Front
Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Asosiasi
Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI)
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum,
Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wawawawawawa...wa...wa...wa...wa!
TRIKORA: Awal Penjajahan Indonesia terhadap Bangsa
West Papua
Pada tanggal 19
Desember 1961 Presiden Soekarno membakar massa lewat pidato, atau mungkin lebih
tepat jika disebut komando, terkait deklarasi kemerdekaan West Papua yang
terjadi di awal bulan yang sama. Komando itu dikenal sebagai Tri Komando Rakyat
(TRIKORA). Massa yang terbakar itu sedang berkumpul di Alun-alun Utara
Yogyakarta, yang pada tahun 1948 dipakai untuk memperingati Agresi Belanda II
dengan pengeboman di Maguwo, Yogyakarta. Kota itu juga pernah dipilih untuk
mengenang pengusiran Belanda dari Batavia oleh Sultan Agung. Tapi apalah arti
sejarah pembebasan bangsa. Tempat itu juga yang dipakai untuk menyerukan
penjajahan baru.
TRIKORA bertujuan
untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat menjadi bagian dari Negara
Indonesia. Itulah mula-mula malapetaka bagi rakyat dan bangsa West Papua.
Militer Indonesia hadir di tanah West Papua untuk merampas hak politik bangsa
West Papua.
Pasca Trikora,
Belanda yang semestinya bertanggung jawab untuk melakukan dekolonisasi
sebagaimana janji sebelumnya malah menandatangani Perjanjian New York (New York
Agreement) terkait sengketa wilayah West Nieuw Guinea pada tanggal 15 Agustus
1962. Perjanjian tersebut hanya melibatkan 3 pihak: Indonesia, Belanda dan
Amerika Serikat sebagai penengah. Tak melibatkan rakyat West Papua, meski
terang bahwa perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat West
Papua.
59 tahun sudah
berlalu sejak aneksasi yang dilakukan Indonesia pada West Papua. Setengah abad
bukan waktu yang sebentar, tapi yang terjadi tetap tak berubah: kecurangan dan
manipulasi sejarah, diskriminasi rasialis, genosida perlahan, penjarahan
kekayaan alam, distorsi informasi, penangkapan, penculikan, penyiksaan,
pemenjaraan.
Setengah abad
barangkali bukanlah rentang waktu yang sebentar untuk bisa menaruh hormat
terhadap kemanusiaan, tapi setengah abad adalah rentang waktu yang cukup bagi
penindasan dan penjajahan yang melahirkan perlawanan bagi bangsa terjajah dan
bangsa penjajah. Solidaritas dan perjuangan melawan penjajahan bersama bangsa
West Papua merupakan bagian integral dari perjuangan demokratisasi di Indonesia
dan perjuangan melawan Imperialisme di dunia.
Kami menyerukan
kepada dunia internasional untuk membangun konsolidasi solidaritas perjuangan
hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua, mengajak rakyat Indonesia
untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri, dan
menyatakan sikap politik kami kepada pemerintah Republik Indonesia, Belanda dan
PBB untuk segera:
- Berikan hak
penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua
- Tolak Otonomi
Khusus jilid II
- Buka akses
jurnalis seluas-luasnya di West Papua
- Tarik militer
organik dan non-organik dari West Papua
- Hentikan segala
bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di
Indonesia
- Bebaskan tapol
West Papua tanpa syarat
- Tolak Daerah
Otonomi Baru di West Papua
- Tutup PT
Freeport, BP, LNG Tangguh dan tolak pengembangan Blok Wabu
- Usut tuntas
pelaku penembakan pendeta Jeremiah Zanambani
- Tangkap, adili,
dan penjarakan jenderal pelanggar HAM
- Hentikan
rasialisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia
dan TNI-Polri
- Hentikan
Operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan seluruh wilayah
West Papua lainnya
- Cabut Omnibus
Law (UU No. 11 Tahun 2020)
- Hentikan
penangkapan sepihak terhadap aktivis West Papua
- Hentikan
politik adu domba terhadap rakyat West Papua
Demikian pernyataan
sikap ini dibuat, terima kasih atas dukungan, partisipasi dan kerja sama dari
semua pihak.
Salam Pembebasan
Nasional!
Medan Juang, 19
Desember 2020