Halloween party ideas 2015

Photo aksi Demo Damai di West Papua, menuntut mengakhiri Rasisme dan
Tuntutan untuk Hak Penentuan Nasib Sendiri
Oleh: Koker*


Pada perjuangan kelas rakyat dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri  membutuhkan konsep materialisme, Idealisme, Historis dan praxisme menjadi pondasi aksi hingga pada reaksi perjuangan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi suatu bangsa untuk menentukan nasib sendiri. Dalam memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri konsep kolonialisme akan terus  melakukan berbagai tindakan seperti rasisme, marjinalkan, membuat minoritas, eksploitasi (alam, budaya, manusia) dan eksplorasi. Konstruksi kolonialisme dengan gaya kerjanya melalui UUD akan menjadi terperangkap terhadap rakyat yang memperjuangkan Hak Penentuan Nasib Sendiri dan dengan kerjanya Nasionalisme penjajah memutarbalikkan fakta dilapangan dan terjadi kontradiksi antara rakyat secara horizontal maupun sebaliknya.

Dari arah perjuangan masyarakat West Papua merupakan hakikat memperjuangkan Nasionalisme. Rasisme bagian dari penjajahan terhadap suatu suku bangsa yang berbeda dengan bangsa yang lain sehingga konotasi kolonialisme merupakan subjektivitas dalam aktivitas menjalankan penjajahannya, sama seperti apa yang sedang terjadi terhadap bangsa West Papua oleh kolonialisme Indonesia dengan rezim yang dijalankan bagian dari rasisme yang absolut bukan lagi rasisme permainan.

 Dua bulan terakhir ini, Mahasiswa West Papua mendapatkan rasisme oleh ORMAS (Organisasi Masyarakat) Indonesia yang tidak bertanggung jawab atas realitas kehidupan mahasiswa yang berada di Surabaya maupun Luar dari Tanah Air West Papua. Rasisme ini telah muncul sejak Indonesia Aneksasi bangsa West Papua dan Indonesia, Belanda serta Amerika Serikat melakukan tindakan yang tidak menguntungkan rakyat West Papua. Maka, dengan itu tatanan rasisme dan produksinya di West Papua sangat berekemabang pesat:

1. Rasisme dan konstruksinya

Dalam wikipedia Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras Manusia menentukan pencapaian budaya atau Individu-bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya[1]. Dan lain sisi Rasisme adalah suatu doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan ras manusia menentukan pencapaian budaya suatu individu atau bangsa, oleh karena-nya doktrin ini menganggap suatu ras tertentu bisa jadi lebih superior daripada ras yang lainnya sehingga memiliki hak untuk mengatur ras lainnya. Maka, konsep rasisme ini terdiri dari Etnosentrisme [penilaian terhadap budaya lain yang memiliki konotasi negatif] dan stereotip [dipandang sebagai suatu sifat yang prasangka negatif dan positif namun berlebihannya adalah diskriminatif ]

Rasisme ini telah berkembang sejak lama pada sebelum era modern dan era modern seperti yang terjadi di Afrika Selatan dengan politik Apartheid [Etnosentrisme], selama apartheid terjadi ada perbedaan ras dan warna kulit, persekolahan, tempat umum, tempat ibadah bahkan Toilet pun dipisahkan sehingga yang menderita adalah warna kulit hitam atau menjadi warga kelas dua di atas negerinya sendiri.

Dan ada pun terjadi seperti (Stereotip) membedakan kelompok orang itu berasal, seperti rakyat Melanesia West Papua yang berkulit hitam terus mendapatkan perlakukan tidak simpatik saat selama di aneksasi dalam kolonialisme Indonesia yang kini menjelang 58 Tahun atau rasisme masih terlihat. dalam kolonialisme tersebut beranggapan bahwa rakyat Melanesia West Papua adalah kampungan, Monyet, bau, masih belum maju, ketek, kotor dan miskin atau penyebutan-penyebutan nama hewan. Jadi menjadi persoalan diskriminatif.

Demikian pula seperti  yang dialami oleh para pemain sepak bola PERSIPURA di mana beberapa kali terjadi kata-kata rasisme Stereotip seperti“Hitam Monyet, Bau, dll dalam proses permainan Sepak Bola. Atau pun, kolonialisme Indonesia dengan labelnya beranggapan rakyat West Papua Adalah OPM atau separatis tanpa melihat konkrit situasi yang realistis. Itu adalah bagian dari persoalan Rasisme.

2.Rasisme di Indonesia terhadap bangsa West Papua

Pada dasarnya rasisme tidak terlepas pada bagian pertama. Dan pembahasan ini merujuk pada UUD Indonesia mengatur dalam NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS. Pada BAB III TINDAKAN DISKRIMINATIF Pasal 4 Ayat (b) telah mengatur dan Pembukaan pasal (2) pun menjelaskan tentang ketentuan Internasional mengenai Rasisme.

Namun, dalam kasus ini apa yang terjadi di Surabaya pada 16-18 Agustus 2019 merupakan pelanggaran rasisme yang dilontarkan oleh Kolonialistik: Otoriter/militer Negara, Ormas Reaksioner, TNI/POLRI dan gabungan masyarakat yang melakukan tindakan diskriminatif terhadap Mahasiswa West Papua di Asrama Kamasan Papua di Surabaya dengan label “Papua Monyet, Anjing, dan nyanyikan lagu “Usir...Usir..Usir Papua”. Kasus ini telah berlanjut ketika bangsa Melanesia West Papua di Paksa Gabung ke dalam NKRI dengan penuh teror, penganiayaan, pembunuhan, dan manipulasi sejarah West Papua yang berakhir terus dengan rasisme diskriminatif.

Pada Desember 2016 rasisme itu pun terjadi terhadap gambar mata uang kertas  Indonesia Frans Kaisiepo 10 ribu rupiah dan ada yang mengomentari dengan kata-kata berbau rasisme seperti dalam salah satu akun facebook Romy Saputra bahwa “Pithecanthropus erectus ndase king-king” dan beberapa media sosial pun tersebar. Bahkan, Natalius Pigai pada Maret 2019 di banjiri dengan ujaran rasisme di setiap akun media sosial dengan edit gambar Gorila dan Photonya kata ujarnya adalah “ini adalah teman setianya” oleh akun Siti Fatimah, akun Twitter  Adipati juga menuliskan “Muka Lo mirip Monyet”. Dan pada 1990-an Filep Karma juga mendapatkan banyak kata rasisme ketika kulia di Solo seperti kata “Koyo ketek” (mirip Kera) dalam bukunya “Seakan Kitorang Setengah Binatang” cukup lengkap dijelaskan.

Rasisme Terhadap rakyat West Papua juga terlihat secara kontak fisik dan non-fisik dalam negara Indonesia ini. Tidak hanya pemerintahan tetapi hampir dari beberapa rakyat Indonesia masih mempraktekan rasisme terkhusus pada rakyat West Papua; apalagi dalam dunia pendidikan Pelajar, Mahasiswa target rasisme terus di kembangkan bahkan marjinalkan dalam rasisme itu sendiri.  Masih banyak jalur yang dapat dilihat dari rasisme ini, para pemimpin otokratis, borjuasi dan rakyat yang didorongnya terus melakukan implementasi rasisme terhadap suku bangsa di negeri yang dijajah secara terstruktur melalui cara-cara kolonialisme era baru di West Papua.

3. Mata kolonialisme Indonesia di West Papua

Kolonialisme negara merupakan penjajahan kekuasaan di suatu wilayah yang mempunyai sumber daya alam yang kuat melalui jajahan terstruktur dari sistem dan penjajahan atas manipulasi sejarah di wilayah tersebut untuk pengurasan sumber daya alam, sumber daya budaya dan merujuk pada terjadinya pemusnahan etnis atau Genosida terhadap wilayah yang dijajah; Selain dari itu adalah sistem negara dikontrol menjadi alat penyampaian menjajah wilayah tersebut seperti West Papua. Sejarah West Papua di manipulasi oleh Negara Indonesia dengan mengembangkan Nasionalisme kolonialisme dengan ketat seperti apa yang sedang Indonesia lakukan di Tanah West Papua.
Persoalan akan terus muncul dengan tameng Rasisme, diskriminatif pada wilayah yang dijajah tersebut, kecuali wilayah tersebut menentukan nasib sendiri atas Wilayahnya sendiri; sama hal dengan West Papua.

Wilayah West Papua adalah wilayah koloni Belanda yang berkuasa atas West Papua selama 64 Tahun dari 1898 hingga 1962 dan Indonesia kini menjadi kolonial baru atas West Papua dari Tahun 1961 yang kini menjelang 58 tahun. Dalam tahapan kolonialisme baru melalui Indonesia sangat otoriter yang dipimpin oleh militer menguasai wilayah West Papua.  Sejak aneksasi West Papua 01 Mei 1963 dari implementasi The New York Agreement yang ilegal tanpa proses konstitusional rakyat sipil West Papua; Indonesia telah mengambil ahli proses pemaksaan bangsa West Papua masuk dalam genggamannya atau penjajahannya.  Sejarah panjang bangsa West Papua memperjuangkan Hak Penentuan Nasib sendiri dan proses perjuangan tersebut merujuk pada mengembalikan hak Konstitusi rakyat West Papua untuk menentukan Hak Penentuan Nasib Sendiri.

*Penulis adalah Komite Pusat Agitasi dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
_______
Sumber:
1. https://id.m.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_40_Tahun_2008 di Akses pada 28 Sept 2019
2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Etnosentrisme
3. http://longlifeeducation123.blogspot.com/2014/01/diskriminasi.html?m=1
4. http://www.jurnas.com/mobile/artikel/11593/Pahlawan-Papua-Dihina-Komika-Arie-Kriting-Angkat-Bicara/
5.https://today.line.me/id/article/Miris+Netizen+Lecehkan+Kepahlawanan+Frans+Kaisiepo+Inilah+Jasa+Besarnya+Untuk+Indonesia-7104c7beb02a33d2c0e2d7ba64c2ad3a84493b493f49acfa93ffd98c3e256a4e
6. https://www.google.com/amp/s/indonesiainside.id/pilpres-2019/2019/03/24/soal-fitnah-jokowi-perlu-belajar-dari-natalius-pigai/amp/
7. https://m.goaceh.co/berita/baca/2017/06/13/dihina-dengan-katakata-monyet-dan-manusia-hitam-natalius-pigai-semoga-tuhan-ampuni-mereka
8. https://madealikade.wordpress.com/2014/12/01/peluncuran-buku-filep-karma-seakan-kitorang-setengah-binatang/

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats