Halloween party ideas 2015

Saat masa aksi melakukan long murch di depan Gedung Sate, Bandung. (Foto: Pembebasan)

Saat kordinator umum membacakan pernyataan sikap. (Foto: Pembebasan)


AMP -- Lagi, di depan Gedung Sate, Bandung kembali didatangi 30an demonstran dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bandung.

Seperti dikutip dari pembebasan.org, Senin, 06/07/2015, mereka hendak mengingatkan kepada seluruh rakyat bahwa 17 tahun lalu, tepatnya 6 Juli 1998 telah terjadi peristiwa anti kemanusiaan yang dilakukan aparat militer Indonesia. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Biak Berdarah. Diawali dengan aksi damai yang diikuti 500-1000 rakyat Papua, berakhir dengan pembantaian.

Pemerintah Indonesia melalui aparat militer melakukan pembantaian terhadap rakyat Papua karena menuduh bahwa aksi demonstrasi adalah gerakan separatis. Alhasil, represi berupa pemukulan dan penembakan terjadi secara brutal, korban dari para demonstran berjatuhan. 230 massa menjadi korban, 8 meninggal, 3 orang hilang, 4 luka berat, 33 ditahan sewenang-wenang, dan 150 orang mengalami penganiayaan.

Peristiwa pelanggaran HAM ini sudah diproses di pengadilan, bahkan sudah ke Mahkamah Agung. Tapi, jangan ditanya kelanjutan proses hukumnya, toh, kekejaman militer di Papua sejak tahun 1963 tidak pernah ada ujungnya. Bahkan pembangunan markas-markas komando TNI maupun Polri semakin diperbanyak, dan diperluas.

Hingga kini, kekerasan di Papua tak pernah berhenti. Penyiksaan, pemukulan, penahanan sewenang-wenang terus terjadi. Rakyat bangsa Papua hidup dalam asuhan kekejian tentara dan tindak kekerasan polisi.

Massa aksi satu per satu melakukan orasi politik untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi di Papua, dan apa yang sejatinya dikehendaki oleh rakyat Papua.
Dalam pernyataan sikapnya, AMP KK Bandung menuntut:

Pertama: Buka ruang demokrasi seluas-luasnya, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis.

Kedua: Tarik militer (TNI-Polri), organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua sebagai syarat damai.

Ketiga: Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC lainnya yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas tanah Papua.

Setelah pembacaan statement, massa AMP kembali ke asrama dengan berjalan kaki serempak. (M3/AMP)

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats