Edit, Doc. Koran Kejora |
Titik Tolak Otsus Pluss dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi demokratis Bagi Bangsa West Papua
Materi di buat Oleh Aliansi Mahasiswa Papua Biro Agitasi dan Propaganda Pusat.
Pendahuluan
Sejarah gerakan rakyat Papua Barat tidak terlepas dengan Hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua yang telah deklarasikan sebagai suatu bangsa sejak 1 Dsember 1961 dan dalam sejarah itu secara sah bahwa kebangsaan West Papua telah menjadi bagian dari proses pengesahan internasional secara de facto dan de jure. Proses kemerdekaan itu, di rebut paksa oleh Indonesia dan negara-negara Imperialisme menjadi bagian dari terlibat proses aneksasi paksaan West Papua dan proses aneksasi itu tanpa mempertanyakan bangsa West Papua secara demokratis melalui kontekstual gerakan rakya West Papua.
Kebijakan-kebijakan diambil kendali oleh Indonesia, Belanda dan Amerika serikat sebagai penenggah mengamankan terkait proses aneksasi tersebut dan tanpa mempertimbangkan apa yang harus diperjuangkan bagi rakyat West Papua terkait mengambil jalan revolusi demokratis sejak 1 Desember 1961 sebagai titik puncak rakyat West Papua Namun di kecualikan oleh pihak-pihak yang mempermainkan proses perjuangan bangsa West Papua. Proses mengagalkan Negara West Papua oleh kolonialisme Indonesia dan Amerika Serikat serta Belanda tak libatkan rakyat West Papua yang mempunyai hak daulat dan moral kebangsaan menjadi ambiguitas oleh para kepentingan dan proses aneksasi bangsa West Papua yang merujuk pada ekploitasi dan ekploitasi alam di West Papua
Perjanjian-perjanjian yang dibuat atas dasar gari merah oleh para kepentingan merupakan "Ilegalitas " bagi rakyat West Papua terutama kebijakan-kebihajakan yang dilakukan oleh kolonialisme Indonesia dan peran penting negara-negara Imperialisme diatas tanah West Papua. Dan "Illegalitas" tersebut termaksud dengan "Otonomisasi kolonial NKRI di West Papua" yang berlaku dengan tegang waktu yang diterapkan oleh Negara Indonesia yang menjadi penjajah bagi bangsa West Papua. Apa yang menjadi dasar dari gerakan bangsa West Papua sampai hari ini merupakan gerakan menuntut kemerdekaan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri di kembalikan di tangan gerakan rakyat West Papua dan sadar dari perjuangan eksistensi yang revolusioner bahwa bangsa West Papua harus dipisahkan dari kepentingan kolonialisme Indonesia di tanah West Papua.
Berikut ini, merupakan dasar dari proses Illegalisasi Otonomi khusus di tanah West Papua dan kondisi yang di manipulasi oleh negara kolonialisme Indonesia dan dasar dari itu adalah mengggugat segala bentuk dan aspek yang diterapkan oleh Negara kolonial Indonesia. Secara terpisah dari itu, Genarasi ini tak perlu melupakan sejarah dari perjuangan kebangsaan yang telah lama ada sejak dari generasi ke generasi yang ada pada abad ke-21.
MEMBENTANGKAN POKOK-POKOK SENGKETA
West Papua Menantang Kebijakan Otsus bagi Papua Barat dengan menyodorkan masalah yang sebenarnya pokok-pokok sengketa yang menjadi akar persoalan dalam bidang politik West Papua juga Menantang Kebijakan Otsus bagi West Papua dengan menyodorkan masalah HAM, Demokrasi dan Hukum yang justru dilanggar habis-habisan dalam retorika dan praktek Otsus bagi Papua Barat. Sebelum menantang dan membantah Politik Otonomisasi NKRI di Papua Barat, perlu mengulas kembali pokok-pokok pikiran ini sebagai rangkuman untuk mendasari penulis menantang, membantah dan menggugat. Bagi rakyat Papua sudah jelas bahwa rakyaWest Papua minta merdeka BUKAN karena ketidakadilan, keterbelakangan dan kekerasan militer, perbedaan ras, dan sebagainya, TETAPI karena itu memang hak asasi untuk kedaulatan bangsa West Papua merdeka dan berdaulat seperti bangsa lain yang ada di muka bumi ini.
Raktat Papua tidak melihat sebuah masalah dalam hal mau menerima Otsus atau menolak. Pokok sengketa ada pada sejarah Papua Barat, ada pada hal-hal yang jauh sebelum itu, jauh sebelum Orde Baru, jauh sebelum G-30/S-PKI, yaitu jauh sebelum semua yang mendasari kebijakan Jakarta, dan retorika politik oleh elit politik Papua, pemimpin dunia, dan penguasa di Jakarta serta Imperialisme di dunia.
1.1. POKOK--POKOK SENGKETA POLIITIIK
Pokok-Pokok sengketa politik adalah akar atau cikal-bakalnya hubungan tidak harmonis hubungan kolonial NKRI-Papua Barat. Alasan pertama karena tidak pernah dikonsultasikan kepada Papua Barat, tetapi hanyalah sebuah pindah-tangan dari penjajahan (Belanda) kepada Neo-kolonialisme (NKRI). Proses itu terjadi atas kepentingan kedua belah pihak, tanpa pemberitahuan, apalagi konsultasi dengan pihak yang hendak dipindahtangankan.
Dalam hal ini Papua Barat merasa diperlakukan seolah-olah sebuah wilayah saja, tanpa memperhitungkan manusia yang mendiami wilayah itu. Ucapan Ali Moertopo “kami tidak butuh manusia Papua, tetapi wilayah Papua yang sedang diperbutkan”tahun 1962 rupaya BENAR dan inilah yang terus mengusik hati nurani dan pikiran manusia yang mendiami bagian barat dari Pulau Terbesar kedua di dunia ini.
1.1.1. KESATU: Fakta Kongres Papua I 1961 (1 Desember 1961)
Persoalannya mulai nampak sejak 1 Desember 1961, dalam Kongres Nasional Papua Barat I, Desember 1961, peristiwa bersejarah dalam sejarah Papua sebagai sebuah bangsa, dan sebagai sebuah entitas negara yang terlepas dan berbeda dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dimana telah terjadi peristiwa penting yang memperkenalkan, mengumumkan dan mensahkan pada 19 Oktober 1961:
Pertama, Papua Barat sebagai nama negara,
Kedua, Papua sebagai nama bangsa
Ketiga, Bintang Kejora sebagai nama Bendera negara (bukan bendera kebudayaan)
Keempat, Burung Mambruk sebgai lambang negara (bukan lambang kebudayaan)
Dengan batas negara wilayah laut, darat dan udara, (bukan sebagai sebuah provinsi NKRI)
Kelima, lagu Hai Tanahku Papua, sebagai Lagu Kebangsaan (bukan lagu kebudayaan)
sah sebagai sebuah negara, (atas nama demokrasi, HAM, dan hukum universal)
dan diakui oleh Belanda (yaitu pemerintah yang sudah merdeka dan yang
ada di Papua Barat waktu itu)
Pemerintah Belanda pada 1957 mulai bekerjasama dengan Australia untuk men-dekolonisasi wilayah koloni mereka masing-masing, namanya Wilayah Papua dan New Guinea (Australia) dan Nederland Nieu Guinea (Belanda). Oleh karena itu, Kongres Nasional Papua (KNP) tahun 2000 dengan nama KNP II 2000. Namanya sendiri sudah membuktikan dengan jelas, bahwa bangsa Papua tidak berfikir sebatas kekerasan militer NKRI regime Orde Baru, dan karena dalam era reformasi sehingga bikin kongres.
Fakta sejarah ini tidak dapat dihapus dengan apapun juga. Dengan darah Theys, dengan darah Thom, dengan darah Arnold Ap, dengan darah Yusup Tanawani, dengan darah William Onde, dengan darah Obeth Tabuni, dengan darah Hans Bomay, dengan darah Laurenz Dloga. Semuanya bukan menghapus ingatan sejarah ini, tetapi justru mengecat kembali, menambah terang tinta itu dan mendorong bangsa West Papua untuk terus maju dengan tuntutan kebenaran.
1.1.2. KEDUA, Pengakuan Sukarno dalam Butir Trikora (19 Desember 1961)
Secara terbuka di Alun-Alun Utara kota Yogyakarta, tanggal 19 Desember 1961, setelah Indonesia mendengar bahwa Papua Barat sudah mengumumkan kemerdekaannya, Soekarno yang ekspansionis-kolonialis itu mengumumkan apa yang disebutnya Trikora (yaitu Tiga Komando Rakyat). Tiga buah komando itu berbunyi:
o Bubarkan Negara Boneka Papua buatan Belanda
o Kibarkan Bendera Merah Putih di seluruh Irian Barat, dan
o Bersiaplah untuk mobilisasi umum
Jadi, Soekarno dengan jelas mengakui sudah ada negara saat maklumat Trikora tanggal 19 Desember 1961 itu. Ia dengan jelas mengatakan bahwa ada negara yang hendak diinvasi NKRI secara militer, dengan perintah pengibaran bendera NKRI dan persiapan perang semesta dan negara itu bernama Papua.
1.1.3. KETIGA: The New York Agreement (15 Augustus 1962)
Setelah perdebatan yang alot antara elit politik NKRI [kolonial], terutama antara pihak nasionalis-ekspansionis pimpinan Soekarno dengan pihak di bawah pimpinan Moh. Hatta, akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri karena politik Soekarno berbau kolonialis, tidak sama dengan cita-cita kemerdekaan NKRI. Walaupun Moh. Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam perundingan awal menyangkut Papua Barat, Moh. Hatta mengundurkan diri karena politik. Sukarno tidak sehat. Setelah itu, Soekarno melanjutkan perundingan- perundingan dengan Belanda menyangkut status Papua Barat karena Indonesia mengkleim bahwa Papua Barat adalah bagian integral Indonesia. Begitulah sekilas riwayat perundingan menyangkut Papua Barat, tetapi akhirnya, atas bantuan dalang AS melalui Elsworth Bunker, AS berhasil melakukan pertemuan tersebut. membawa Belanda dan NKRI ke meja perundingan. Dan perundingan- perundingan yang TIDAK melibatkan satupun orang Papua atau wakil resmi bangsa Papua, yaitu Nieuw Guinea Raad itu menghasilkan Perjanjian New York, 15 Agustus 1962.
Alasan yang jelas, waktu itu Sukarno pandai memanfaatkan konflik perang dingin melawan komunisme. Sukarno mendrop pasukan Trikora, yaitu masyarakat sipil dan anggota tentara Indonesia, termasuk kapal-kapal perang buatan Uni Sovyet. Seperti Sukarno tidak enak tidur gara-gara pengakuan negara Papua Barat 1 Desember 1961 dan mengeluarkan dektrit Trikora, sekarang J. F. Keneddy mendapat giliran mimpi buruk. Poros Jakarta membuat J.F. Keneddy mengambil langkah hidup-mati.
Sukarno telah melanggar prinsip politik luar negeri Indonesia, yaitu politik yang bebas dan aktif dengan poros ini, karena ia jelas-jelas berpihak pada Blok Timur. Tetapi hasilnya jelas, yaitu membuat Kennedy (pemimpin Blok Barat) turun tangan. Dan ia berhasil, yaitu Elsworth Bunker diutus secara khusus menjadi sutradara penyelesaian sengketa dan berhasil membawa NKRI dan Belanda ke New York dan akhirnya jadilah "The New York Agreement" tanggal 15 August 1962.
Persekongkolan ini telah melahirkan malapetaka bagi bangsa Papua dan Negara Papua Barat.Ditambah lagi, rupanya AS [Amerika Serikat] tidak hanya mau meraih untung secara politis, yaitu menang dalam perang dingin. Ia punya ambisi mengeruk kekayaan Bumi Cenderawasih dengan menendang Belanda keluar. Surat Rahasia J.F. Keneddy yang memaksa Belanda menyelesaikan konflik dengan Indonesia secara damai adalah bukti ada niat lain juga di balik campur tangan AS dalam masalah Papua Barat. Tandatangan Kontrak Karya penambangan Freeport – NKRI 7 April 1967 adalah buktinya.
AS menjamin dukungan dana melalui Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia/UNDP untuk membangun Papua Barat, yaitu untuk menggenapi rencana Papua-nisasi Belanda dalam kaitan rencana Belanda mempersiapkan kemerdekaan Papua Barat. Dengan demikian Belanda percaya bahwa sekutunya dalam perang melawan komunisme itu akan melaksanakan janjinya. Dalam hal ini Sukarno-Keneddy berhasil.
Isi dari The New York Agreement 15 Agustus 1962
Pertama,Apabila badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nation (UN) telah membenarkan persetujuan atau perjanjian itu melalui Rapat Umum, maka Belanda segera menyerahkan kekuasaan atas Irian Jaya (Papua) kepada UNTEA,
Kedua, Terhitung sejak tanggal 1 Mei 1963 UNTEA yang memikul tanggung jawab Administrasi Pemerintah di Irian Jaya (West Papua) selama 6-8 bulan dan menyerahkannya kepada Indonesia,
Ketiga, Pada akhir tahun 1969, dibawah pengawasan Sekretaris Jenderal PBB dilakukan Act of Free Choice, Rakyat West Papua dapat menentukan bergabung dalam Indonesia atau menentukan status kedudukan yang lain (Merdeka Sendiri), Penentuan nasib sendiri.
Ke empat Indonesia dalam tenggang waktu tersebut diharuskan mengembangkan dan membangun kebersamaan Rakyat Papua Barat untuk hingga akhir 1969, Papua dapat menentukan pilihannya sendiri.
Rancangan ini kemudian menjadi sebuah Pernyataan Bersama, dengan nama The Rome Joint Statement. Menarik untuk dilihat bahwa apa yang dirancang itu akhirnya dimaklumkan kepada dunia dan dengan demikian secara hakiki merobah prinsip-prinsip fundamental dari The New York Agreement.
1.1.4 The Rome Joint Statement
Pelanggaran hak sebuah bangsa dan negara tidak hanya sampai di New York, tetapi berlanjut ke Eropa dengan nama The "Secret" Memmorandum of Rome (atau NKRI dokumen itu berjudul The Rome Joint Statement), yang kembali dirancang oleh AS lewat E. Bunker, dibicarakan antara NKRI, Belanda dan AS. Sekali lagi, dari permulaan sampai akhir (penandatanganan) memorandum rahasia ini TIDAK MELIBATKAN, tidak dikonsultasikan dan tidak dilakukan bersama, di hadapan Rakyat asli bangsa Papua atau wakil rakyat Papua- pun.Yang mengherankan, isi The Rome Joint Statement (Pernyataan Bersama) ini secara mendasar dan secara sepihak merubah hal yang sangat prinsipil dalam New York Agreement, yaitu tata cara pelaksanaan Pepera.
Isi The Roma Agreement:
Pertama menunda atau membatalkan Pepera 1969 sesuai Perjanjian New York,
Kedua Indonesia akan menduduki West Papua selama 25 tahun mulai dari 1 Mei 1963.
Ketiga pelaksana Pepera 1969 akan di jalankan berdasarkan cara indonesia musyawarah,
Keempat laporan akhir PBB atas Impementasi Pepera ke SU PBB harus di terima tanpa perdebatan terbuka,
Kelima Amerika Serikat Membuat Investasi melalui BUMN Indonesia untuk eksplotasi sumber daya alam di West Papua,
Keenam Amerika Serikat menjamin lewat Bank Pembangunan Asia dana sebesar US$20 Juta kepada UNDP untuk pembangunan di West Papua selama 25 Tahun mulai dari 1 Mei 1963,
Ketuju Amerika Serikat menjamain rencana Bank Dunia dan menerapkan Transmigrasi orang Indonesia ke West Papua.
Pernyataan ini terjadi tanpa PBB, secara rahasia antara Belanda dan Indonesia. Walaupun dalam teks terdahulunya New York Agreement menyatakan cara Pepera dengan pola one-man, one-vote atau satu orang satu suara, versi Agreement dimaksud yang sedang beredar di seluruh dunia berbunyi musyawarah sebagai cara menjalankannya. Perubahan mendasar redaksional ini terjadi di The Rome Joint Statement.
1.1.5 KELIMA, Penyerahan Papua Barat dari UNTEA kepada NKRI (1 Mei 1963)
Salah satu hasil The Joint Rome Agreement itu adalah penyerahan wilayah Papua Barat dari Belanda kepada NKRI lewat UNTEA, dan dilaksanakan secepat-cepatnya. Peristiwa itu terjadi 1 Mei 1963. Peristiwa ini terjadi lima tahun lebih dulu dari pada PEPERA 1969 yang akan menentukan keputusan rakyat West Papua apakah mau bergabung dengan NKRI atau mau berdiri sendiri sesuai dengan deklarasi 1 Desember 1961. Dalam Perjanjian New York dijelaskan dua tahapan pengalihan kekuasaan, seperti dilihat dalam Terjemahan Paper Indonesia di Pasal sebelumnya, yaitu bahwa tahapan pertama dimulai "dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963. Dalam tahap ini,
pegawai Belanda digantikan oleh non-Belanda dan non-Indonesia. Pada tahap kedua, Administrasi UNTEA diimplementasikan dengan mempertimbangkan perkembangan lokal dan waktu pemberlakuan tahap kedua ini tidak dibatasi. PBB menemukan waktu yang tepat, UNTEA akan menjalankan transfer tanggungjawab administrasi kepada Indonesia.
1.1.6 KEENAM: Pepera (14 Juli – 2 August 1969)
Inilah jangka waktu pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua Barat. Sengketa pertama di sini adalah bahwa Pepera 1969 itu dilaksanakan atas dasar The New York Agreement yang di dalamnya tidak ada konsultasi dalam bentuk apapun dengan orang Papua atau wakil bangsa Papua. Ditambah lagi, pelaksanaan Pepera itu sendiri tidak sesuai dengan seluruh bunyi dan pasal dalam perjanjian yang mereka sendiri tandatangani itu. Contoh yang paling menonjol adalah prinsip satu orang satu suara (one-man one-vote) seperti tertera dalam The New York Agreement (15 Agustus1962), kemudian dirubah menjadi musyawarah (dalam diskusi awal 1962) dan dalam penandatanganan The Rome Joint Statement (20-21 Mei 1969)
Kemudian orang yang dilibatkan dalam Pepera (termasuk Alm. Dortheys H. Eluay sebagai orang kunci Dewan Musyawarah Pepera - DMP) bukanlah Wakil Rakyat Papua yang sudah dipilih secara demokratis, yaitu anggota Nieuw Guinea Raad. NKRI membentuk Dewan sendiri yang bernama DMP (Dewan Musyawarah Pepera) dan menunjuk hanya 1,025 orang untuk secara paksa setuju untuk bergabung dengan NKRI.
1.1.7. KETUJUH: Resolusi SU PBB No. 2504 (XXIV) (19 November 1969)
Pepera 1969 menjadi dasar bagi NKRI untuk mengkleim keputusanbangsa Papua dan negara Papua Barat ke dalam NKRI, dan Resolusi SU No.2504 (XXIV) tanggal 19 November 1969 sebagai alasan hukum untuk menduduki, mengeksploitasi, membunuh, memperkosa, menyiksa, menangkap, menghukum dan apa saja atas bangsa dan Tanah Papua. Maka, Tuntutan rakyat West Papua Barat adalah mencabut hukum PEPERA yang manipulatif tersebut.
Proses yang penuh dengan rekayasa dan sarat dengan skandal itu membuahkan skandal selanjutnya, yaitu secara sepihak SU PBB tidak membahas, tidak menanyakan kepada wakil bangsa Papua ataupun kepada bangsa lain dan menerima hasil Pepera 1969 di Papua Barat. Malahan amandemen 15 negara Afrika yang dipimpin Ghana atas resolusi ini ditolak mentah-mentah.
Operasi-Operasi MIliter Kolonial Indonesia Setelah kemerdekaan Bangsa West Papua
1. Operasi Jayawijaya (1961-1962)
2. Operasi Wisnumurti(1963-1965)
3. Operasi Sadar(1965)
4. Operasi Brathayudha(1966-1967)
5. Operasi Wibawa(1967)
6. Operasi Khusus Penenganan Pepera(1961-1969)
7. Operasi Tumpas (1967-1970)
8. OPERASI KOTEKA (1977-1978)
9. OPERASI SENYUM (1979-1980)
10. OPERASI GAGAK I (1985-1986)
11. OPERASI GAGAK II (1986)
12. OPERASI KASUARI I (1987-1989)
13. OPERASI KASUARI II (1988-1989)
14. OPERASI RAJAWALI I (1989-1990)
15. OPERASI RAJAWALI II (1990-1995)
MEMBENTANGKAN POKOK-POKOK SENGKETA Presidium Dewan Papua [PDP]
Sejak era-reformasi Indonesia, rakyat West Papua mulai bersatu dalam gerakan perjuangan Papua merdeka untuk mengembalikan kedaulatan bangsa Papua Barat dan rakyat mulai menyatukan pikiran dengan melakukan protes demonstrasi demo damai dan memulai menyatukan prekpektif bahwa West Papua harus keluar dari biang kolonialisme Indonesia dengan secara seutuhnya kedaulatan harus kembali ke tangan rakyat dan Indonesia merupakan pemusnahan bagi rakyat Papua Barat yang sedang beralangsung secara Ekonomi, Politik dan Budaya yang terus-menerus menindas rakyat West Papua karaena pada saat itu, kekuasaaan Indonesia di atas tanah Papua Barat 40-an Tahun berlanjut terus menerus hingga saat ini yang sedang mendekat 60-Tahun kolonialisme Indonesia di atas tanah air West Papua. Perjuangan Presidium Dewan Papua dengan latarbelakang bahwa seluruh elemen-menyatuhkan pikiran dan pandangan untuk mendesak kolonialiame Indonesia untuk menanggapi isu kemerdekaan bangsa West Papua dan kembalikan tuntutan rakyat Papua Barat untuk merdeka secara sah dan dibawa hukum Internasional yang berlaku. dibawa ini merupakan catatan-catatan penting dalam poin yang telah tercantum terbentuknya PDP secara demokratis bagi rakyat bangsa West Papua:
1. Demontrasi Pelanggaran HAM di Papua Barat selama tahun 1998 yaitu, 25 Mei 1998, 5 Juni 1998, dan 11 Juni 1998, menuntut mempertanggungjawab oeh TNI/PORLI dan Pemrintah Indonesia atas segala pelanggaran HAM di Papua Barat.
2. Surat Kongres Amerika Serikat dan RFK Memorian, menyangkuat surat dialog terkait Timor Leste dan Papua Barat dengan dialog sesuai kemauan rakyat, ini saat jabatan B.J. Habbie.
3. Aksi Pengibaran Bendera Papua Barat selama tahun 1998 beberap temapat di Papua Barat dan luar Negri untuk tuntut kemerdekaan.
4. Mendirikan FORERI [Forum Rekonsiliasi Masyarakat irian Jaya/Papua Barat] di dirikan pada 24 July 1998 di Kantor ELSHAM Kotaraja Jayapura.
5. Tim Pencari Fakta DPR RI, tanggal 27 July 1998 tiba di Papua Barat dan bertemu dengan para FORERI untuk menyelidiki fakta-fakta kekerasan HAM.
6. Deklarasi 1 Agustus 1999, menyatakan sikap untuk mengorganisir semua wadah yang ada di Papua Barat.
7. Tim Seratus [T-100] pertemuan dengan presiden B. J. Habbie pada 26 Feb 1999. menyampaikan untuk keluar dari NKRI.
8. Musyawarah Besar Papua 2000, musayawarah di lakukan mulai dari 23-26 February 2000 di Sentani, Jayapura; tujuannya untuk kematangan demokrasi rakyat Papua Barat.
Konggres Rakyat Papua II [2000], konggers dilaksanakan pada tanggal 29 Mei-04 Jun 2000 di Gedung Olahraga Cendrawasih [GOR] Jayapura, di hadiri oleh 3000 peserta. Tutuntan untuk meluruskan sejarah bangsa Papua Barat.
Presium Dewan Papua (PDP) dipimpin oleh dua orang ketua, 22 Aggota penuh dan 240 wakil masyarakat kesukuan di West Papua.
• Ketua : Thom Beanal dan Theys H. Eluway
• Moderator: Pdt.Herman Awom, Pdt. Beny Giyai, Franz Alebrt Yoku
• Aggota: Isac Ayomi, Don Flassy, Yorris Raweyai, Muhammad S Sabuku, Beatriks Koibor, Ketty Yabansabra, Wilhem Zonggonau, Eliaser Awom, Jhon S Mambor, Fred Suebu, Marthinus A, Werimon, Leonard Imbri, Andy D Manaby, Yakob Kasimat, Melkianus Mandosir, Jhon O. Ondowame dan di tambah dua oarng dari Swedia dan Belanda.
Proses terbentuknya PDP yang berakhirnya merunjuk pada pemimpin presidium Dewan Papua di bunuh secara brutal sehingga terjadi pembubaran badan PDP sehingga secara sah kolonialisme Indonesia mengesahkan UU Otonomi Khsusu bagi Papua melalui para borjuasi Indonesia.
MEMBENTANGKAN POKOK-POKOK SENGKETA Era-Reformasi,dan 20 Tahun Otonomi khusus (Illegalitas)
Otonomi khusus bukan permintaan atau desakan rakyat West Papua tetapi diberikan langsung oleh kolonilaisme Indonesia untuk membungkam seluruh ruang lingkup kehidupan rakyat asli West Papua dari manipulasi yang di lakukan oleh kolonialialisme itu sendiri. Otsus yang di sahkan adalah diberikan langsung oleh Jakarta mendesak rakyat West Papua untuk tidak membicarakan realitas perjuangan kemerdekaan bangsa West Papua. Secara simulasi dan sebenarnya tidak dipersoalkan mengenai otonomi khsusus yang berlaku di atas tanah Papua Barat karena mengenai otonomi khusus adalah manipulasi dari sejarah yang panjang di atas; tetapi akan menjadi pembahasan kegagalan-kegagalan kolonialisme Indonesia di atas tanah Papua Barat bahkan secara hukum kolonialisme Indonesia UU Otsus berlaku namun bagi rakyat West Papua itu adalah ilelagaliats yang di buat oleh negara penajajah dan penajajahan oleh Kapitalisme sampai Imperialisme di Papua Barat itu sendiri.
PRO & KONTRA OTONOMI KHUSUS
Menganai UU No 21 Tahun 2001 bahwa pengkajian otonomi khsusu tersebut gagal di pandang secara kaca mata rakyat West Papua dan sedangkan bagi pemerinatah kolonial sudah suskes. inilah menjadi dasar dari manipulasi sejarah bangsa Papua barat dan mengkalim atas dasar cara Indonesia di tanah air West Papua.
Jadi apa yang mendasari atau menjadi patokan paksaan Otsus di Papua Barat adalah limbah politik kotor tahun 1960-an dan politik kotor 2000-2001 sebagai hasil konspirasi internasional yang sarat dengan skandal moral kemanusiaan, demokrasi dan hukum. Proses otonomi khusus yang dibahas oleh kolonail Indonesia dengan para borjuasi nasional orang Papua Barat mengabil langkah inisiatif tersendiri. Perlu di ketahui bahwa para nasionalis Indonesia melakukan berabagai kontruksi perpanjangkan Otonomi Khusus dengan pendekatan yang sangat tidak demokratsi di depan mata rakyat Papua Barat. Terbukti bahwa hari ini berbagai kasus yang terjadi terutama, Genosida, Pembungkan sejarah Papua Merdeka, Eksplotasi alam, dan pendoropan militer Indonesia, sampai transmigrasi melebihi populasi manusia Papua Barat, serta pembunuhan liar di tanah Papua Barat. Maka, jalan utama adalah Papua Barat "Merdeka"
Sumber:
1 Semua hal ini sudah dibahas mendalam dan tuntas dalam tiga seri buku WestPaC-AMP berjudul: (1) West Papua: Dari Kolonisasi ke Rekolonisasi, (1999), (2) West Papua: Yang Kami Tahu – Skandal dalam Sejarah Dekolonisasi PBB (2000), dan (3) West Papua: Kilas Balik Sejarah Politik Papua Barat (1999) serta buku Dr. John Saltford: UN Role in Indonesia’s West Irian’s Act of Free Choice. Semua buku ini dalam versi bahasa Inggris ada di: [http://www.westapua.net/docs/books/book0/un_wp.doc]
2 Baca sejarah singkat di: http://www.westpapua.net/about/wp/history.htm
3 West Papua: from COLONISATION to RECOLONISATION, WESTPAC - The West Papuan
Community, X 1414 - GF990/402, Jakarta, 1999. [http://www.westpapua.net/docs/books/book1/part03.htm]
4 Ibid.
5 Dinas Sejarah Militer TNI-AD: 'Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI-AD, 1972:462.
6 Agreement Between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands Concerning West
New Guinea (West Irian) (Signed at the Headquarters of the United Nations, New York, on 15 August
1962)Isi New York Agreement ada di [ Versi revisi setelah Rome Joint Statement: http://www.westpapua.net/docs/nya.htm dan Versi aslinya sebelum revisi di Roma: [http://www.westpapua.net/docs\books/book1/part09.htm]
7 West Papua: from Colonisation to Decolonisation, op.cit.
8 Ibid.
9 http://www.westpapua.net/docs/books/book2/part04a.htm
10 http://www.westpapua.net/docs/books/book2/part06a.htm
11 The Rome Agreement between the Republic of Indonesia and the Kingdom of the Netherlands on West Irian, 30 September 1962, [http://www.westpapua.net/docs/books/book1/part03.htm]
12 West Papua: from Colonisation to Decolonisation, AMP-WestPaC, Jakarta, 1999 [http://www.westpapua.net/docs/books/book1/parto03.htm]
13 The Rome Joint Statement, Text of the Joint Statement Following the Discussions Held
Between the Netherlands Minister of Foreign Affairs Mr. Luns and the Netherlands Minister for Development Cooperation Mr. Udink with the Indonesian Minister for Foreign Affairs Mr. Malik in Rome on 20th and 21st May, 1969. [http://www.westpapua.net/docs/rome-agreement.htm]
14 Ibid.
15 UNITED NATIONS INVOLVEMENT WITH THE ACT OF SELF- DETERMINATION IN WEST IRIAN (INDONESIAN WEST NEW GUINEA) 1968 TO 1969, By John SaItford: 19. [http://www.westpapua.net/docs/books/book0/un_wp.doc]
16 The Rome Joint Statement, op.cit.: ponts 3 and 5.
17 Ini patokan tanggal Megawati untuk mengumumkan pembunuh Theys H. Eluay, tetapi beliau ingkar janji. Janji Mega 1 Mei 2002 itu mengingatkan kita pada 39 tahun silam, yaitu tanpa sebuah proses demokratis, tanpa masa persiapan yang memadai, tanpa konsultasi dengan orang Papua ataupun perwakilannya, dengan resmi PBB menyerahkan Papua Barat ke tangan NKRI.
18 Walaupun Pepera sarat dengan pelanggaran HAM, yang kami maksud adalah peristiwa seperti itu belum terjadi, tetapi Papua Barat sudah jatuh ke tangan NKRI karena hasil memorandum rahasia Roma itu.
19 Sejarah Kembalinya Irian Jaya (West Papua) kepada Indonesia, terjemahan dari The History of the
Return of Irian Jaya (West Papua) to Indonesia [http://www.westpapua.net/docs/history-indo.htm].
20 Ibid.