indonesia merdeka dalam arti merdeka secara sosial, ekonomi, politik, dan mentalitas. Sejumlah pokok pikiran ini yang dikemukakan alam pikiran Indonesia oleh Soekarno, Hatta, Tan Malaka dan Sjahrir, dan rakyat pejuang Indonesia, saat itu.
Indonesia merdeka diproklamasikan atas dasar:
Pertama, menurut Bung Hatta dalam Kumpulan Karangan Hatta bagian II ( yang berjudul, ke arah Indonesia merdeka, arti kedaulatan rakyat Indonesia, dll) menulis kan karangan yang bertitik pada dua inti kata: Kerakyatan, artinya kedaulatan sepenuhnya ada pada rakyat dan kebangsaan, artinya rakyat lah menjadi ukuran bangsa Indonesia Merdeka. Keindonesia merdeka mesti menjadi rakyat berdasar kemahuan rakyat.
Kedua, Syahril dalam bukunya berjudul Renungan Indonesia yang ditulis semasa tahanan, paling banyak menjelaskan: kemerdekaan Indonesia yang bermartabat dan manusiawi;
Dan ketiga, Bung Karno, dalam karyanya Mencapai Indonesia Merdeka (Maret 1933), menyatakan kemerdekaan Indonesia merupakan jembatan emas mencapai kesejahteraan. Dalam arti demokrasi politik dan ekonomi yang memberikan 100% kekuasaan kepada rakyat jelata (sebagai lawan balik sistem ekonomi dan politik kapitalistik yang menjadikan dirinya pada monopoli).
Keempat, dalam buku Materialisme Dialektika dan logika (Madilog), Tan Malaka mengatakan kemerdekaan Indonesia tidak hanya pada kemerdekaan ekonomi, sosial, politik, dan demokrasi. Tetapi, Tan mengkritik mental feodalistis, dan kolonialisme yang tertanam dalam mentalitas bangsa, yakni: mentalitas takut berfikir, pasif dan menyerah pada nasib. Mentalitas semacam ini mudah percaya pada takhayul dan mitos sehingga gampang dimanipulasi. Sehingga kemerdekaan Indonesia mesti merdeka 100%; revolusi total, tidak hanya merdeka secara fisik.
***
Menurut saya jelas! Bahwa kemerdekaan Indonesia didasari oleh semangat anti terhadap “penindasan” termasuk rasisme. Pertanyaannya darimana rasisme itu datang? Bila rasisme adalah wacanah kolonialisme, apa kah perlakuan Rasisme terhadap Rakyat Papua adalah cerminan dari penjajahan Republik Indonesia? Jika Benar Penjajahannya, apa saja bentuk-bentuk penjajahan atau penindasannya? Bagimana menjelaskan Penjajahan Republik Indonesia terhadap Papua? Sejak kapan kolonialisme itu ada di Republik Indonesia?
Bersambung!
Penulis adalah kontributor korankejora