Halloween party ideas 2015



Akhir-akhir ini menunjukan Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. [1] Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.

Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini.  Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 61 tahun ini.

Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. [2] Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.

Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.

Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. [3]

Maka, tugas mendesak kita hari ini adalah terkonsolidasi dalam satu kekuatan masa dalam organisasi revolusioner. Gerakan harus muncul dari akar rumput dengan kesadaran total bahwa kolonialisme Indinesia ada dan nyata di Tanah Papua. Selama rakyat Papua tidak melawan dan membunuh kolonial itu sendiri maka segala bentuk penjajahan akan berlanjut. Dengan demikian, agenda utama besar adalah “Self Determination,” dan kita harus kerja hari ini untuk sampai kesana.

---------------

[1] Laporan Dewan Gereja Papua / CNNIndonesia

[2] Lih: Materi Pend. AMP

[3]. Ibid


Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats