Halloween party ideas 2015

 

Doc Koran kejora saat ormas mengamuk untuk melakukan kekerasan terhdap massa aksi


Aksi Demonstrasi Damai, Peringatan 60 Tahun Trikora Sebagai awal Penindasan terhadap Bangsa Papua Barat.

Aksi tersebut Di lakukan Oleh  Forum Solidaritas Mahasiswa/i Papua (FSMP) & Front Rakyat Indonesia Untuk.West Papua (FRI-WP). Dibubarkan oleh ORMAS reaksioner BMI dan tindakan Refresif oleh pihak ormas dan pembiaran yang di lakukan oleh pihak kepolisian, minggu 19/12/21.

Sejak Trikora rakyat papya juga di hadapkan dengan militerisme busuk, untuk meloloskan semua kepentinggan negara maupun tuan tuannya Negara asing barat, Dalam undang undang negara republik indonesia, UU telah menjamin dalam hal kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dalam perakteknya undang undang yang di buat hanya sebtas tulisan belaka.


Kronologi Aksi memperingati hari 60 Tahun TRIKORA (FSMP dan FRI-WP Makassar) sebagai berikut:

Jumlah Massa Aksi: 65 orang.

11.39: separuh massa FRI-WP bergeser ke titik kumpul

12.13 separuh masa FRI-WP juga bergeser ke titik kumpul,

Terlihat 1 polisi depan radio terapi rs pelamonia dan 3 omas depan rs pelamonia

12.25 massa FRI-WP sudah sampai dititik kumpul

12.36 Massa FSMP bergeser ke titik kumpul

12.53 terlihat 3 ormas didepan monumen mandala dan beberapa di samping warkop

13.06 massa FSMP sudah berada di titik kumpul

13.19 mobil polisi tiba depan rs pelamonia dengan sekitar 10 orang polisi

14.00 aksi dimulai depan PN, longmarc menuju depan Monumen Mandala sekitar 5 menit

14.13 ormas me

ndekati massa aksi dan melakukan intimidasi dan represifitas

14.15 massa aksi digeser ke arah mobil polisi oleh ormas dan aparat kepolisian

Massa aksi tetap membangun simpul, ormas terus melakukan intimidasi dan mencoba melakuan pemukulan terhadap massa aksi, ada yang mengatakan "keluar mako saja dari Makassar", beberapa ormas menggunakan jaket grab.

Massa aksi tetap bertahan dengan membangun simpul, mereka mengatakan "aksi yang kami lakukan dijamin oleh UU, kami sudah menyampaikan surat pemberitahuan kepada polisi, seharusnya bukan kami yang diamankan" sembari terus mengangkat poster tuntutan

14.25 massa aksi dipaksa masuk kedalam mobil polisi

14.29 massa aksi mulai didorong masuk kedalam mobil dan beberapa ormas melakukan pemukulan terhadap massa aksi yang di paksa masuk, ada yang memukul menggunakan helm, jaket, melempar air, dan meninju massa yang berada di ujung mobil

14.34 massa aksi di bawah oleh mobil polisi menuju ke asrama kamasan dan di dalam asrama, massa aksi membacakan pernyataan sikap bersama.

Catatan; -23 orang di pukul di bagian kepala, badan, dan lengan.

- 3 orang luka-luka, ada yang lebam dan bengkak pada lengan, lebam bibir dan cakaran di pipi.

Sekian kronologi pembubaran aksi 19 Des 2021.


Hormat kami,

Salam Pembebasan nasional Papua Barat

 Makassar, Minggu 19 desember 2021.


Berikut ini Pernytaan sikap kami


Pernyataan Sikap


Forum Solidaritas Mahasiswa/i Papua (FSMR) & FRON Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP)

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak. Wawawawawawa...wa...wa...wa...wa!


TRIKORA 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA! 


Akhir-akhir ini menunjukan Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. [1] Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.

Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini.  Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 61 tahun ini.

Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. [2] Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.

Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.


Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. [3]

Militerisasi di Papua sudah pada level yang teramat memprihatinkan dan telah terbukti gagal menghentikan bahkan memperburuk eskalasi kekerasan di tanah Papua. Bahkan hal ini juga sudah disadari, salah satunya, oleh Panglima Komando Daerah Militer Cenderawasih Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono. Dikutip dari Majalah Tempo beberapa waktu lalu, ia menyatakan mendukung pendekatan dialog untuk mengatasi konflik di Papua dan melakukan kontak tembak, tapi dengan syarat dialog itu tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Serangkaian penjelasan di atas dapat menyimpulkan bahwa akar permasalahan yang terjadi di West Papua adalah cacatnya sejarah integrasi. Kondisi ini kemudian membuahkan praktek militerisasi yang berimbas pada maraknya pelanggaran HAM (pembunuhan di luar hukum, penangkapan, penyiksaan, pembungkaman kebebasan berpendapat), penyingkiran Orang Asli Papua (OAP), dan kerusakan lingkungan. Karenanya diperlukan sebuah mekanisme penyelesaian yang damai dan demokratis, yakni hak menentukan nasib sendiri. Tentu dengan tidak mengesampingkan demiliterisasi di Papua terlebih dahulu.

 Dalam rangka menyikapi 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA tersebut  hingga  60 Tahun, penyiksaan, pemerkosaann, penindasan, pengisapan, penjajahan terhadap rakyat papua terus berlangsung

Maka dari itu kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan sikap politik sebagai berikut: 

1. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua 

2. Cabut UU Otonomi Khusus Jilid II 

3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua 

4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua 

5. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia 

6. Bebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat 

7. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu dan eksploitasi PT Antam di Pegunungan Bintang 

8. Usut tuntas pelaku penembakan dua anak di Intan Jaya 

9. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM 

10. Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri 

11. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Seluruh Wilayah West Papua lainnya 

12. Cabut Omnibus Law

13. Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses dekolonisasi West Papua sebagaimana pernah mereka janjikan 

14. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua

15. Mendesak Pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung 

16. Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi bangsa West Papua 

Demikian pernyataan sikap ini dibuat. Kami menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa West Papua dalam menentukan nasib sendiri untuk mengakhiri penipuan sejarah dan penderitaan di atas Tanah West Papua. 

Medan Juang, 

Makasar, 19 Desember 2021


Forum Solidaritas Mahasiswa/i Papua (FSMP) & Front Rakyat Indonesia Untuk.West Papua (FRI-WP).


Reporter: Agitasi dan Propagandan AMp kk Makasr


Lampiran:







Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats