Ilst.Koran Kejora |
PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI MAHASISWA PAPUA [AMP] dan Front Rakyat Indonesia For West Papua
[FRI-WP]
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kosa, Dormum, Foi-Moi, Tabea mufa, Nayaklak, Wiwao, Amakanie, Wa...wa...wa...wa…
Memperingati 49 Tahun Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat 01 Juli 1971 – 01 Juli 2020
Rakyat Bangsa Papua Barat terus berjuang atas dasar sejarah perjuangan yang telah digerakkan oleh para pelopor gerakan sejak tahun 1960-an, hingga kini perjuangan terus dikobarkan hingga tahun 2020. Perjuangan atas semangat merebut hak dan kedaulatan bangsa Papua Barat. Yang mana tuntutan yaitu Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi yang paling demokratis. Dimana tuntutan tersebut dijamin oleh konstitusi internasional yang tertuang jelas dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tentang Hak Sipil dan Hak Politik yang mana konstitusi tersebut telah diratifikasi pula kedalam konstitusi Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam mukadimah pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi; “Bahwa Kemerdekaan itu ialah Hak Segala Bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”.
Melihat dari implementasinya di Papua Barat, secara Historis jauh bergeser daripada esensinya. Buktinya sejak Rakyat Papua Barat, tak pernah dilibatkan dalam perundingan antara pemerintah Negara Republik Indonesia bersama Pemerintah Kerajaan Belanda dan Amerika Serikat yang melahirkan beberapa kesepakatan dan perjanjian Internasional, seperti: Proposal Bunker 1960, Perjanjian New York (New York Agreement) pada 15 Agustus 1962, Perjanjian Roma (Rome Agreement) pada 30 September 1962, yang mana dari semua kesepakatan dan perjanjian Internasional tersebut membicarakan nasib hidup rakyat bangsa Papua Barat. Sehingga perjanjian dan sejumlah kesepakatan tersebut dibuat atas kepentingan tiga negara tersebut, tidak untuk rakyat Bangsa Papua Barat.
Di sisi lain, kemerdekaan yang dideklarasikan oleh Rakyat Bangsa Papua Barat pada 1 Desember 1961 disabotase oleh Republik Indonesia dengan invasi militer di seluruh wilayah Papua Barat. Pendudukan itu dilakukan atas perintah Soekarno yang termuat dalam Tri Komando Rakyat yang dikumandangkan pada 19 Desember 1961 dari kota Yogyakarta. Sejak itu operasi militer dilakukan dibawa pimpinan Jend. Soekarno dan Jend. Alih Moertopo.
Padahal sejak kemerdekaan Indonesia wilayah Papua Barat menjadi perdebatan dalam menentukan batas wilayah negara. Dalam konferensi Meja Bundar (KMB), sebagai satu-satunya konferensi yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia yang ditandatangani di Den Haag pada 02 November 1949, wilayah Papua Barat tidak termasuk didalamnya. Secara administrasi Papua Barat bukanlah bagian dari Hindia Belanda (Dutch East Indies) yang berpusat pemerintahan di Batavia (Jakarta sekarang), melainkan Dutch of New Guinea dengan pusat pemerintahannya di Hollandia (Jayapura sekarang).
Kesalahan, pada 1 Mei 1963, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nation Temporary Executive of Authority (UNTEA) di Papua Barat, yang kemudian menyerahkan Papua Barat kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai Negara perwalian yang akan menjalankan amanat seperti yang tertuang jelas dalam isi Perjanjian New York Agreement. Namun pada prakteknya Negara Indonesia justru menempatkan militernya dalam jumlah yang sangat besar di seluruh wilayah tanah Papua Barat.
Sekertaris Jenderal PBB pada saat itu, sebenarnya sudah mendapatkan laporan terkait terror dan intimidasi yang dilakukan oleh militer Indonesia terhadap Rakyat Bangsa Papua Barat sebelum PEPERA dilakukan pada 14 Juli – 02 Agustus 1969, namun tidak menjadi perhatian serius. Justru diabaikan oleh PBB. Perserikatan Bangsa Bangsa cenderung lebih mempercayai laporan pemerintah Indonesia yang memiliki kepentingan untuk memenangkan PEPERA 1969 melalui cara Indonesia yaitu “Musyawarah” bukan lagi “One man, One Vote” dibawa ketentuan Internasional.
Dengan melihat berbagai macam pelanggaran HAM, berbagai operasi militer, juga praktek diskriminatif dalam kesepakatan Internasional, disisi lain bentuk-bentuk penindasan ini terus memanifestasi semangat perlawanan rakyat Papua Barat. Belakangan muncul berbagai macam gerakan perlawanan oleh rakyat Papua Barat: pada tanggal 28 Juli 1965 muncul pemberontakan di Manokwari. Gerakan ini menamai Oganisasi Pembebasan Papua Merdeka (OPPM), dikenal dengan Pola gerilya. Gerakan tersebut segera meluas: ke Biak, RajaAmpat, Sorong, Jayapura, Marvik; dan perjuangan diplomasi pun dilancarkan di wilayah Pasifik, juga di Belanda oleh Rakyat Papua Barat yang mengunsi ke luar Papua Barat akibat tekanan militer.
Dengan meluasnya Gerakan Perjuangan Kemerdekaan di seluruh tanah Papua Barat, maka pada tanggal 01 Juli 1971, organisasi Papua Merdeka-Tentara Pembebasan Nasional memproklamasikan kemerdekaan Papua Barat di Desa Waris, Markas Victoria. Proklamasi tersebut dilakukan atas rentetan pendudukan Indonesia dengan semangat menjajah, mengeruk Sumber Daya Alam di Papua Barat. Juga menandakan bahwa perjuangan terus berlanjut dari dalam lautan penindasan, pengisapan, dan eksploitasi oleh Rezim pemodal nasional juga internasional.
Sehingga bertepatan dengan peringatan hari Proklamasi tersebut yang ke- 49 tahun, maka Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menuntut :
1. Negara Republik Indonesia harus mengakui bahwa TPNPB/ TPN-OPM dan Oraganisasi militer lainnya adalah Pejuang Kemerdekaan Papua Barat, bukan Kelompok atau Pelaku Kriminal Bersenjata seperti yang selalu diberitakan.
2. Segera Tarik Militer (TNI-POLRI) Organik dan non-Organik dari seluruh tanah Air Bangsa Papua Barat
3. Segera Hentikan dan Tutup seluruh aktivitas eksploitasi Sumber Daya Alam Rakyat di Papua Barat oleh perusahan-perusahan Multi Nasional Company (MNC) milik negara-negara Imperialis, seperti; PT.Freeport, BP-LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh tanah Papua Barat
4. Segera buka seluas-luasnya akses jurnalis lokal, nasional dan internasional ke tanah Papua Barat
5. Segera Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa Papua Barat.
Demikian pernyataan sikap ini. Atas perhatian dan dukungan seluruh Rakyat Papua Barat, kami ucapkan terimakasih.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!
Medan Juang, 01 Juli 2020