Halloween party ideas 2015

Kelompok Belajar Perempuan Papua di Yogyakarta, sesuai gilir berdiskusi dari asrama ke asrama (Mahasiswa Papua) lain, kali ini mereka di Asrama Komunitas Mahasiswa dan Pelajar Aplim Apom (KOMAPO) asal Kabupaten Pegunungan Bintang,  Selasa 27 September 2016.

Kolektifitas ini sering di namai dengan sebutan PPY, yakni Perempuan Papua Yogyakarta. Terkadang juga di sebut kelompok Anggrek Hitam. PPY di dorong dengan semangat belajar, kemudian dibuat komunitas belajar bersama ini di jalankan sejak beberapa waktu lalu. Ada pun beberapa diskusi yang telah di buat dan masih berlanjut dengan beragam isu seputar tanah Papua. 


Nah, kali ini, PPY duduk diskusikan persoalan konkrit yang ada di Papua, khusunya di Pegunungan Bintang (Baca: Pegub), yakni terkait Kesehatan dan Pendidikan yang sangat memprihatinkan sampai saat ini.

Menariknya, PPY selalu membuka setiap diskusi (sama seperti diskusi sebelumnya) dengan Pemutaran film dokumenter tentang Papua. Sumbernya mereka dapat mendownload di youtube, juga di dokumen laptop kawan-kawan papua lainnya.

Diskusi di KOMAPO, kelompok Anggrek Hitam ini membuka diskusi seputar Pegub dengan pengantar nontong bareng film dokumenter berjudul "
Refleksi Layanan Kesehatan dan Pendidikan di Pegunungan Tengah, Papua", dimulai pada pukul 19.30 wib - selesai.

Dinamika Perubahan sosial

Kurang lebih, di dalam film dokumenter itu menceritakan dinamika perubahan sosial; kehidupan masyarakat Pegunungan Bintang sebelum mekar kabupaten bersama proyek pembangunan, dan setelah di berlakukan pembangunan hingga mengalami perubahan yang sangat signifikan.

Pastinya pembangunan berwajah modern membuat keberadaan masyarakat tradisional bergeser ke masyarakat modern. Nah, pergeseran ini di tandai dengan pengasingan masyarakat setempat. konteks papua, pengasingan tak di tandai dengan perpindahan di lahan baru. Namun mereka di bertahan menghadapi kondisi tidak konstan, dan berhadapan langsung dengan hal modernis tadi.

Perubahan yang di bangun diatas tanah adat (hak ulayat), bagi masyarakat Pegunungan Bintang, tanah tak hanya sebagai sebatas komoditi komunal. Lebih dari itu adalah relasi inheren antara masyarakat setempat dan lingkungan alam sekitar. Maka akumulasi masyarakat pegunungan justru terasingkan. Pertama, Tanah dan hutan di bongkar untuk membangun infrastruktur jalan beserta pembangunan. Kedua, Transformasi sistem pemerintahan baru dalam sistem dan struktur tatanan sosial budaya. Yang ketiga, membuka kran banjiran budaya modern yang menekan dan memaksa masyarakat setempat bersaing.


Dengan di bangunnya infrastruktur jalan dan pemekaran bersama hadirnya kota yang beragam modern, justru memberikan akumulasi besar bagi kaum pendatang dan birokrasinya. Hal itu memaksa masyarakat disana siap berhadapan dengan perubahan kondisi tidak konstan. Akumulasi masyarakat Pegub yakni termarginal, kesehatan yang buruk, pendididkan yang tak merata dari kota ke pedesaan, kehilangan tanah sebagai sumber hidup dan dengan memaksakan bargaya hidup modern, maka wajarlah kalau Pendidikan dan Kesehatan, khususnya, adalah persoalan yang sangat penting memprihatinkan dalam keberadaan sosial masyarakat disana.
 


HIV/AIDS

Awal kegiatan dimulai dengan pemutaran film dokumenter tentang penderita HIV/AIDS dan juga buruknya Pendidikan di kabupaten Tolikara, yang kondisinya sama dengan yang sedang terjadi di Kab. Pegunungan Bintang (Baca: Pegub).

Data Kasus Pasien Penderita HIV/AIDS.
Sumber Gambar, Klick Here

Usai tonton bareng, salah satu kawan mahasiswa Pegub, Anike membawa pengantar film tersebut, bahwa sampai saat ini, kesehatan di wilayah Pegub masih sangat mengenaskan. Hal ini diperkuat lagi dengan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) dimana kabupaten Pegunungan Bintang menduduki rangking ke 440 dari 440 Kabupaten.

Juga, penyakit HIV/AIDS merajalela di tengah masyarakat Pegub. Pada tahun 2007 tercatat 5 orang yang meninggal, kemudian terjadi peningkatan sangat drastis pada tahun 2012. Data yang di himpun di Rumah Sakit (oleh Melkior Sitokdana, ST, M Eng) tercatat 46 kasus kematian. Banyak yang belum terdata di rumah sakit, meninggal tanpa di ketahui jenis sakitnya (tidak rawat di rumah sakit).

Menurut para Mahasiswa Pegub, Sering adanya sosialisasi tentang bahaya HIV/AIDS, namun itu semua tak mengubah kesadaran sosial disana karena jika dilihat hampir keseluruhan pergaulan di sana sangat bebas, tanpa fungsi kontrol para orang tua.

Hal ini ditambah parah lagi dengan pengonsumsian ganja sangat bebas di mana, kepolisian hanya berpangku tangan melihat masalah ini, bahkan merekapun ikut campur dalam bisnis pengedaran ganja serta juga sebagai pemakai.

Kondisi Sekolahan dan Para Pelajar

Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas
Menurut IjazahTertinggi yang Dimiliki
di Pegunungan Bintang Tahun 2012
Sumber Gambar; Klick Here
 
Kondisi Pendidikan pun sangat memprihatinkan di Pegub. disana tak ada pemerataan yang dirasakan antara perkotaan dan di pedesaan (pelosok). Kalau di ibu kota Pegub, akibat pergaulan yang sebebas-bebasnya membuat angka putus sekolah semakin tinggi. Juga semangat pendidik yang kurang, banyak guru yang jarang di sekolah. Hal ini sangat memprihatinkan, justru membuka suramnya masa depan anak.

Namun kondisi pendidikan di distrik (pedesaan), yang jauh dari ibukota, di mana gedung sekolah hanya sebagai bangunan penghias dan penghibur anak-anak yang bersemangat dan selalu datang untuk menuntut ilmu. Sebelum sang surya menampakkan diri, anak-anak kecil ini bangun mempersiapkan diri mereka, dari balik gunung mereka mengayunkan kaki berkilo-kilo meter jauhnya untuk mendapat ilmu, tetapi apa yang mereka dapat? Hanya bangunan kosong berlabelkan pendidikan, namum tak berilmu dan berpengetahuan.

Begitulah yang selalu terjadi di pelosok kabupaten Pegunungan Bintang. Dijelaskan lagi, soal tak merata pembangunan dari kota ke pedesaan, membuat sulitnya akses untuk kesana. Terkait sulitnya akses, juga berakibat pada tingginya harga barang (nilai tukar) di sana. Apa lagi manusia papua umumnya di buat ketergantungan (konsumtif).

Penutup

Pendidikan yang baik dan berkualitas tak hanya bisa didapatkan di sekolah, pendidikan yang sangat penting adalah pendidikan yang diberikan oleh keluarga serta pula harus dikontrol tetapi juga tidak otoriter terhadap anak, karena perhatian keluarga dapat meminimalisir segala kenegatifan yang dilakukan oleh seseorang. Sehingga diharapkan kita semua tidak terjerumus dalam hal-hal yang dapat membahayakan diri kita dalam hal ini kesehatan untuk menanggulangi penyakit HIV/AIDS. 

(Julia Pigai Opki)

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats