Halloween party ideas 2015

Ils.Koran Kejora
Oleh: Onhy Iyai**

Krisis Kapitalisme melanda pada permukaan,yang serupa sama hal-nya pada krisis hebat pada 12 tahun dimasa lalu terhadap AS, beserta sekutu-sekutunya yang dimana hal ini merupakan kosekuensi dari pertentangan antara penindas dan yang tertindas. Sudah tidak hanya menganalisis pada kata-kata, tetapi melainkan menenggelamkan pada lautan kekuatan rakyat tertindas dalam memenangkan perjuangan sosial.

Covid-19 merebak pada permukaan hingga sesampai menjadi goncangan Global diberbagai negara-negara maju dan terbelakang misalnya; Indonesia, As, Tiongkok, Italia, Iran,dsb. Atau telah terkonfirmasi dari WHO tersebar di 208 negara untuk sementara,yang melayangkan ratusan ribuan jiwa.

Pada bulan Februari 2020,Virus Covid-19 menjadi kompromi hangat dalam kalangan kelas borjuis antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping yang saling menuduh satu sama lain bahkan menajamkan ideologi penguasa, serta diskriminasi rasis, terhadap rakyat Tiongkok, dsb. Oleh karena itu kemudian,tidak lain merupakan dari akumulasi ketidakpuasan Presiden AS Donald Trump terhadap China dari ada-nya perang dagang Tahun 2019. Sementara dalam skala Ekonomi China(Tiongkok) dalam urutan setelah AS.

Harus dimasukan lagi kondisi-kondisi objektif; dari adanya peredaran Virus Covid-19 yang hanya menguatkan ideologi penguasa, yang merupakan permainan catur politik dari kelas borjuis, yang anti-keilmiahan, serta mempersempit demokrasi di Indonesia dan West Papua, dll. Beberapa aksi-aksi
(demonstrasi) diTernate yang menolak RUU, OMNIMBUSLAW serta RUUKK dibubarkan secara paksa oleh Polisi serta bagian bagian-nya dan melukai massa aksi salah satunya, serta perjuangan buruh-buruh AICE dibubarkan lagi, ketika membagi bahan-bahan untuk mencegah wabah virus Covid-19.

Begitu pula yang berangsur-angsur (Stengah Abad) perjuangan Rakyat West Papua dibawah perluasan kodim-kodim TNI-Polri di West Papua yang dengan dalil Tito Karnavian bulan lalu untuk menjaga asset-aset vital negara, tetapi dalam prateknya sebaliknya; intimidasi, pembunuhan, makin berkempanjangan sampai sekarang dalam permainan kelas borjuis yang diperhadapkan wabah Covid-19 yang dimana rakyat West Papua dari tingkat Pusat, Provinsi sampai kabupaten-kabupaten masih belum memadai dengan fasilitas(prasarana-prasarana kesehatan).

Disana rakya West Papua bertahan hidup dengan kebudayaan adat-istiadat yang kuat dan terpetak-petak berdasarkan statusquo, superior, seksis, dan lain-lain, hanya demi mempertahankan peradaban kebudayaan dengan keruk wajahnya yang baru stengah Indonesia,dan ilusi Indoktrinasi
demokrasi sempit (Chauvinis).

Sementara Negara Indonesia yang menganut demokrasihanya merupakan demokrasi buat dalam
parlemen dikalangan kaum borjuis yang juga berpihak pada imperalisme untuk berinvestasi seluasluasnya yang juga mempunyai nilai tukar-nya, untuk mempercepat program-program Neo-liberalisme dengan adanya;(pembangunan infrastruktur di West Papua,dll, yang daerah-daerahnnya strategis untuk dieksploitasi Indonesia).

Sebalik-nya, demokrasi diartika-nya dalam prakteknya melainkan bertentangan dengan yang
dianut-nya dalam UUD1945—yang dimana monopoli kapitalisme dengan perbank yang
dikosentrasikan menjadi capital aktif untuk mentransformasikan ke kaum Kapitalis-kapitalis; seperti
yang pernah dikatakan oleh Lenin diawal abad ke-20, fungsi dasar bank yang sebenarnyaa dalah
perantara dalam pembayaran.

Ditengah-tengah derasnya lautan kapitalisme (imprealisme) yang mencengkram di West Papua yang
merupakan biang kerok dalam pesetujuan pendatanganan Kontrak Kerja Freeport-McMoran yang
pertama kali-nya beroperasi di West Papua pada tahun1971(dibawahrezim Orde Baru yang militeristik dengan"UUPMA") yang sepihak- pada tanggal 7April1967,1991,2020—hingga sesampai ditahun 1969 Pepera(Penentuan Pendapat Rakyat)sementara AS memalingkan demokrasi Indonesia dengan persetujuan untuk mempersempit demokrasi di West Papua dengan ada-nya intimidasi yang sistematis oleh Indonesia terhadap West Papua dan diajarkan demokrasi bodoh, hanya untuk kepentingannya (eksploitasi yang hebat) di West Papua hingga sampai sekarang.

Oleh karenanya kemudian,bangsa minoritas(bangsa yang dijajah), kaum difabel, kaum buruh,
LGBT, dan seluruh rakyat tertindas lainnya yang merupakan ilusi (instrumen ideologi penguasa),
semestinya dapat mengambil langkah-langkah konkrit digarda terdepan bersama,yang terorganisir
yang signifikan dihari-hari mendatang dalam mewujudkan demokratis seluas-luasnya bagi Indonesia serta Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua Sebagai Solusi Demokratis.

Penulis adalah Anggota Aliansi Mahasiswa Papua

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats