Halloween party ideas 2015

Photo Biak, 1998
PERNYATAAN SIKAP
ALIANSI MAHASISWA PAPUA [AMP] 

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Nimo, Koyao, Koha, Kosa, Dormum, Foi-Moi, Tabea mufa, Nayaklak, Nare, Yepmum, Walak,  Wainambe, Amakanie, Amolongo,  Kinaonak, Wiwao, Wa...wa...wa...wa…
,
22 Tahun Tragedi Biak Berdarah: Kekerasan Kolonial dan Militer Indonesia di Tanah Papua Barat
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Tragedi Biak Berdarah Merupakan akibat tindakan dari Aparatus militer Negara Kolonial Indonesia melakukan tindakan kekerasan terhadap rakyat Papua Barat di Biak yang mengibarkan Bendera Bintang Kejora secara damai serta demokratis  dan selama pengibaran Bendera Bintang Kejora dari tanggal 2-6 July 1998 telah mengorbankan 230 orang. 8 orang meninggal; 8 orang hilang; 4 orang luka berat dan dievakuasi ke Makassar; 33 orang ditahan sewenang-wenang; 150 orang mengalami penyiksaan; dan 32 mayat misterius ditemukan hingga terdampar di perairan Papua New Guinewa (PNG) dan sebagian korban belum terdata sejak 6 July 1998 Sampai 6 July 2020 yang telah 22 Tahun.

Kondisi ini, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] melihat bahwa Kekerasan oleh kolonial dan militer Indonesia di atas Tanah Rakyat Bangsa Papua Barat merupakan kekerasan yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis terhadap rakyat Papua Barat dari tahun ke tahun tanpa hentinya,  yang mengancam berbagai korban kemanusian,  Alam,  budaya, bahkan martabat kemanusiaan. Dan tidak terlepas dari praktek Kapitalis dan kedok Imperialis antara kolonial Indonesia di Tanah bangsa Papua Barat. Akibat awal dari  Aneksasi bangsa Papua Barat sejak 1 Mei 1963 setalah Rakyat Papua Barat merebut kemerdekaan pada 1 Desember 1961 secara konstitusional de jure dan de facto secara pengakuan kebangsaan di bawa Belanda dan penyiaran Radio Autralia serta Belanda bahkan secara sah atribut kebangsaan sudah ada sejak itu. Namun, kemerdekaan bangsa Papua Barat telah dimanipulasi oleh Indonesia dan orang maupun Negara-negara yang mempunyai berbagai kepentingan di atas Tanah Papua Barat. Selanjutnya, kekerasan tragedi kemanusian terus berlanjut dalam bingkai negara kolonial Indonesai melalui beragam operasi militer tanpa hentinya, termaksud tepat pada 06 July 1998 merupakan hari peringatkan tragedi Biak Berdarah yang ke-22 Tahun hingga 2020 tanpa penanggungjawab dan mengadili atas kekerasan Aparatus militer Indonesia oleh Negara.
Kini, telah 22 tahun berlalu tanpa proses penyelesaian kasus tragedi biak berdarah maupun seluruh tragedi kemanusiaan dan pembiaran terhadap aparat negara sebagai pelaku pembantaian tersebut. Tindakan pemeliharaan dan melindungi pelaku palanggar HAM, justru melanggengi kepentingan akses eksploitasi-an sumber daya alam dan menjaga eksistensi mengkoloni Papua Barat. dan disertakan juga, pemusnahan etnis Melanesia Papua Barat yang sangat spontanitas yang meningkat terus-menerus, terlihat jelas ketika bangsa Papua Barat di aneksasi dari 1 Mei 1963 hingga 2020 sangat cukup signifikan kekerasan oleh aparatus negara kolonial Indonesia di seluruh Tanah Papua Barat. Ketika Bangsa Papua Barat di aneksasi,  Masif-nya perampasan tanah-tanah adat, serta meningkat represifitas aparat negara disertai dengan kebrutalan penangkapan aktivis Papua Barat yang makin meningkat. Juga, militer  dan sistem di bawah kontrol negara kolonial Indonesia terus melakukan pelanggaran HAM, pembunuhan, pemerkosaan, pengejaran dan penangkapan aktivis Papua Barat, rasialisme, penganiyaiyaan, bahkan memenjarah hingga menghabisi nyawa rakyat Papua Barat tanpa henti.

Setelah Biak Berdarah, terjadi pula berbagai tragedi-teragedi mulai dari tragedi Wamena Berdarah (2000 dan 2003); Wasyor Berdarah (2001); Uncen Berdarah (2006), Nabire Berdarah (2012); Paniai Berdarah (2014),  Nduga berdarah (2017 dan 2018 sampai hari ini), Fak-Fak Berdarah [2019] dan peristiwa berdarah lainnya yang Negara kolonial Indonesia pun tak menyelesaikan kasus-kasus tersebut sampai hari ini. Bahkan Otsus [Otonomy Khusus] sejak 21 November 2001 disahkan melalui Mantan President RI [Replublik Indonesia] Soekarno Putri/Megawati Putri sampai kepemimpinan Jokowi-Maruf Amin; Tak ada satu kasus pun di selesaikan malah dalam tahapan Otsus Papua berlangsung hingga kini Tragedi berdarah terus meningkat bahkan Otsus Papua yang di berikan merupakan kebijakan yang merugikan, meresahkan Rakyat Papua Barat yang terus ditindas habis-habis sampai hari ini.

Maka, untuk menyikapi yang ke-22 tahun peringatan “Tragedi Biak Berdarah, dan Kekerasan Kolonial Indonesia di Tanah Papua Barat”, Sehingga Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua [FRI-WP] Menuntut Indonesia Rezim Jokowi-Maruf Amin dan PBB/United Nation Segera:
1. Negara bertanggung jawab atas tragedi Biak Berdarah 1998 yang telah menewaskan ratusan nyawa manusia dan rentetan pelanggaran HAM lainnya di Papua Barat.

2. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya dan Jamin Kebebasan Jurnalis dan Pers di Papua Barat

3. Tarik militer (TNI-Polri) organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua Barat.

4. Menuntup dan menghentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik negara-negara Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo, Kelapa Sawit, Perusahan Semen, dan lain-lain dari seluruh Tanah Papua Barat.

5. Tolak Otsus Papua Jilid II dan Menentukan Nasib Sendiri sebagai Jalan Demokratis Bagi Bangsa Papua Barat.

6. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Bangsa Papua Barat Sebagai Solusi Demokratis dan Sebagai Jalan Keluar dari Beragam Tragedi berdarah maupun Operasi militer Selama 58 Tahun.

Demikian pernyataan sikap ini. Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat Papua untuk bersatu dan berjuang merebut cita-cita Pembebasan Sejati Rakyat dan Bangsa Papua Barat. Atas perhatian dan dukungan seluruh Rakyat Papua Barat, kami ucap terima kasih.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Medan Juang, Senin 06 Juli 2020

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats