Akibat dari operasi-operasi militer tersebut terjadi berbagai pelanggaran HAM, yakni berunjuk pada penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak kemerdekaan rakyat dan Bangsa Papua Barat, pelecehan seksual, pelecehan kebudayaan, rasialis dan diskriminasi serta sebagainya, sejak dari antara Tahun 1961-1969 dalam kurun waktu 8 Tahun dan kejahatan kemanusian terus terjadi hingga dekade saat ini. Lebih ironis lagi, tanggal 7 April 1967 Kontrak Karya Pertama PT. Freeport McMoran, perusahaan tambang milik Negara Imperialis Amerika dan sekutu-nya, ditanda-tangani oleh pemerintahan rejim Soeharto. Yang mana klaim atas wilayah Papua Barat sudah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Indonesia 2 Tahun sebelum PEPERA dilakukan tanpa keterlibatan rakyat Asli Papua Barat. Sehingga sudah dapat dipastikan dari penjajahan itu, bagaimana pun cara-nya dan apa pun alasan-nya Papua Barat harus masuk dalam kekuasaan Pemerintah Kolonialisme Indonesia. Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan secara "Musyawarah" dengan cara Indonesia sendiri. Dari 809.337 orang Papua Barat yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi secara sistematis. Sehingga itulah, Praktek kolonialisme, imperialisme dan militerisme kemudian diterapkan oleh Pemerintah Indonesia hingga saat ini untuk meredam aspirasi perjuangan kemerdekaan Rakyat Papua Barat. Dimana Militer menjadi antek-antek yang paling reaksioner selama proses awal penjajahan hingga saat ini.
Berdasarkan kenyataan sejarah akan hak perjuangan kemerdekan rakyat Papua Barat yang dibungkam secara brutal dan keinginan abadi rakyat Papua Barat untuk bebas merdeka di atas Tanah Air dan bebas dari penjajahan yang ada.Sehingga, dalam Memperingatkan 52 Tahun Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang tidak demokratis dan melanggar hukum Internasional, Maka Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Bali, menuntut kepada Pemerintah Indonesia dan PBB untuk segera:
1. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa Rakyat Papua.
2. Berikan ruang demokrasi dan akses bagi Jurnalis dan media Internasional dan Nasional di Papua Barat.
3. PBB Harus Bertanggungjawab Untuk Meluruskan Sejarah Pepera dan Proses Aneksasi West Papua Ke Indonesia.
4. PBB Harus Membuat Resolusi Untuk Mengembalikan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat Yang Telah Merdeka, ! Desember 1961 Sesuai Dengan Hukum Internasional.
5. Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari Seluruh Tanah Papua untuk Menghentikan Segala Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Oleh Negara Indonesia Terhadap Rakyat Papua Barat.
6. Menutup dan Menghentikan Aktifitas Eksploitasi Semua Perusahaan Multi National Coorporation (MNC) milik Negara-Negara Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari Seluruh Tanah Papua.
7. Negara Indonesia dan PBB Bertanggung Jawab atas Kejahatan Kemanusian Di Papua Barat dan Segara Menangkap dan Mengadili Aktor Kejahatan Kemanusian.
8. Hentikan Kriminalisasi dan Diskriminasi terhadap Mahasiswa dan Rakyat Papua Barat
9. Berikan kebebasan berkumpul, berserikat, berekpresi, dan menyampaikan pendapat yang merupakan hak setiap manusia tanpa kecuali kepada Mahasiswa dan Rakyat West Papua
10. Negara Republik Indonesia harus mengakui bahwa TPN-PB/ TPN-OPM adalah Pejuang Kemerdekaan Papua, bukan Kelompok atau Pelaku Kriminal Bersenjata, Organisasi teroris seperti yang selalu diberitakan
11. Bebaskan Voktor Yeimo, Roland Levi, Kelvin Molamadan seluruh tanahan politik bangsa West Papua
12. Tolak Otsus Jilid II, Tolak Otonomi Daerah Baru di tanah Papua Barat
Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, pembungkaman, penindasan dan penghisapan, terhadap Rakyat dan Bangsa West Papua.