Halloween party ideas 2015


Doc. Korankejora




Korankejora - Kepada Rakyat West Papua, kini Telah 60 Tahun “Perjanjian New York, Jalan Aneksasi Ilegal Indonesia atas Bangsa West Papua telah tiba” Siapkan barisan Saatnya Rakyat Menggugat

Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreement) antara Indonesia dan Belanda yang melibatkan Amerika Serikat sebagai pihak penengah terkait sengketa wilayah West Papua (West Nieuw-Guinea) telah terjadi pada 58 tahun lalu, tepatnya 15 Agustus 1962. 

Saat itu, West Nieuw-Guinea dianggap sebagai wilayah yang belum berpemerintahan sendiri, sehingga penandatanganan Perjanjian New York adalah peristiwa yang sarat kepentingan imperialis dan kolonial (kolonial Belanda maupun Indonesia yang kemudian menjadi kolonial baru). Perjanjian itu bermasalah karena dilakukan tanpa melibatkan rakyat West Papua. Padahal, perjanjian tersebut berhubungan dengan keberlangsungan hidup dan masa depan rakyat dan bangsa West Papua.

60 tahun telah berlalu sejak penandatanganan Perjanjian New York, Indonesia masih berupaya menancapkan pengaruhnya di tanah West Papua melalui kebijakan Otonomi Khusus (Otsus). Otsus di Papua sudah berusia hampir 20 tahun lamanya. Namun sejak UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus diberlakukan justru tidak ada perlakuan khusus yang bisa didapatkan oleh rakyat West Papua. Apa yang tampak khusus tak lain hanyalah pengiriman pasukan militer secara besar-besaran ke tanah West Papua. Kenyataannya Otsus tidak bisa memproteksi masyarakat adat West Papua dari perampasan tanah untuk kepentingan investasi, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang menjadi amanah dalam undang-undang Otsus tidak pernah dijalankan, tidak ada upaya untuk mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua, sementara dari tahun ke tahun kasus pelanggaran HAM terus bertambah. 

Di tengah badai protes penolakan otsus namun 30 juni 2022 pemerintah juga mengesahkan RUU DOB untuk papua tanpa mempertimbangkan aspirasi rakyat dan mahasiswa papua karena Otsus dan dob adalah paketan produk kolonial yang tak lebih dari sekedar alat untuk meredam aspirasi politik rakyat Papua yang menghendaki hak penentuan nasib sendiri.

Upaya-upaya untuk meredam aspirasi politik rakyat Papua tidak hanya dilakukan dengan bujukan gula-gula Otsus dan dob yang terus di paksakan. Namun Penangkapan dan pemenjaraan dengan pasal makar dan pasal pasal karet lainnya terhadap orang Papua maupun aktivis yang berbicara isu Papua menjadi incaran  terus belanjut.

Jalannya penindasan dan akar konflik ini lah yang membuat kami terus melawan. Sekarang kami kembali menebar seruan perjuangan kepada seluruh gerakan rakyat nasional, west papua, dan internasional. Kepentingan-kepentingan ekonomi politik  imperialisme, kapitasime dan kolonialisme telah merasuki sum sum  hingga melanggengkan penindsan dan pengihisapan. otsus jilid l di lanjutkan tanpa melihat aspirasi rakyat dan Daerah otonomi baru di bagi bagi tanpa melihat realitas yang terjadi.

Kami seruhkan kepada rakyat Indonesia dan rakya papua, dan semua gerakan gerakan umtuk  turut bersolidaritas bahwa freeport telah mencekik leher bangsa papua, menghisap, menindas hingga masih dalam cengkraman penjaja dan seluruh umat manusia di muka bumi ini, jika freeport terus ada dan beroperasi  maka konfik, kejahatan, kekejaman terus meningkan dan ada karena telah lama keadirannya adalah ilegal, saatnya rakyat bersatu usir Freeport, Cabut otsus dan tolak Dob sebagai dalang kejahatan kemanusian 

Untuk kamrade yang akan terlibat dan ikut bersolidaritas tentang kemanusiaan ini,  bahwasannya kami tidak sendiri karena hidup adalah perjuangan, Alam leluhur, tulang belulang selalu hadir bersama sama, percayalah, kita pasti menang.


Panjang umur hal hal baik.

Panjang umur perjuangang

Tanah kolonial, 14 agustus 2022.


Editor: Admin



Doc. Koran kejora:
55 tahun Freeport ilegal di west papua, Cabut Otsus, Tolak Dob dan berikan HMNS



55 TAHUN FREEPORT ILEGAL DI PAPUA: TUTUP FREEPORT, CABUT OTSUS, TOLAK DOB DAN BERIKAN HAK MENENTUKAN NASIP SEBDIRI SEBAGAI SOLUSI DEMOKRATIS BAGI BANGSA WEST PAPUA


Rakyat telah lama mengetahui kepentingan pemodal asing di west papua yang kini menjadi nafsu bagi negara negara begitu juga indonesia, tetapi semua itu berkeinginan untuk sumber daya alam tetapi tidak dengan manusianya, freeport bagi papua menjadi malah petaka bagi rakyat papua,  semenjak keadiran PT Freeport Indonesia telah lama menjadi malapetaka karena keadiranya ilegal bagi bangsa West Papua. Kehadiran Freeport di tanah West Papua tak bisa dipisahkan dengan kehadiran pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan kerusakan lingkungan di tanah West Papua. Juga, pemerintah kolonial Indonesia ikut andil dalam malapetaka yang diderita bangsa West Papua.


Sejak Freeport Mc Moran beroperasi 1967 hingga 2022 yang ke-55 tahun, hal tersebut menjadi akar masah dan konflik berkepanjangan dan merupakan kemauan modal Imperialis dan keuntungan Kapitalis Internas ional dari perebutan sumber daya alam di West Papua sertakan Pembungkaman Hak Demokratis terus di lakukan, otonomi khusus di paksa untuk harus terima, kolonial; tidak melihat aspirasi rakyat papua yang terus melakukan  protes untuk menolak  perpanjangan otsus, namun aspirasi rakyat tersebut di biarkan begitu saja, ingga kini di paksa untuk pemekaran Daerah Otonomi Baru DOB di selurh tanah papua. Kolonil Indonesia tidak melihat persoalan akar konflik di papua namun terus memperpanjang konfli di west papua.


Kondisi Hari ini,  Papua Barat Terjadi pengunggsian besar besaran , di timika sendIri suku Asli Amungge telah terjadi sejak 06 Maret 2020 sekitar 40.819 orang dari sekitar areal Papua yang menggungsi menuju kota Timika akibat dari penguasaan Militer Kolonial Indonesia di area Freeport , semejak 2018 kontak tembak  antara tpnpb dan tniporli di kab ndugga hingga di timika, intan jaya, maybrat, puncak papua, dan beberapa tempat di seluruh tanah papua. Bagi TPNPB, TNI/PORLI merupakan agenda kolonial di tanah West Papua untuk membungkam proses perjuangan gerakan rakyat West Papua tuntut perjuangan kemerdekaan dan sertakan meloloskan agenda para kolonial dan kapitalis Internasional di bawa tangan Imperialis menyangkut Freeport Mc Moran. Di tanah West Papua operasi militer kolonial Indonesia dilakukan terus-menerus di beberapa tempat terutama di Nduga, Intan jaya, Pegunungan Bintang, areal PT.Freeport Timika dll. 


Melalui militer Indonesia terus perlakukan kolonisasi yang  berlebihan melalui pembungkaman, penindasan, penembakan, pemboman, penyisiran, pemerkosaan, penangkapan, pemenjarahan dan beragam penindasan terhadap rakyat West Papua. Dari hal ini, melalui kolonial Indonesia terus juga, membungkam pergerakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [TPNPB] dengan sebutan KKB,KKBS,Teroris, Separatis; sebenarnya tpnpb memperjuang untuk memperoleh Hak Penentuan Nasib sendiri dan rakyat sipil hingga otonomi khusus pun di berikan tanpa melihat aspirasi rakyat papua, dan pemekaran daerah otonomi baru juga di paksa akibatnya banyak protes yang terus terjadi di west papua hingga hari ini.  

Freeport McMoran  sebagi akar permasalahan yang tidak membawah kesejahteraan dan keuntungan bagi Rakyat West Papua yang telah beroperasi illegal selam 55 tahun dan Otonomi khusus jilid  ll sebagi mala petaka bagi bangsa west papua serta Daerah otonomi Baru juga yang menjadi gula gula untuk memsnahkan rakyat papua , oleh karena itu,melihat kekejaman kerja kolonialis Indonesia yang semakin brutal, kapitalis dan kaum Imperialis Internasional di West Papua..

Jalannya penindasan dan akar konflik ini lah yang membuat kami terus melawan. Sekarang kami kembali menebar seruan perjuangan kepada seluruh gerakan rakyat nasional, west papua, dan internasional. Kepentingan-kepentingan ekonomi politik  imperialisme, kapitasime dan kolonialisme telah merasuki sum sum  hingga melanggengkan penindsan dan pengihisapan hingga otsus jilid l di lanjutkan tanpa melihat aspirasi rakyat dan Daerah otonomi baru di bagi bagi tanpa melihat realitas yang terjadi, hal inipulah terjadi karena kontrka karya freepor yang ilega hingga 55 tahun ini

Kami seruhkan kepada rakyat Indonesia dan papua, dan semua gerakan gerakan umtuk  turut bersolidaritas bahwa freeport telah mencekik leher bangsa papua, menghisap, menindas hingga masih dalam cengkraman penjaja dan seluruh umat manusia di muka bumi ini, jika freeport terus ada dan beroperasi  maka konfik, kejahatan, kekejaman terus meningkan dan ada karena telah lama keadirannya adalah ilegal, saatnya rakyat bersatu usir Freeport, Cabut otsus dan tolak Dob sebagai dalang kejahatan kemanusian 

Untuk kamrade yang akan terlibat dan ikut bersolidaritas tentang kemanusiaan ini,  bahwasannya kami tidak sendiri karena hidup adalah perjuangan, Alam leluhur, tulang belulang selalu hadir bersama sama, percaya kita pasti menang.


Panjang umur hal hal baik

Panjang umur perjuangan


Tanah kolonial, 06 april 2022



Akhir-akhir ini menunjukan Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. [1] Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.

Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini.  Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 61 tahun ini.

Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. [2] Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.

Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.

Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. [3]

Maka, tugas mendesak kita hari ini adalah terkonsolidasi dalam satu kekuatan masa dalam organisasi revolusioner. Gerakan harus muncul dari akar rumput dengan kesadaran total bahwa kolonialisme Indinesia ada dan nyata di Tanah Papua. Selama rakyat Papua tidak melawan dan membunuh kolonial itu sendiri maka segala bentuk penjajahan akan berlanjut. Dengan demikian, agenda utama besar adalah “Self Determination,” dan kita harus kerja hari ini untuk sampai kesana.

---------------

[1] Laporan Dewan Gereja Papua / CNNIndonesia

[2] Lih: Materi Pend. AMP

[3]. Ibid


 

Ketua AMP KK Lombok yang masih di tahan 
malam ini

Seruan Solidaritas!

Kepada seluruh gerakan Rakyat Bangsa Papua Barat, Pro-Demokrasi dan Lembangga Bantuan Hukum untuk advokasikan

Segera Bebaskan Nyamuk Ketua AMP Komite Kota Lombok. Hentikan Penanganan skala luar Jalur Hukum.


Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!


Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak

Wawawawawawa..wa..wa..wa..wa!



Pada bulan Maret 2021 penganiyaian dan pemukulan di lakukan oleh Sekjen GMKI Mataram yang Namanya "Yansen Iek" Asal Papua dan "Yunus Yansede" Asal Papua anggota GMKAI di Mataram sekitar Jam 09:00 WITA. Dengan Ancaman membunuh mengunakan alat pisau dan anak panah di kosnya. Akhirnya di selesaikan secara proses hukum polisi. 

Kemudian ancaman dari seorang prof dosen dari UNRAM (Universitas Mataram), untuk bertemua dengan mengajak sebanyak dua kali [2x] membicarakan tentang Hak Menentukan Nasib Sendiri yang di back up oleh Intelijen Polda NTB namun di tolak oleh Ketua AMP KK Lombok. Selanjutnya adalah pernah di kejar-kejar oleh orang-orang tak di kenal dan kemudian pada tanggal 06 April 2021 mahasiswa Papua yang namanya "Billy Mayor"membawa kepal lingkungan  untuk membubarkan diskusi di kostnya di gomong, yang ketika itu AMP KK Lombok dan solidaritas menyikapi mengenai 07 April 2021 Kontrak karya Freeport Illegal. 

Dan pada 28 April-01 Mei 2021 Intelijen Polda NTB dan Porlesta Mataram  mengajak bertemu pada malam hari. itu pun di paksakan. Kemudian, 03 Mei 2021 Kendaraan roda dua 'Ban Motor' di rusakan dan sama solidaritas [KSI-Kelompok Studi Indenpendent] di rusakan oleh orang tak di kenal pada siang hari, Pukul 12:00 WITA saat gelar aksi hari pendidikan nasional dan hari buruh Internasional dengan OKP  lain. Rentetan itu, dilanjutkan lagi dengan pada 04 Mei 2021, Intelkan Polda NTB mengejak bertemu, itu pun di ajak sebanyak tiga kali [3x]  bahkan di ancaman mengirimkan melalui media sosial berupa indentitas pribadi seperti Ijazah, nama kedua orang tua, Asal suku/kab.

Pada tangan 08 Mei 2021 di kejar dengan mengunakan mobil berwarna putih dan ingin menabrak namun tidak terjadi,karna dapat di kendalikan. 

Pada 09 Mei 2021 terjadi pepresifitas, pemukulan, penangkapan dan pengeledaan tempat tinggal oleh warga yang terprokasi, kemudian secara paksa pihak kepolisian  mengejar terhadap AMP KK LOMBOK Dan KSI lalu di bawa ke Polda NTB dan Kaporles Mataram. Sabanyak 4 Orang (tiga orang dari KSI dan satu orang dari AMP KK Lombok). 


Kronology Penahanan Anggota AMP KK Lombok dan KSI

Pada 09 Mei 2021, sekitar Pukul 22.00 Wita, Puluhan Massa Mendatanggi Kos atau tempat kediaman "Nyamuk" sebagai Ketua AMP KK Lombok . Kedatangan mereka didasarkan atas mis-persepsi: menduga story WA (What's up) Nyamuk ditujukan untuk mengancam Kepala Lingkungan Gomong. Padahal status itu tak ditujukan kepada Pak Maling, melainkan sebagai bentuk luapan emosional atas tekanan-tekanan yang dilancarkan intel-intel polisi dan tentara selama ini.

Hanya Pak Kaling kebacut merasa terancam hingga kemudian memberitahunya bukan hanya kepada warga, melainkan pula membuat laporan ke Polresta Mataram. Malam itu polisi langsung bergerak cekatan untuk melakukan pencarian. Pukul 22.30 Wita, Kawan Nyamuk sedang duduk berdiskusi dengan Kawan-kawan KSI di Museum Budaya.

Ketika itu, Bapak Kos Nyamuk menghubungi: meminta untuk mengamankan diri dulu, karena situasi kosnya sedang tidak aman: Kamar diterobos paksa, I bendera Bintang Kejora dan 1 Bendera AMP serta buku-buku sejarah Papua dirampas oleh aparat, serta Ijasah dan semua kepemilikan di ambil.

Setelah mengobrak-abrik kos, maka barulah aparat mencari Nyamuk. Pukul 23.00 Wita, pasukan Jatamnas Polresta Mataram berjalan mondar-mandir di sekitar Museum. 30 Menit kemudian datang 2 motor. Kawan-kawan pun lari menggunakan motornya ke Asrama Dompu, Seruni, Liang Balik hingga tertangkap di Lapangan Karang Pula Kota Mataram. 

Di lapangan itu sekitar pukul 01.00 Wita (10/5) aparat memaksa Nyamuk naik mobil, tapi dirinya menolak. Alasan diminta naik mobil katanya begini: Agar bisa mediasi dengan Pak Maling di Polresta Mataram. Hanya setelah ia hendak menuju kantor polisi, tiba-tiba kawanan GMKI (Prandy Ketua GMKI Mataram, Billi Mayor-Mahsiswa Papua, dan Erwin Aibekop-Mahasiswa Papua) datang mengeroyok anggota AMP KK Lombok dan KSI. Setelah semua dilumpuhkan, maka para korban diangkut dengan mobil Jatamnas.

Tiba di kantor polisi, mereka semua digeledah: tas, hp, laptop, dan buku kawan-kawan KSI diambil. Lalu mereka ditempatkan di halaman polisi untuk dicibir, ditekan, dan dipermalukan dengan beragam pernyataan dan pertanyaan dari aparat dan Pak Maling CS. Sementara Kawan Nyamuk dimasukan ke ruang interogasi. 30 Menit kemudian barulah 3 kawan KSI menyusul. Mereka diinterogasi sampai pukul 06.30 Wita. Sampai 16.30 Wita mereka bahkan masih ditahan, tapi di ruangan yang berbeda namun telah di bebaskan pada 1:3o Wita tanggal 11 Mei 2021.

Dalam penangkapan itu kawan-kawan yang menjadi korbannya tidak diberi kejelasan alasan dilakukannya penangkapan dan dijauhkan dari akses komunikasi apalagi untuk menghubungi pengacara. Tulisan ini pun ditulis secara sembunyi-sembunyi, tanpa sepengetahuan aparatus represif negara. Kemudian, di pisahkan Nyamuk di Bawa ke Polda NTB dan Kawan-kawan KSI di Kapolres.  

Kemudian, pada 10 Mei 2021 secara sepihak melakukan pertemuan khusus lalu membuat surat pernyataan yang mengarah ancaman terhadap pelaku korban yaitu ketua AMP KK Lombok. Kesepaktan membuat surat pernyataan adal Ketua IMAPA Lombok Manu Wandikbo, Andreas Wakei (Ketua PMKRI), Kepala Lingkungan serta Pihak Kepolisan. Dalam pembuatan surat pernyataan tanpa persetujuan korban. Isi surat berupa: 

1.Bagian pertama Indentitas Korban (berdomisili)

2. Janji Pernyataan:

1. Saya siap tidak berdomisili di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai bentuk pengamanan diri akibat dari perbuatan yang pernah saya lakukan sebelumnya.

2. saya siap untuk di pulangkan dari Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan fasilitas dan dilakukan dengan penjagaan oleh aparat keamanan.

3. Saya berjanji untuk tidak mengulang lagi perbuatan tersebut dan tidak melakukan perbuatan pelanggaran pidana lainnya.

4. Jika saya melanggar ketentuan tersebut di atas maka saya siap untuk di tuntut kembali menurut hukum atas perbuatan pidana yang pernah saya lakukan sebelumnya

Dengan demikian pernyataan sikap ini saya buat dengan kesadaran dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun  serta jika saya mengulangi perbuatan tersebut maka saya saipa di proses secara hukum yang berlaku.

3. SAKSI-SAKSI

1. Manuel Wandikbo

  2.Haran 

3. Andreas P Wakei

4. Membuat Pernyataan (Paksaan untuk Tanda tangan dengan ancaman terhadap korban)  yaitu ketua AMP KK Lombok "Nyamuk"

Dari proses rangkain kejadian yang meneror korban hingga represifitas, penangkapan, pengeledaan tempat penghuni korban oleh warga setempat dan penangkapan terhadap kawan-kawan KSI serta Ketua AMP KK Lombok. Dan dilanjutkan dengan pemukulan oleh Mahasiswa Papua yang di sebukan di atas serta membuat surat tanpa menghadirkan pelaku korban. Kemudian organisasi-organisai yang reaksioner terlibat dalam proses kejadian tersebut. 

Maka, Komite Pusat- AMP menyeruhkan kepada organisasi-organisasi gerakan Pembebasan Nasional Papua Barat, Gerakan-Gerakan Pro-Demokrasi di Lombok maupun luar Lombok serta Bantuan Hukum untuk bersolidaritas. Dan di bawa ini AMP secara Nasional Menuntut:

1. Hentikan Kriminalisasi, Teror, terhadap Ketua AMP KK Lombok dan KSI [Kelompok Studi Indenpenden] di NTB.

2. Menuntut Pemerintah Indonesia Untuk menindak tegas Aparat kepolisian, warga serta Oknum-Oknum yang Mengeleda tempat kediaman secara paksa pada 09 Mei 2021 malam.

3. Pemerintah RI Segera mencopot  Aparatus Yang telah melakukan pengeberekan, melakukan teror, Pemukulan serta menangkap mahasiswa secara sewenang-wenangnya  terhadap Ketua AMP KK Lombok dan Kawan KSI

4. Berikan kebebasan di muka umum bagi mahasiswa Papua di Mataram untuk bebas berekpresi dan menyampaikan pendapat secara luas-luasnya

5. Mengencam tindakan yang menutup ruang demokrasi.

6. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menjamin kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi dan menyampaikan pendapat secara umum khususnya Mahasiswa Papua di Mataram Sesuai hukum yang berlaku. 

7. Presiden Jokowi-MA segera mencopot jabatan Polda NTB, Kaporles NTB, serta seluruh jajaran yang telah mengebrek dan meneror, pemukulan serta menangkap secara paksa.

8. Mengutuk Keras Ketua GMKI yang melakukan pemukulan terhadap Ketua AMP KK Lombok dan KSI (Kelompok Studi Indenpenden) pada saat di paksa ke Kapolres Mataram.

9. Mengutuk Keras Kawan-Kawan Papua yang di GMKI memukul Ketua AMP KK Lombok dan KSI. 

10. Segera Bebaskan Kawan ketua AMP KK Lombok "Nyamuk" yang masih di tahan di Kaporles Mataram. 

11. Segera Bertanggung Jawab Saksi-Saksi yang menandatangi surat pernyataan yang di buat tanpa keterlibatan korban, Namun di paksakan unruk Menandatangi dengan ancaman. 

Demikian Surat Seruan  ini kami buat untuk di advokasikan oleh Para penegak bantuan Hukum agar ruang demokrasi di buka seluas luasnya dalam mengemukankan pendapat umum sdan kami serukan kepada seluruh elemen gerakan pro-demokrasi .

Medan Juang, 12 Mei 2021 


 

Ils.Koran Kejora

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!


Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak

Wawawawawawa..wa..wa..wa..wa!


Bangsa West Papua telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 1 Desember 1961. Akan tetapi, pemerintah Republik Indonesia tak mau mengakuinya dan menganggapnya tak lebih dari boneka bentukan Belanda. Pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Soekarno lantas melakukan aneksasi wilayah West Papua melalui program Trikora. Serangkaian operasi militer mengejawantah.

Saat pengakuan kedaulatan Negara Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949, West Papua merupakan koloni tak berpemerintahan sendiri dan diakui demikian oleh PBB dan Belanda yang pada waktu itu menjadi penguasa administratif kolonialnya. West Papua masih berada di bawah kuasa Belanda yang menjanjikan dekolonisasi setidaknya sampai Indonesia melakukan upaya-upaya penggabungan tanah Papua. 

Pasca Trikora, Belanda yang semestinya bertanggung jawab dan berjanjiuntuk melakukan dekolonisasi malah menandatangani Perjanjian New York (New York Agreement) terkait sengketa wilayah West New Guinea pada tanggal 15 Agustus 1962 dengan tanpa melibatkan rakyat West Papua. Perjanjian tersebut hanya melibatkan 3 pihak diantaranya, Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat sebagai penengah. Sekalipun terang sungguh bahwa perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat West Papua.

Perjanjian yang mengatur masa depan wilayah West New Guinea ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal; Pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara, Pasal 12 dan Pasal 13 mengatur proses transfer administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia.

Di tahun 1963, ketika pemerintah Indonesia mengambil alih tanggung jawab administratif atas West Papua, teritori itu tetap berstatus koloni tak berpemerintahan sendiri yang berhak atas penentuan nasib sendiri di bawah hukum internasional. Hak itu diakui oleh Indonesia dalam New York Agreement yang menguatkan fakta bahwa Indonesia tidak memiliki kedaulatan hukum atas West Papua. Keberadaan Indonesia di West Papua adalah administrasi kolonial yang bisa bersifat permanen hanya jika rakyat West Papua memilih integrasi melalui penentuan nasib sendiri dengan prosedur yang disyaratkan oleh hukum internasional.

Kemudian, satu-satunya penentuan nasib sendiri yang dilakukan adalah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969 dengan hanya melibatkan 0,2% dari populasi di West Papua dalam pengambilan suara, itu pun dikondisikan setuju untuk integrasi dengan Indonesia. Kredo “musyawarah untuk mufakat” dipakai Indonesia untuk melegitimasi pelaksanaan Pepera yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta pelanggaran HAM berat. Hasil dari pelaksanaan Pepera tersebut dicatat di Sidang Umum PBB lewat Resolusi 2504 (XXIV). Tidak disebutkan bahwa Pepera telah dilaksanakan sesuai dengan New York Agreement. Tidak disebutkan bahwa prosesnya memenuhi standar penentuan nasib sendiri seperti yang diamanatkan oleh Resolusi PBB 1514 dan 1541 (XV). Sehingga, penentuan nasib sendiri lewat Pepera itu tidak sah.

Dan oleh sebab tidak sahnya proses penentuan nasib sendiri itu, maka West Papua juga bukanlah bagian sah dari Indonesia. West Papua tetaplah teritori tak berpemerintahan sendiri dan kini sedang berada di bawah pendudukan.

Teror, intimidasi, diskriminasi rasialis, penangkapan, penculikan, penahanan, penembakan, pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi sampai sekarang. Berbagai operasi militer di West Papua telah menelan banyak korban. Penutupan akses jurnalis, pembatasan internet, dan penyebaran disinformasi dilakukan untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi di West Papua. Aparat menyiksa dan melakukan usaha pemerkosaan terhadap tahanan politik. Wilayah West Papua dibagi-bagi seperti kue. Otonomi khusus hanyalah gula-gula yang tak menjawab persoalan keadilan bagi bangsa West Papua. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia.

Di hari deklarasi kemerdekaan Bangsa West Papua ini, kami menyerukan kepada dunia internasional untuk membangun konsolidasi solidaritas perjuangan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua, mengajak rakyat Indonesia untuk mendukung perjuangan bangsa Papua dalam menentukan nasibnya sendiri, dan menyatakan sikap politik kami kepada pemerintah Republik Indonesia, Belanda dan PBB untuk segera:

1. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua

2. Tolak Otonomi Khusus jilid II

3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua

4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua

5. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia

6. Bebaskan tapol West Papua tanpa syarat

7. Tolak Daerah Otonomi Baru di West Papua

8. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh dan tolak pengembangan Blok Wabu

9. Usut tuntas pelaku penembakan pendeta Jeremiah Zanambani

10. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal pelanggar HAM

11. Hentikan rasialisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri

12. Hentikan Operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, dan seluruh wilayah West Papua lainnya

13. Cabut Omnibus Law!


Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami berterima kasih atas dukungan, partisipasi dan kerja sama dari semua pihak.

Salam Pembebasan Nasional!

Medan Juang, 1 Desember 2020



 

Ils. Gambar Perantara

Front Rakyat Indonesia untuk West Papua(FRI-WP)
dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
                                                                                                                                                                  

“Perjanjian New York, Jalan Aneksasi Ilegal Indonesia atas Bangsa West Papua”

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak

Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Penandatanganan Perjanjian New York (New YorkAgreement) antara Indonesia dan Belandayang melibatkan Amerika Serikat sebagai pihak penengah terkait sengketa wilayah West Papua (WestNieuw-Guinea)telah terjadi pada 58 tahun lalu, tepatnya 15 Agustus 1962. Saat itu, WestNieuw-Guinea dianggap sebagai wilayah yang belum berpemerintahan sendiri, sehingga penandatanganan Perjanjian New Yorkadalah peristiwa yang sarat kepentingan imperialis dan kolonial (kolonial Belanda maupun Indonesia yang kemudian menjadi kolonial baru). Perjanjian itu bermasalah karena dilakukan tanpa melibatkanrakyat WestPapua. Padahal, perjanjian tersebut berhubungan dengan keberlangsungan hidup dan masa depan rakyat dan bangsa WestPapua.

Perjanjian yang mengatur masa depan wilayah West Papua ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur sedikitnya 3 macam hal, di mana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self-Determination) yang didasarkan pada praktik internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote). Sementara pasal 12 dan 13 mengatur transfer administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia.

Pada 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan administrasi wilayah West Papua pada pemerintah Indonesia. Setelah transfer administrasi, Indonesiabertanggung jawab mempersiapkan pelaksanaan pembangunan di WestPapuadan terutama penentuan nasib melalui referendumsesuai amanah kesepakatan dalam Perjanjian New York.Celakanya, Indonesia malah melakukan pengondisian wilayah melalui berbagai operasi militer untukmenumpas gerakan pro kemerdekaan rakyat WestPapua yang menghendaki West Papua untuk mendirikan pemerintahan sendiri.

Celakanya lagi,klaim terhadap wilayah West Papua oleh Indonesia dilakukan sebelum proses penentuan nasibdilaksanakan. Pada 7 April1967,Freeport sebagai perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika Serikat telah menandatangani kontrak pertamanya dengan pemerintah Indonesia. Sementara PEPERA sebagai pengejawantahan referendum yang juga bermasalahitu baru digelar dua tahun setelahnya.

Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dilakukan secara tidak demokratis, di manahanya 1.026 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dibawa tekanan todongan senjata, intimidasi dan teror untuk memilih integrasi ke NKRI. Sehingga cuma 175 orang yang memberikan pendapat dari kurang lebih 800.000orang Papua yang memiliki hak suara saat itu.

58 tahun telah berlalu sejak penandatanganan Perjanjian New York, Indonesia masih berupaya menancapkan pengaruhnya di tanah WestPapua melalui kebijakan Otonomi Khusus (Otsus). Otsus di Papua sudah berusia hampir 20 tahun lamanya. Namun sejak UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus diberlakukan justru tidak ada perlakuan khusus yang bisa didapatkan oleh rakyat West Papua. Apa yang tampak khusus tak lain hanyalah pengiriman pasukan militer secara besar-besaran ke tanahWest Papua. Kenyataannya Otsus tidak bisa memproteksi masyarakat adat WestPapua dari perampasan tanah untuk kepentingan investasi, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang menjadi amanah dalam undang-undang Otsus tidak pernah dijalankan,tidak ada upaya untuk mengungkapkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua, sementara dari tahun ke tahun kasus pelanggaran HAM terus bertambah. Otsus tak lebih dari sekadar alat untuk meredam aspirasi politik rakyat Papua yang menghendaki hak penentuan nasib sendiri.

Upaya-upaya untuk meredam aspirasi politik rakyat Papua tidak hanya dilakukan dengan bujukan gula-gula Otsus. Penangkapan dan pemenjaraan dengan pasal makar terhadap orang Papua maupun aktivis yang berbicara isu Papua telah menjadi pola bagi pemerintah Indonesia untuk lebih keras membungkam.  

Maka, dalam peringatan 58 Tahun Perjanjian New York, kami Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) bersama Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan sikap politik kami kepada Rezim Jokowi-Ma’ruf Amin, Belanda, Amerika Serikat, dan PBB untuk segera:

1. Memberikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Rakyat Papua.

2. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Sebagai Syarat Damai.

3. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, dan yang Lainnya, yang Merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua.

4. Amerika Serikat Harus Bertanggung Jawab atas Penjajahan dan pelanggaran HAM yang Terjadi terhadap Bangsa West Papua.

5. Demiliterisasi Zona Nduga, West Papua.Cabut Peraturan Presiden No. 40/2013 yang melegalkan keterlibatan militer dalam proyek pembangunan jalan Trans-Papua.

6. Buka akses Jurnalis Internasional dan Nasional ke West Papua.

7. Kebebasan Berkumpul, Berpendapat dan Berekspresi bagi rakyat West Papua.

8. Bebaskan seluruh tahanan politik WestPapua tanpa syarat.

9. Tolak Otsus Jilid II.

10. Cabut SK Drop Out sepihak 4 mahasiswa Universitas Khairun Ternate.

Demikian pernyataan sikap ini. Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat West Papua untuk bersatu dan berjuang merebut cita-cita pembebasan nasional. Atas perhatian dan dukungan seluruh rakyat Indonesia dan West Papua, kami ucapkan terima kasih.

Salam Pembebasan Nasional West Papua!
Medan Juang, 15 Agustus 2020

Ilustrasi Gambar oleh Koran Kejora
Aksi Bersama
Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua [FRI-WP] _____________________________________________________________________________

Memperingati 35 Tahun Kematian ARNOLD C AP Pembebasan Nasional Rakyat Papua Barat

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Gerakan kebangkitan seni dan budaya Papua Barat dipelopori oleh Arnold Clemens Ap, Sam Kapisa, dan kawan-kawannya mahasiswa Universitas Cendrawasih (Uncen) di Jayapura. Gerakan mahasiswa yang bergerak di bidang seni dan budaya ini lahir pada tahun 1972. Aktivitasnya dimulai dari gereja-gereja, panggung ke panggung, hingga terakhir di RRI Nusantara V Jayapura. Gerakan ini kemudian terus tumbuh dan berkembang. Pada tanggal 15 Agustus 1978 grup musik bernama Mambesak diinisiasi Arnold C. Ap, dan kawan-kawannya. Tujuannya adalah untuk menghibur hati masyarakat bangsa Papua Barat yang sedang diintimidasi, dianiaya, diperkosa, dan dibunuh di atas tanahnya sendiri.

Mambesak memberikan inspirasi yang kuat dan membangkitkan nasionalisme bangsa Papua Barat. Berbarengan dengan itu, perlawanan terhadap Republik Indonesia semakin lama mulai menguat di daerah-daerah Papua Barat lainnya. Namun sayang, pemerintah Indonesia gerakan kebudayaan yang diusung Mambesak sebagai sesuatu yang berbahaya, sehingga mereka menangkap Arnold Ap. Ia ditahan sejak November 1983 karena dituduh sebagai sebagai OPM kota yang ikut berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Arnold Ap kemudian dibunuh Pemerintah Indonesia melalui Kopassandha (kini Kopassus). Mayatnya ditemukan tanggal 26 April 1984 di Pantai Base G, Jayapura.

Pembunuhan Arnold Ap diatur dengan skenario melarikan diri. Sebelumnya, Arnold secara sengaja dibebaskan oleh Kopassandha dari dalam tahanan. Kemudian, Arnold yang hendak menyeberang ke Papua New Guinea—menyusul istri dan anaknya yang telah mengungsi sebelumnya—justru ditembak mati. Selain Arnold, rekannya, Eduard Mofu, juga dibunuh dan ditemukan terapung di permukaan laut Pantai Base G, Jayapura. Luka tembak menganga di dada dan perutnya. Atas kejadian tersebut, di Jayapura, sekitar 800 rakyat Papua Barat melarikan diri ke perbatasan Indonesia-Papua Nugini, sebagai bentuk protes atas sikap tidak manusiawi Indonesia terhadap Bangsa Papua Barat. Pada hari yang sama sekitar 300 rakyat Papua Barat melakukan long march mengantar mayat mendiang Arnold Ap dari Jayapura menuju Tanah Hitam, tempat peristirahatan terakhir Arnold Ap.

Bagi rakyat Papua Barat, walau Arnold Ap dibunuh, jiwanya tetap hidup bersama rakyat dan bangsa Papua Barat. Dia sudah tidak ada tetapi semangatnya telah membangkitkan semangat perlawanan rakyat Papua Barat. Nama Arlold Clemens Ap bagi rakyat Papua Barat adalah simbol, identitas, dan bapak budaya bangsa Papua Barat. Karenanya, tanggal 26 April menjadi momen bersejarah bagi rakyat Bangsa Papua Barat, karena pada tanggal tersebut adalah tanggal kematian sang budayawan, yang berhasil mempersatukan kurang lebih 250 suku yang mendiami Pulau Papua Barat melalui gerakan seni dan budaya, melalui grup musik Mambesak.

Identitas kepapuaan tumbuh seiring dengan pergolakan kekuasaan yang terjadi di tanah Papua Barat. Pergolakan itu terjadi sejak Indonesia menduduki tanah dan rakyat bangsa Papua Barat pada dekade 1960-an. Ketika itu, sebenarnya bangsa Papua Barat telah mendeklarasikan kemerdekaan pada 1 Desember 1961. Baik secara de facto maupun de jure. Namun karena Indonesia tidak terima, bersama Amerika Serikat dan Belanda mereka membuat pertemuan di New York dan membuat New York Agreement pada 15 Agustus 1962 serta Roma Agreement pada 30 September 1962. Dua perjanjian—yang dibuat tanpa melibatkan orang Papua—menjadi dijadikan legitimasi pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 14 Juli- 2 Agustus 1969 yang sarat manipulasi dan intimidasi. Akhirnya Pepera pun hanya jadi alat Indonesia untuk menganeksasi Papua Barat.

Dengan demikian, sejarah bangsa Papua Barat setelah 1969 menunjukkan Pepera menjadi salah satu akar konflik yang berkepanjangan. Konflik yang hingga kini melahirkan tragedi-tragedi pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, dan perampokan oleh militer Indonesia serta kekuasaan modal yang saat itu dibekingi  rezim Suharto. Kala itu, lagu-lagu nasionalisme bangsa Papua Barat dibungkam dengan jalan kekerasan.

Hari ini pun hak demokrtatik rakyat Papua masih terjadi dibungkam. Terutama mahasiswa Papua, mereka begitu sering direpresi militer, kampus, dan pemerintah. Diskusi dan demo damai yang membicarakan HAM, menyanyikan lagu-lagu Mambesak, ataupun mementaskan budaya nasional Papua Barat masih sering dilarang atau dibubarkan oleh negara kolonial Indonesia. Itu terjadi pada  mahasiswa Papua Barat di Tanah Papua maupun di luar Papua. Rakyat sipil di kampung maupun kota di Tanah Papua kerap terancam secara sistemik oleh militer melalui teror, penyisiran, penembakan, peledakan bom, penganiayaan, pemerkosaan, pembongkaran rumah warga, pembunuhan hewan peliharaan, dan beragam intimidasi lainnya. Aktivis serta kantor perjuangannya dibakar, seperti terjadi pada kantor KNPB dan ULMWP.

Ruang demokrasi sengaja dirusak dan dibungkam agar akumulasi modal dapat terus merusak alam dan rakyat Papua. Bahkan populasi rakyat Papua Barat semakin menurun dari tahun ke tahun akibat  genosida perlahan yang pemerintah kolonial lakukan terhadap rakyat Papua Barat. Pemerintah kolonial enggan melihat latar belakang sejarah gerakan kemerdekaan bangsa Papua Barat. Rakyat Papua Barat secara umum tidak menginginkan Indonesia berkuasa di atas tanah Papua Barat. Rakyat Papua Barat mengehendaki hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi terbaik.

Karenanya, dengan memperingati hari kematian Arnold Ap, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua) menuntut pemerintah kolonial Indonesia dan Persatuan Bangsa-Bangsa untuk segera:

1. Berikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua
2. Usut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua
4. Tutup dan hentikan segala aktivitas eksploitasi semua perusahaan multinasional imperialis; seperti Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo, dan lain-lain, dari seluruh Tanah Papua
3. Tarik militer (TNI-POLRI) organik dan non organik dari Tanah Papua 
4. Usut tuntas dan adili kasus pembunuhan terhadap Arnold C Ap dan kawan-kawannya
5. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya serta beri akses jurnalis nasional dan internasional di Papua Barat

Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, pembungkaman, penindasan, dan penghisapan, terhadap rakyat dan bangsa West Papua.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Medan Juang, 24 April 2019

Gambar Ilustrasi AMP
"Seruan aksi  :AMP dan FRI-WP Siap Memperinggati Hut
Papua Barat Yang ke 56"
Deklarasi Kemerdekaan Negara Papua Barat sejak 1 Desember 1961, nyatanya tidak akui oleh klonialisme  Indonesia dan setan imperialisme  Amerika dan antek-antennya dengan beberapa  tupi daya dan alasan klaim yang tidak  logis . Wujud dari tindakan Indonesia yang tidak mengakui pembentukan Negara Papua. Papua dilakukan dengan invasi militer yang dilakukan sejak dikeluarkannya TRIKORA (Tiga Komando Rakyat ), 19 Desember 1961 di Alum-Alum Utara Yogyajarta. Mobilisasi kekuatan militer dilakukan untuk menggagalkan Negara, yang baru berumur 18 hari tersebut. Berbagai opersi militer dilancarkan untuk menganeksasi Papua Barat  secara brutal kedalam pengakuan Indonesia.

Dalam waktu persamaan pula klonialisme indonesia dan bajingan imperilaisme amerika dan antek anteknya. Terus bermain berbagai retorika politik secara sepihak dalam drama politik terus terjadi di papua barat dekade1960an -1970 dan mengsampingkan hak hak dasar rakyat papua dalam pristiwa-pristiwa politik seperti, 15 Agustus 1962 sebagai hati  persetujuan New York yang mengatur tentang pemerintahan sementara di Papua dan mempersiapkan pelaksanaan hak menentukan nasib bagi Rakyat Papua. Kemudian dari bulan Juli-Agustus 1969 dilahirkan tindakan pilih bebas bagi Rakyat Papua, yang oleh di Indonesia dinamakan Penentuan Pendapat Rakyat ( PEPERA). Pelakasanaan PEPERA dilakukan dibawah tekanan, terror dan intimidasi aparat keparat Indonesia.

Berdasarkan sejara . Indonesia berhasil menggagalkan berdirinya Negara Papua dan memakasakan Rakyat Papua untuk bergabung dengan Pemerintah klonialsme indonesia, perjuangan untuk mewujudkan terbebentuknya sebuah Negara Papua tidak akan pernah surut. Berbagai pergangtian rezim penguasa  di Indonesia, mulai dari rezim militeristik Soeharto hingga rezim saat ini JOKOWI-JK  tidak mampu meredam semangat  perlawanan . Berbagai kebijakan kebijakan  seperti Otonomi Khusus, Pemekaran, OTSUS Plus , UP4B tidak mampu meggalaukan keinginan Rakyat Papua untuk mendirikan Sebuah Negara.

Dengan demikian penyakit  di hadapi  oleh rakyat papua Barat  dan terus menjadi  darah dagin di tanah   west papua  saat ini, bukan persoalan kesejahteraan dan kesenjangan sosial atau persoalan ketidaksetaran ekonomi, tapi rentetan status  politik Papua barat yang benar-benar direbut oleh rakyat papua terutama400an kaum inteltual papua barat yang mencoretkan sejara persitiawa politik nation Papua.

Maka, kami Alansi Mahasiswa papua (AMP) dan Front Rakyat indoensia- west Papua (FRI_WP) mengajak Kawan-Kawan Mahasiswa/I Papua (Rakyat Papua) dan seluruh elemen prodemokrasi indonesia (Rakyat Indonesia) mengundang untuk terlibat dalam Aksi Massa yang akan di lakukan dalam rangka peringatan 56  Tahun Deklarasi Kemerdekaan Bangsa Papua 1 Desember 2017.

Hari/Tangal   : Jumat 01, Desember 2017
Waktu : 10.00 wib - selesai
Titik Aksi : Kantor   Freeport,Plaza 89 Kuningan Jakarta
Thema          : TUTUP FREPORT, Hak menetutakan nasib sendiri solusi demokratis Bagi rakyat Papua Barat

Demikian seruan aksi ini kami buat, atas partisipasi dan kehadiran kawan-kawan mahsiswa/I Papua (rakyat Papua) dan elemen elemen prodemokrasi indonesia (rakyat indonesia) dalam aksi damai mmperingati Hut-papua Barat yang ke- 56`kami ucapkan banyak terimakasi.

Salam....!

                                                                                                        Jakarta 30, November 2017

     Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Dan Front Rakyat Indonesia - Free West Papua (FRI-WP)

Seruan Aksi AMP & FRI-WP Jakarta, senin (03/04/2017)

Seruan Aksi!

Keberlagsungan klonialisasi dan imperialisasi di Papua Barat terus terjadi dan terselubuh dalam kehidupan rakyat dan tanah di Papua Barat menjadi respon  positif pemerintahan klonialis indonesia dan imperialis amerika dan sekutunya  terhadap rakyat papua  barat dalam upaya membaggun kepercayaan terhadap harkat dan martabat sebagai sebuah Bangsa yang harus   patuhi di hargai  justru menjadi tumbal  serimonial yang belakah oleh  tuan tuan penggisap, pengguras  penindasan,   dalam perumusan  seluruh perangkat perangkat terutama  pemusnaan malanesian di west papua .

Sejak papua barat di aneksasikan kedalam kekuasan klonialis indonesia yang tidak demokratis pada 1960an lalu. Merupakan  Kebijakan yang     telah menujukan ekspresi kekejaman dan    awal pemusnaan manusia dan tanah papua barat yang kemudian melajukan realisasi peraktek militeristik  hingga dekade menjadi sejara pahit bagi rakyat papua. Dimana pemusnna etns manusia papua barat berhadapkan dengan unsur  disikriminasi, rasialisasi, ditangkap, disiksa, di perkosan baik dalam tingkat, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya,pemerintahan terutama diskriminasi dan rasialisasi dalam bidang kesehatan sebagai tempat mengakses citra manusia papua  dari kesulitan  kesehatan yang kurang normatif dan efektif.

Seperti yang telah dan sudah  terjadi diakhir akhir ini dimana suku Korowai kemiskinan dalam kekurangan fasilitas kesehatan dan. Masalah kesehatan tentu bukan masalah baru untuk Papua. Usianya setua pelanggaran HAM di tanah Papua sejak Papua menjadi bagian dari Indonesia. Hampir semua wilayah Papua memiliki masalah kesehatan yang hampir sama yaitu soal fasilitas minim dan tenaga kesehatan yang kurang bahkan tidak ada sama sekali.

Jumlah wilayah atau puskesmas yang kurang tenaga kesehatan atau bahkan tidak ada itu tak terhitung lagi. Barisan daftarnya sangat panjang. Bisa sepanjang rantai yang terbuat dari emas Freeport. Kesehatan masyarakat Korowai adalah salah satu dari barisan tak terhitung itu.

Dengan alasan tak ada listrik atau sinyal dan lain-lain, banyak petugas kesehatan yang meninggalkan masyarakat yang sakit dan tinggal di kota. Sesekali petugas kesehatan kembali untuk mengunjungi masyarakat yang menjadi tanggungjawab pelayanannya. Tentu harus diakui ada juga petugas kesehatan yang rela menanggalkan gemerlap modernitas demi kemanusiaan. Mereka ini adalah pahlawan sesungguhnya.
Melihat kondisi objektif kesehatan yang tidak normatif  tersebut diatas? Jelas bahwa,  klonialis indonesia dan sekutunya  telah berhasil resolusikan kroni kroni penggisap di papua barat justru berdampak buruk terhadap Tanah dan rakyat papua barat sehingga pemusnaan manusia papua barat menjadi angin segara yang terjadi  secara ril.

Untuk itu dalam dalam kunjungan Pelapor Khusus PPB Bidang kesehatan di Indonesia terutama di papua  selama tiga hari kemaring terhitung kamis 30 Maret 2017  - Minggu 02 April Minggu  dan di lanjukan dengan konfrensi Pers Di Jakarta Gedung PBB sehingga di harapkan untuk semua kawan kawan Mahasiswa Papua (Rakyat papua) hadir dalam kegiatan aksi yang di lakuan pada:

Hari/Tanggal     : Senin 03 Maret2017
Waktu    Aksi   : 14.00 siang-selesai
Tempat             : Gedung PBB Jakarta Pusat
Titik kumpul    : Yamewa Sekret AMP
Thema              : UN Responsible For Slowmotion Genocide And Failure To Decolonize West Papua


Demikian seruan aski ini kami serukan, atas kehadiran dan partisipasi kawan Kawan Mahasiswa “ Papua rakyat” yang peduli terhadap kemanusia di dunia, indonesia terutama papua barat. Kami ucapkan banyak terimakasi. Jabat Erat


Jakarta, 02 April 2017

Penangung Jawab Aksi

Aliansi Mahasiswa Papua Dan Frond Rakyat Indonesia Untuk Free West Papua






TUTUP FREEPORT DAN BERIKAN HAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI BAGI RAKYAT BANGSA WEST PAPUA





Gambar. Seruan Aksi AMP dan FRI For West Papua. (doc.ampnews.org)

 Editor : Gideon M. Adii

 Pembiadapan Negara Kolonialisme Indonesia dan tuannya  Imperialisme Kapitalis Global Amerika Serikat dan sekutunya  sudah dan terus berhasil melenyapkan  sejarah Bangsa West Papua serta  menghisap darah dan daging manusia  bangsa West Papua di sokong lewat elit Oligarki serta   antek-anteknya Militerisme yang kemudian militerisasi di teritorial Malanesian di West Papua berakibat pada pemusnaan Etnis Rakyat Bangsa West Papua  sekaligus menguras, mengisap, menindas dan  perangkat” Lainnya.

Awal Bangsa West Papua di  Aneksasi administrasi Kenegaraannya di masukan secara paksa penih dengan Manipolitik  oleh Kolonialisme Indonesia  dan Imperialisme Eropa “Amerika”   dalam Ruang UNTEA “Pemerintahan Sementara PBB “merupakan awal dari ekspresi penjajahan Imperialis Amerika dan agen-agennya Kolonialisme  Indonesia di West Papua dan untuk melegitimasi konspirasi ekonomi politik oleh yang terkandung dalam Bumi Cenderawasi West Papua dan terus menghalau gejala perlawanan rakyat bangsa West Papua yang diperjungkan oleh berbagai fasional terhitung 1960an hingga dekade lebih dari 55 Tahun.

Penjajahan dan Pembiadapan berlanjut dan terus terjadi dan nampak  di akhiri secara spesifik  dimana Kolonialisme Indonesia dan tuan Imperialisme Amerika “PT. Freeport” Kisrus memperdebat dan mempersoalkan PT. Freeport Yang Ada di bumi  Amungsa Timika Papua Barat tanpa melibatkan rakyat dan bangsa West Papua sebagai pemilik negeri, baik itu dalam pengambilan kebijakan-kebijakan tertentu menyangkut eksploitasi pertambangan PT. Freeport.

Sejak Freeport pertama masuk dan dilakukan Kontrak Karya  tepat 07 April 1967an hingga dekade ini. Justru berdampak buruk terhadap kerusakan lingkungan  dan mengancam, merampas Tanah Tanah Milik rakyat Bangsa West Papua di bumi Amungsa Timika West Papua  akibat menurunya populasi Manusia West Papua  kematiannya Terus meningkat.

Dengan adanya pembodohan, pembiadaban dan penindasan nasional selama pertambagan Emas dan Batu bara PT.Freeport Beroperasi di bumi Amungsa Timika West Papua, yang berdampak buruk terhadap semua sektor sosial masyarakat terutama mengakibatkan terhadap pemusnahan etnis bangsa West Papua menjadi persolan hangat yang menghantui secara berbabar.

Maka, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Dan Frond Rakyat Indonesia Untuk Free West Papua (FRI_WP), menyeruhkan kepada Mahasiswa/I Papua “Rakyat bangsa West Papua”  dan Rakyat Indonesia “Prodemokrasi Indonesia” khususnya kepada semua komponen Individu, faksional, yang lapar dan haus akan keadilan Nasional dan Anti Terhadap Penghisapan, Pengurasan, Penindasan terhadap Manusia dan Tanah. Untuk hadir dan berpartisipasi dalam Demonstrasi yang akan dilakukan Pada:

Hari Tanggal     : Senen, 20 Maret 2017
Waktu                : 12.00 Siang-Selesai              
Titik Aksi           : Setia Budi Building, Kuningan Jakarta Selatan
Sasaran Aksi      : Plaza Freeport Gedung 89
Titik kumpul      :Sekretariat AMP (Yamewa) Jl. Asembaris Gang H, No.37 
                               Kebon Baru Jakarta Selatan.
CP                       : Korlap 085776833872 (Erepul Sama)
Thema                 : TUTUP FREEPORT DAN BERIKAN HAK MENETUKAN NASIB 
                                  SENDIRI BAGI RAKYAT BANGSA WEST PAPUA.

Demikian seruan Aksi Ini kami sampaikan, atas kehadiran dan partisipasi dari rakyat bangsa West Papua dan Rakyat Indonesia yang peduli terhadap kemanusian di Papua Barat, indonesia dan dunia. Kami ucapkan Banyak Terimakasih.            

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) 
Dan 
Frond Rakyat Indonesia Untuk Free West Papua (FRI-WP) 
Jakarta



Poster seruan aksi AMP Komite Kota Semarang-Salatiga.

"Cabut RESOLUSI PBB 2504! Berikan Kebebasan Dan Hak Menentukan Nasib Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat"

Resolusi PBB 2504 yang dikeluarkan pada tanggal 19 November 1969 yang mengesahkan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), Juli-Agustus 1969 merupakan bentuk penghianatan PBB terhadap demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) rakyat Papua sebagai satu kesatuan masyarakat dunia yang harus diperlakuakan dengan secara adil dan bermartabat. Pelaksanaan PEPERA yang tidak demokratis dan penuh manipulasi, teror dan intimidasi bahkan penangkapan, pemenjaraan dan pembunuhan terhadap rakyat Papua yang pro-kemerdekaan harus dilakukan oleh Indonesia untuk menduduki Papua. Selain itu PEPERA meningkari isi Perjanjian New York yang mengharuskan tindakan penentuan nasib sendiri di Papua harus dilakukan melalui mekanisme internasional yaitu ‘one man one vote’. 

Faktanya PEPERA yang tidak demokratis dan tidak sesuai mekanisme internasional itu dilakukan dengan 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat untuk bergabung dengan Indonesia. Fakta lain yang menunjukan keterlibatan PBB dalam peningkaran terhadap hak-hak demokratis rakyat Papua bahwa Resolusi 2504 membenarkan Kontrak Karya I Freeport dan pemerintah Indonesia yang dilakukan 2 tahun sebelum PEPERA dilakukan yaitu pada 7 April 1967. 

Maka, untuk menyikapi momen disahkannya Resolusi PBB 2504, Aliansi Mahasiswa Papua mengajak Kawan-kawan Mahasiswa Papua untuk terlibat dalam aksi demo damai yang akan dilakukan pada:

Hari/Tanggal : Sabtu, 19 November 2016 Waktu             : 09:00 - selesai
Titik Kumpul :Kontrakan Koteka
Titik Aksi : Patung Kuda Undip Semarang Rute Aksi : Patung Kuda Undip Peleburan-Jl Pahlawan Bundaran Simpang Lima

 Thema : “Cabut RESOLUSI PBB 2504! Berikan Kebebasan Dan Hak Menentukan Nasib Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”

Demikian seruan aksi ini kami buat, atas partisipasi dan dukungan Kawan-kawan kami ucapkan terima kasih. Salam!

Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Semarang-Salatiga (AMP KK Sesal)

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats