Logo. Bendera AMP |
Negara Bertanggung Jawab Atas Tentara Indonesia Menembak Mati 2 Warga Sipil di Intan Jaya
Aliansi Mahasiswa Papua
Pernyataan Sikap
Aparat Indonesia telah menembak mati dua warga sipil di Kab. Intan Jaya, Papua pada 18 Februari 2020. Selain dua warga ditembak mati di dalam rumah, Dua orang perempuan lainnya mengalami luka tembak.
Suarapapua.com memberitakan peristiwa penembakan tersebut awalnya aparat Tentara Indonesia melakukan pemeriksaan di setiap rumah warga sambil melepaskan bunyi-bunyi tembakan sepanjang Kampung Galunggama, Distrik Sugapa, di mulai sejak pukul 03:00 subuh hingga pukul 09:00 waktu Papua.
Dua warga yang meninggal adalah Kayus Sani (51) dan Melkias Tipagau (11), siswa kelas VI SD YPPK Bilogai dan dua orang korban luka tembak adalah Elpina Sani, ibu kandung dari Melkias Tipagau dan Martina Sani (12), juga siswa kelas VI SD YPPK Bilogai. Martina Sani telah diterbang ke Timika untuk keluarkan proyektil yang masih bersarang di dalam tubuhnya. Sedangkan Ibu Elpina dirawat di Intan Jaya. Kepada suarapapua.com, Kepala Sekolah SD YPPK Bilogai, Stefanus Sondegau menjelaskan Melkias Tipagai dan Martina Sani tercatat sebagai siswa SD YPPK Bilogai.
Peristiwa di atas merupakan lanjutan Operasi Militer di Intan Jaya yang telah berlangsung sejak Bulan Desember 2019, sejak terjadi baku tembak antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) dan Aparat Militer Indonesia di sejumlah Kampung: Kampung Kulapa (Distrik Hitadipa), Kampung Ndugusiga (Distrik Sugapa), Kampung Bulapa (DisSugapa), Kampung Ugimba (Distrik Ugimba).
Pasca itu rezim Indonesia juga melancarkan pengiriman dan pembangunan pos-pos militer di Intan Jaya. Ketua I Anggota DPR Kab. Intan Jaya membenarkan adanya pendropan militer di tanggal 18 dan 20 Januari 2020 di Bandara Pogapa, Homeo. Akibatnya, terhitung sejak tanggal 25 Desember 2019, masyarakat dari Kampung Ndugusiga (distrik Sugapa) mulai mengungsi ke Kampung Mamba, Yokatapa, Bilogai, dan Nabire karena kehadiran TNI dan akibat patroli yang dilakukan membuat masyarakat takut, terterror, dan terintimidasi bahkan silit/sangat hati-hati keluar rumah pada siang juga malam hari.
Kontak senjata kembali terjadi pada 26 Januari 2020 di Kampung Mamba (Distrik Sugapa), berdekatan dengan Kampung Galunggama, menewaskan satu orang pria yang sampai saat ini belum teridentifikasi identitasnya akibat peluru mengenai wajahnya. Korban luka tembak lainnya adalah satu anak usia delapan tahun tertembak peluru nyasar di rusuk bagian kanan, dan Kayus Sani (51) tertembak di Kaki saat berada di depan Halaman Gereja, kini Kayus Sani telah ditembak mati di rumahnya pada 18 Februari, kemarin.
Berdasarkan rentetan operasi militer di Intan Jaya, Aliansi Mahasiswa Papua melihat:
Pertama, bahwa dua warga sipil yang ditembak mati merupakan kejahatan HAM. Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM atas menyalahgunakan senjata api oleh aparat Negara secara tidak professional hingga menewaskan warga sipil, bukan anggota TPN PB.
Kedua, Aparat Negara masih melakukan operasi-operasi militer, melakukan penembakan dan pemeriksaan (entah apa yang diperiksa di rumah warga (?)) di wilayah/kampong yang sesungguhnya bukan markas/daerah yang dihuni pasukan TPN PB. Bahkan telah dikatakan pihak TPN PB bahwa anggota TPN PB tidak berada di kampung Galunggama, daerah terjadi peristiwa penembakan tersebut di tanggal itu, bahkan tidak melakukan penyerangan/kontak senjata dengan TNI.
Ketiga, Negara melalui Kepala Penerangan Kodam XVII/Cendrawasih, Kolonel Cpl Eko Daryanto sedang melakukan pembohongan publik terkait identitas Korban siswa SD kelas VI dan satu pria (51) tersebut. Pembohongan itu diliris melalui siaran pers tertanggal 19 Februari 2020, pihak Kodam Cendrawasih mengatakan Melkianus Tipagau adalah anggota TPN PB yang ditembak mati. Sementara hasil verifikasi jurnalis suarapapua.com menjelaskan bahwa Kepala Sekolah SD YPPK Bilogai, Stefanus Sondegau membenarkan Melkianus Tipagau (11) tercatat siswa kelas VI SD YPPK Bilogai.
Ke empat, Operasi militer di Intan Jaya merupakan bagian dari operasi-operasi militeristik sebelumnya. 45 ribu warga Nduga belum pulih dan masih tersebar di titik-titik pengungsian. Mereka mengungsi akibat operasi militer di Nduga yang dimulai sejak 2 Desember 2018. Begitu juga di Puncak Jaya pada pertengahan 2019; pengiriman militer besar-besaran pasca rasisme di Surabaya pada 17 Agustus 2019; pembungkaman ruang demokrasi dengan moncong senjata; dan penangkapan aktivis anti rasisme yang tersebar di penjara-penjara di Papua, Kalimantan dan Jakarta.
Berdasarkan fakta sejarah operasi militeristik telah menjadi satu pola keberadaan NKRI di Papua. Militeristik adalah wajah NKRI di Papua. Tercatat 500 ribu juta jiwa telah meninggal di tangan moncong senjata dalam Operasi-operasi militeristik yang dilancarkan sejak 1963 hingga 2014. Diatas jumlah populasi Papua yang semakin minoritas di tanah Papua, sampai saat ini operasi militer terus dilakukan. Bahwa salah satu keran Genosida etnis Papua adalah operasi militeristik.
Maka, berdasarkan fakta-fakta diatas, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan:
1. Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas tindakan Tentara Indonesia telah menembak mati satu Siswa SD Kelas VI atas nama Melkianus Tipagai (11) dan Kayus Sani (51) dan dua perempuan Papua korban luka tertembak.
2. Mendesak Komnas HAM membentuk tim Independen guna menyelidiki penembakan di Intan Jaya.
3. Buka seluas-luasnya akses jurnalis Internasional dan Nasional serta pemantau HAM Internasional ke tanah Papua.
4. Kodam XVII/Cendrawasih hentikan membuat opini pembohongan terkait warga sipil yang ditembak mati di Intan Jaya.
5. Segera hentikan seluruh rangkaian operasi militer di Intan Jaya.
6. Segera tarik semua militer organic dan non organic dari seluruh tanah Papua.
7. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri untuk rakyat bangsa Papua sebagai solusi paling demokratis.
Demikian pernyataan ini dibuat, atas pantauan dan solidaritas dari setiap kalangan, AMP ucapkan hormat diberi.
Salam kemanusiaan!
Medan Juang, 20 Febluari 2020
Komite Pusat
Aliansi Mahasiswa Papua