Halloween party ideas 2015

doc.amp @korankejora


Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-WP), Carkrawala Muda Kerakyatan (CMK) dan Serikat Pembebasan Perempuan (SIEMPRE); meyelenggarakan Diskusi Publik Refleksi 3 Tahun Rasisme. Pada kamis, 18 Agustus 2022 waktu 17.00 mulai dari pukul 18.30 sampai selesai, di kontrakan puncak Papua Yogyakarta.

Rasisme adalah prasangka buruk berdasarkan keturunan bangsa. sebuah paham ras diri sendiri  ras yang paling unggul dan melihat dari perlakuan negara Indonesia terhadap rakyat Papua bahwa orang Papua dianggap sebagai manusia yang tidak layak hidup dan primitif. Anggapan seakan mereka saja yang dapat layak hidup dan kami manusia OAP (Orang Asli Papua) bukan manusia tapi binatang begitu....Rasisme itu melihat dari negara-negara yang pernah Jajah seperti Indonesia. Rasisme sudah ada sejak bangsa Papua masuk dalam kolonial Indonesia. Rasisme itu produk dari kolonial itu sendiri. Indonesia sudah merdeka tapi masih terjajah oleh Amerika, Inggris, Jepang, dan China dan negara imperialisme lainnya.

PT Freeport mensejahterakan suku Amume dan Kamoro bahasa yang di bangun oleh negara colonial. Mana buktinya?

Yang jelas terjadi di Papua adalah genosida dan penggungsian, tidak sejahtera, sisi ekonomi sosial, pendidikan budaya, dll.

Rakyat Papua adalah korban rasisme sepanjang perjuangan rakyat Papua bukan pelaku Rasisme.

Dan Melihat dari sejarah prasangka yang menganggap seolah ras tertentu (dibandingkan ras lainya) memiliki sifat maupun kelakukan buruk sebagai bawaan hakikat, biologis, maupun turun-temurun, sekaligus perseksusi atau pun penindasan penindasan sistematis berdasarkan prasangka tersebut. Rasisme dalam beberapa kasus juga diiringi mitos kemahaunggulan ras ras dari pelaku rasisme tersebut muncul dari perbudakan modern pada masa awal kapitalisme oleh para kapitalis Eropa dan Amerika untuk memperbudak kaum kulit hitam Afrika di perkebunan-perkebunan wilayah mereka. Dalam perkembangan, rasisme bukan lagi hanya menggunakan superioritas biologis, namun juga perbedaan etnis, budaya, dan bahkan agama. Rasisme demikian juga berkembang di Indonesia.

            Sejak awal perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan colonial Belanda, Bangsa Papua tidak pernah terlibat dalam pembentukan Negara-Bangsa Indonesia, baik itu melalui sumpah pemuda maupun dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI. Para nasionalis Papua memproklamasikan kemerdekan pada 1 Desember 1961. Namun ambisi rezim Soekarno untuk meluaskan kekuasannya ke setiap wilayah bekas Hindia Belanda menggagalkan proklamasi tersebut dengan melakukan dengan operasi militer Tri Komando Rakyat (Trikora) di Alun-alun Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961.

Kemudian melihat lagi rasialistik yang dialami oleh rakyat Papua selama perjuangan, dan kembali melihat beberapa bentuk rasisme yang terjadi terhadap orang asli Papua (OAP). Hal itu terjadi karena mindset yang dibentuk dari para imperialis.

Mulai dari hinaan bentuk fisik seperti warna kulit, rambut, dan bentuk fisik. Bahkan diskriminasi di tempat belajar, tempat kerja, pengadilan, hingga tindakan intimidasi oleh aparat keamanan. Hampir seluruh manusia kulit hitam dibelahan dunia di diskriminasi hanya karena warna kulit.

Merebaknya protes anti-rasisme seperti Black Lives Matter, Papuan Lives Matter, dan yang terkini Stop Asian Hate adalah akumulasi kemarahan terhadap diskriminasi rasial yang melanggar hak orang sejak berabad-abad lalu, yang menyebabkan berbagai kesenjangan yang merugikan sampai sekarang.

            Mari kita kulik lebih jauh apa yang dimaksud dengan rasisme dan mengapa harus dibasmi tuntas. Rasisme adalah perbedaan perilaku dan ketidaksetaraan berdasarkan warna kulit, ras, suku, dan asal-usul seseorang yang membatasi atau melanggar hak dan kebebasan seseorang.

Rasisme juga sering diartikan sebagai keyakinan bahwa manusia dapat dibagi menjadi kelompok terpisah berdasarkan ciri biologis yang disebut “ras”. Gagasan ini juga menyakini ada hubungan sebab akibat antara ciri fisik suatu ras dengan kepribadian, kecerdasan, moralitas, dan ciri-ciri budaya dan perilaku lainnya, yang membuat beberapa ras secara ‘bawaan’ lebih unggul dari yang lain.

            Lilian Green, pendiri North Star Forward Consulting ( Konsultasi Lanjut Bintang Utara ), organisasi yang merekomendasikan kebijakan, praktik, dan prosedur untuk melawan opresi sistemik di AS, menyebut bahwa rasisme punya empat dimensi: internal, interpersonal, institusional dan sistemik.

Rasisme internal mengacu pada pikiran, perasaan dan tindakan kita sendiri, sadar dan tidak sadar, sebagai individu. Contohnya seperti mempercayai stereotip ras yang negatif, atau bahkan menyangkal adanya rasisme.

Rasisme interpersonal adalah tindakan rasis dari seseorang ke orang lain, yang bisa mempengaruhi interaksi publik mereka. Misalnya perilaku negatif seperti pelecehan, diskriminasi, dan kata-kata rasis.

Rasisme institusional ada dalam institusi dan sistem politik, ekonomi, atau hukum yang secara langsung atau tidak langsung melanggengkan diskriminasi atas dasar ras. Ini menyebabkan ketidaksetaraan kekayaan, pendapatan, pendidikan, perawatan kesehatan, hak-hak sipil, dan bidang lainnya. Misalnya, praktik perekrutan diskriminatif, membungkam suara orang dengan ras tertentu di ruang rapat, atau budaya kerja yang mengutamakan sudut pandang kelompok ras dominan.

Rasisme sistemik melibatkan institusi atau entitas berwenang yang menegakkan kebijakan rasis, baik di bidang pendidikan, perawatan kesehatan, perumahan, pemerintah, dan lain-lain. Ini adalah efek riak dari ratusan tahun praktik rasis dan diskriminatif yang masih berlangsung hingga kini.

Pemikiran rasis bisa membuat seseorang punya prasangka buruk terhadap ras tertentu. Prasangka buruk ini bisa berdampak negatif terhadap orang yang terdiskriminasi. Bahkan rasisme mengawali banyak peristiwa mengerikan dalam sejarah dunia, seperti pembantaian Yahudi oleh Nazi.

            Rasisme memandang mereka yang berbeda sebagai bukan manusia, tapi objek yang bisa diperlakukan semena-mena. Di negara yang terbelah konflik rasial, penyiksaan dan perlakuan buruk sering menimpa kelompok yang menjadi target perilaku rasis.

Misalnya, di AS, meski setengah dari orang yang ditembak dan dibunuh polisi berkulit putih, tapi jumlah orang kulit hitam yang ditembak tidak proporsional dibandingkan komposisi demografi AS. Jumlah orang kulit hitam kurang dari 13 persen populasi, tapi yang dibunuh polisi lebih dari dua kali lebih banyak dibanding orang kulit putih.

Setiap satu juta populasi orang kulit hitam, ada 30 orang tewas ditembak polisi. Jumlah ini timpang dengan statistik yang menyatakan dalam setiap satu juta populasi orang kulit putih, 12 orang tewas ditembak polisi. Data ini mengindikasikan dugaan rasisme atau diskriminasi terhadap orang berkulit lebih gelap.

Hal ini dapat di saksikan tiap hari dimana rakyat Papua mati di tangan Militer, di rumah sakit, kecelakaan lari, keracunan makanan, pembunuhan, dan meninggal akibat operasi militer Indonesia.

            Diskusi ini menimbulkan analisa terkait Papua, untuk menyeselesaikan rasisme yang terkontruksi dalam pemikiran sistemik birokratis Indonesia serta cara superior melihat kekuasaan rasialis maupun jalan keluar bagi rakyat tanah air Papua Barat, mengenai Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai akhir rasisme di Tanah air Papua Barat. 

Penulis adalah Agitasi dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta.

Editor: Komite Pusat AMP AGI-PRO

 

Its. Monyet melawan



Oleh: Rudy Wonda


15 Agustus dikenal sebagai salah satu momentum dimana saat itu ada sebuah perjanjian yang tidak terduga dan sama sekali tidak diinginkan oleh Rakyat Papua.

Ketika Soekarno tau bahwa, Rakyat Papua deklarasi sebuah Negara pada 01 Desember 1961, yang kini kita sebut West Papua. Soekarno kumandangkan Tri komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961 dengan tujuan untuk membatalkan kemerdekaan bangsa Papua.

Selanjutnya pada tahun 1962, bermacam-macam operasi Militer diterapkan atas West Papua. Hal itu kemudian membuat banyak masyarakat Papua mengalami pembantaian, pemerkosaan, hingga Pembunuhan Secara besar-besaran.

Persoalan tersebut tidak dibicarakan oleh Indonesia juga Belanda yang saat itu masih berada di Papua. Tetapi malah membuat suatu kesepakatan yang kita kenal dengan New York Agreement 15 Agustus 1962.

Penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York)  antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. 

New York Agreement (Perjanjin New York) adalah suatu kesepakatan yang tidak sah, baik secara yuridis maupun moral. Perjanjanjian New York itu membicarakan status tanah dan nasib bangsa Papua Barat, namun di dalam perbincangan itu tidak ada wakil-wakil resmi bangsa Papua Barat yang hadir atau dilibatkan.

Jadi Perjanjian New York adalah, sebuah praktek Rasis Biadap dan tidak bermoral oleh Indonesia, Belanda, dan Amerika. Maka integrasi (Aneksasi) adalah, sebuah praktek Penjajahan yang baru saat itu oleh Indonesia terhadap Rakyat Papua.

Cerita dari turun temurun tentang sejarah Penindasan ini menjadi satu pengetahuan yang memperjelas bahwa, Siapa musuh Rakyat Papua dan apa yang harus Rakyat Papua lakukan.

Sampai saat ini, Rakyat Papua menolak segala macam tawaran pembangunan Indonesia atas tanah Papua melalui Aksi, Diskusi, artikel, dan lainnya. Maka Semua yang dilakukan oleh petinggi-petinggi Negara dimana saja, itu bukan atas permintaan Rakyat Papua. Namun sebuah upaya Indonesia untuk mempertahankan Penjajahan atas West Papua.

Sekarang yang bisa kita lakukan adalah, Diskusi, menulis, dan Aksi Terus-menerus. Walaupun begitu, tapi Itulah syarat menuju Revolusi West Papua.

Mari bangun inisiatif, ambil bagian dalam kerja-kerja Perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat. 

Hanya Rakyat Papua saja yang akan membebaskan dirinya sendiri.

Berpikir untuk persatuan adalah, usaha yang membangun jalan Revolusi. 

Bertindak untuk wujudkan Revolusi adalah, tindakan yang paling Mulia dimuka bumi ini.


Salam Pembebasan Nasional.

15 Agustus 2022.


Penulis adalah Sekjen 1 Pusat Aliansi Mahasiswa Papua 


ilst. Gambar Koran Kejora Aliansi Mahasiswa Papua
Oleh: Natalis Bukega***

     Persoalan kebangsaan untuk penentuan nasib sendiri merupakan kebutuhan untuk mengagas pergerakan rakyat secara bersama mempersatukan wadah, idealis, Material dan merunjuk pada Praxis resolusioner “ Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Bangsa Papua Barat”. dan tidak terlepas dari aspek historis setiap kelas-kelas penindasan rakyat dengan sejati-nya memperjuangkan jati diri untuk pembebasan Nasional secara manifesto reolusioner.  Gagasan, Mengenai sebuah proses awal mula kebangsaan juga terlihat pada negara-negara yang telah merdeka dan memperjuangkan sebagai negara yang berdaulat secara konstitusional  dari ideologis kebangsaannya masing-masing; sama hal juga bahwa kemerdekaan perjuangan bangsa Papua Barat adalah Hak Penentuan nasib sendiri tanpa intervensi  eksplotasi tertentu di tanah air Papua Barat dan kepentingan kapitalisme, Imperialisme, kolonialisme dalam  merebut demokratis kemerdekaan rakyat bangsa Papua Barat.

     Persoalan kebangsaan di kategorikan dengan beberapa pandangan yang perlu di dorong bersama yakni mulai dengan persatuan nasional dari rakyat yang ingin bebas serta pendukung (solidaritas) untuk mendorong persoalan kebangsaan dalam perstauan nasional. Dari pandangan Rakyat dan Pendukung menjadi satu untuk mendorong berbagai persoalan kebangsaan dalam prekpektif rakyat yang ingin bebas merdeka. Yang mana, dalam proses kebangsaan mengagas Idelogi dan alat pergerakan yang mengarah pada satu prinsip untuk kebangsaan yakni persatuan Nasional dan merebut kelas-kelas perjuangan pada wilayah yang terisolir untuk penentuan nasib sendiri.  Sehingga, terciptanya Persatuan Nasional sebagai alat gerak untuk rakyat dan massa luas merajut apa itu kemrdekaan bagi Rakyat Papua Barat.

     Peranan penting  dalam Persatuan Nasional di Papua Barat, adalah mempersatukan berbagai kalangan mulai dari Individu-Individu, Kelompok-kelompok, Orgnisasi-organisasi, Fraksi-fraksi, kaum mudah/mudi, suku-suku, agama-agama, lembaga-lembaga, kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota, kaum pedagang, kaum nelayan, kaum anak-anak jalanan serta beragama kelas-kelas penindasan di tanah Papua Barat; dan dengan itu, mewujudkan gagasan kebangsaan bersamaan yakni bertujuan pada satu tujuan dalam satu tugu ataupun satu ideologi rakyat memperjuangkan melalui konsep dasar “Persatuan Nasional”, dan terlepas dari kepentingan-kepentingan garis perjuangan yang ideal-lainnya pada Individu-individu, sekelompok-sekelompok, atau organiasi-organiasi tertentu. Melainkan, mampu mempunyai pandangan yang nasionalis mengerakan elemen  gerakan-nya untuk menyatu dalam persatuan nasional rakyat yang ingin bebas merdeka memimpin garis terdepan menuntut hak penentuan nasib sendiri di Papua barat dan di dorong dengan jalur-jalur diplomasi dalam satu wadah “Persatuan Nasional” yang absolut dan mendorogn perjuangan ke arah nasionalisme.

      Dari Konsep Persatuan Nasional untuk sebuah kebangsaan membutuhkan para pejaung-pejuang yang mempunyai satu perjuangan yang mampu mengarahkan berbagai elemen gerakan, bertujuan menujuh untuk membentuk dan mendorong dalam Persatuan Nasional dari semua prekpektif yang berbeda ke  Prekpektif rakyat yang bersatu dan daulat. Dari pergerakan Persatuan Nasional juga,  membutuhkan beberapa tingkatan yang memajukan Ideologi perjuangan yaitu Idealisme (pandangan tentang Ide Kebangsaan) dan Materialisme ( Materi pembelajaran untuk kebangsaan ) serta Praxis ( Praktek, cara-cara keraja pejuang, atau memimpin aksi jalan dan lain-lain) konsep tersebut menuju pada tingkatan dasar perjuangan dan peregerakan persatuan nasional untuk kebangsaan. Dari landasan itu, Rakyat dalam persatuan Nasional akan merevolusikan perjuangan sejati atas dasar sejarah bangsa untuk kebangsaan bersama dari revolusi dalam penentuan nasib sendiri. Konsep ini pernah di gunakan oleh Lenin dalam menjalankan organisasi yang mempersatuakn seluruh uni soviet seperti yang di tulias oleh Ernest Mandel soal “Teori Organisasi Leninis” yang menjelaskan bahwa ada massa, massa yang maju, ada massa inti, dalam proses perjuangan kelas dan teori ini pun bagian dari praxisnya Rakyat Papua Barat dalam penentuan nasib sendiri.  Subjek yang terpenting juga adalah tulisan lenin mengenai Revolusi Sosialis dan Hak Sebuah Bangsa untuk Menentukan nasib sendiri”mengagas mengenai Kemenangan sosialisme harus mencapai demokrasi yang sepenuhnya, dan sebagai akibatnya tidak hanya membawa kesetaraan sepenuh-penuhnya di antara bangsa-bangsa, tetapi juga hak kepada bangsa-bangsa yang tertindas untuk menentuakan nasibnya sendiri, yaitu hak untuk bebas memisahkan diri secara politik”. Realitas untuk persatuan nasional di Papua Barat  merupakan konsep perjuangan melibatkan juga Gerylia persenjataan merebut demokratis dari penjajahan yang terus menjajah rakyat, seperti  yang di tulis oleh T.W.Utomo menganai Revolusi Che Guevara “Sisi-sisi Kehidupan Sang Nasionalisme Sejati” dan dalam konteks ini menuju suatu pembebasan nasional untuk penentuan nasib sediri juga harus mempunyai Gerylia sebagai bagian dari diplomasi dan pertahanan untuk merebut kemerdekaan di tangan rakyat.  Selain dari itu, juga adalah mogok sipil Nasional untuk tuntutan hak rakyat menentukan nasib sendiri. Kondisi seperti ini, perlu di mulai melalui dan membangun “Perstauan Nasional Papua Barat secara Konsistensi bersama dan bertanggunggjawab bersama untuk menuju pada satu nasionalisme yaitu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua Barat di negri sendiri sama seperti kemerdekaan negara-negara lain di muka bumi.

      Dari sudut pandang Papua Barat, Sejarah bangsa Papua Barat mempunyai perjuangan yang panjang mulai dari pelayaran-pelayaran bangsa-bangsa asing (Eropa) masuk di Tanah Papua Barat hingga kekuasaan bangsa Belanda atas  Papua Barat selama 64 Tahun; Sertakan Belanda telah memupuk embrio kemerdekaan bangsa Papua  Barat sejak, 01 Desember 1961 bersama para pelopor sejarahwan/wati  pergerakan rakyat West Papua dalam satu wadah yaitu “Komite Nasional Papua” . Namun, kemerdekaan itu hanya berumur hingga 19 hari saat “trikora” di cetuskan oleh Ir.Soekarno di Alun-Alun Kota Yogya Utara pada 19 Desember 1961  untuk membatalkan Negara Papua Barat yang telah merdeka sama seperti kemerdekaan bangsa lain di dunia ini. Dan mengarah pada proses tahapan Bangsa Papua Barat di aneksasi atau di paksa oleh Indonesai untuk menjadi bagian dari wilayah Indonesia karena mempunyai kepentingan ekonomi dan politik imperialisme, kapitalisme, kolonialisme di Papua Barat, dan melalui aneksasi  01 Mei 1963 secara sepihak Amerika serikat, PBB, Belanda, Indonesia  tanpa mempertanyakan satu pun rakyat Asli Papua Barat untuk bergabung atau tidak Ke NKRI tetapi tidak pernah sama sekali di tanyakan soal itu;  itulah lahir-nya kolonialisme atau pun penjajahan atas Papua barat secara hukum yang ilegal konstitusional Indonesia atas Papua Barat dan PBB yang tidak bertanggung jawab.

     Sehingga, catatan sejarah bangsa Papua  Barat membutuhan pelurusan dalam satu wadah yang nasionalis yaitu “Persatuan nasional Papua Barat”. Maka dari beberapa kondis sejarah yang bisa kita perhatikan bersama adalah mulai dari sejak 1 Desember 1961 sebagai kemerdekaan bangsa Papua Barat dan di mana, telah mengagas  persoalan kebangsaaan melalui kongres Nasional Papua yang pertama oleh para pelopor sejarah dan Kedua, merupakan catatan hari Tri Komdo Rakyat (TRIKORA)  di Alun-Alun Kota Yokyakarta Utara, tanggal 19 Desember 1961 yang di komdangkan oleh Ir. Soekarno dengan tiga point utama yakni, bubarkan negara boneka Papua Barat buatan belanda, Kibarkan bendera merah putih di seluruh Irian Barat/Papua Barat, dan Bersiaplah untuk mobilisai umum. Ketiga, Catatan hari The New York Agreement pada 15 Agustus 1962 merupakan hasil dari bangsa kolonial Indonesia tidak ingin bangsa  Papua Barat merdeka secara demokratik melainkan Indonesia menggugat terhadap Belanda, dan Amerika Serikat sebagai penengah membicarakan persoalan kebangsaan bangsa Papua Barat melalui The New York Agreement dengan beberapa point isi dari tuntutan tersebut tanpa keterlibatan rakyat Papua Barat yakni, pertama,Apabila badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nation (UN) telah membenarkan persetujuan atau perjanjian itu melalui Rapat Umum, maka Belanda segera menyerahkan kekuasaan atas Irian Jaya (Papua Barat) kepada UNTEA, Kedua, Terhitung sejak tanggal 1 Mei 1963 UNTEA yang memikul tanggung jawab Administrasi Pemerintah di Irian Jaya (Papua Barat) selama 6-8 bulan dan menyerahkannya kepada Indonesia, Ketiga, Pada akhir tahun 1969, dibawah pengawasan Sekretaris Jenderal PBB dilakukan Act of Free Choice, orang Irian Jaya (Papua Barat) dapat menentukan penggabungan pasti tanah mereka dengan Indonesia atau menentukan status atau kedudukan yang lain (Merdeka Sendiri), Ke empat Indonesia dalam tenggang waktu tersebut diharuskan mengembangkan dan membangun kebersamaan orang Irian Jaya (Papua Barat) untuk hingga akhir 1969, Papua Barat menentukan pilihannya sendiri. Keempat, The Secret Memmorandum of roma (30 September 1961) dan The Roma Joint Statement (20-21 Mei 1969) berisi mengenai, Pertama menunda atau membatalkan Pepera 1969 sesuai Perjanjian New York, Kedua Indonesia akan menduduki  Papua Barat selama 25 tahun mulai dari 1 Mei 1963. Ketiga pelaksana Pepera 1969 akan di jalankan berdasarkan cara indonesia musyawarah, Keempat laporan akhir PBB atas Impementasi Pepera ke SU PBB harus di terima tanpa perdebatan terbuka, Kelima Amerika Serikat Membuat Investasi melalui BUMN Indonesia untuk eksplotasi sumber daya alam di Papua Barat, Keenam Amerika Serikat menjamin lewat Bank Pembangunan Asia dana sebesar US$20 Juta kepada UNDP untuk pembangunan di Papua Barat selama 25 Tahun mulai dari 1 Mei 1963, Ketuju Amerika Serikat menjamain rencana Bank Dunia dan menerapkan Transmigrasi orang Indonesia ke Papua Barat. KeLima penyerahan Papua Barat dari UNTEA kepada NKRI (1 Mesi 1963) atau aneksasi oleh pihak asing dan Indonesia atas Papua Barat.  Keenam Pepera dari 14 Juli hingga 2 Agustus 1969. KeTujuh Resolusi SU PBB No. 2504 (XXIV) pada November 1969, Ke Delapan konggres Nasonal II Rakyat dan Bangsa West Papua Jayapura, 26 Mei-4 juni 2000. Kesembilan organisasi-organisasi Papua Barat yang terbentuk bagian dari wadah konsolidasi bersama mulai dari 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an hingga pada tahun 2000-an.

      Dari rangkaian sejarah, tidak terlepas juga, dengan kekerasan militerisme Indonesia di Papua Barat, terutama seketika TRIKORA di cetuskan beragam operasi yang dilakukan di Papua Barat seperti, Operasi operasi Militer Indonesia  di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan operasi lewat udara dan jalur darat dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu, Operasi Sadar. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus), Operasi Wisnumurti, Operasi Brathayudha, Operasi Wibawa, Operasi Mapiduma, Operasi Khusus Penenganan Pepera, Operasi Tumpas, Operasi Koteka, Operasi Senyum, Operasi Gagak, Operasi Kasuari, Operasi Rajawali, operasi maleo.  Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan banyak rakyat  Papua barat yang telah dibantai dan beragam operasi lainnya masih berlanjut hingga rakyat Papua Barat menjadi minoritas di tanah sendiri dan juga dari ‘Slow System Genocide’ yang di lakukan oleh kolonialisme Indonesia melalui makanan, tabrak lari liar, pembunuhan, serta beragam cara licik. Ini adalah kekuasaan kolonial Indonesia di Papua Barat yang terus menerus memusnahkan rakyat asli Papua Barat dari progress system Indonesia yang sangat tidak konstititusional.

     Perjalanan peradaban sejarah rakyat dalam prekpektif persoalan kebebasan atau untuk merdeka merupakan bagian dari konstitusi melanjutkan perjuangan serta mampun menyikapi  persoalan secara terstruktur bahwa di tingkatan Lokal, Nasional dan Internasional menyikapi dalam satu wadah bersama dan mendorong terus dari generasi ke-generasi menciptakan kemauan untuk menentukan nasib sendiri di tanah air Papua Barat.  Melihat realitas sejarah bangsa dan mendorong dalam pandangan bersama, membutukan peranan dari berbagai wadah mulai dari organiasi-organiasi yang bersifat non-organisasi hingga organisasi legal yang mempunyai kuasa hukum serta mengorganisir kaum yang belum terorganisir. Jelas, bahwa Kebutuhan bersama adalah” Persatuan Nasional Papua Barat” yang melahirkan embrio dan revolusi demokratik dari rakyat dan untuk rakyat serta untuk kebutuhan bangsa atas dasar ideologis Nasional Papua Barat. Dan Kemudian, mendorong cacatatan -catatan sejarah rakyat dalam perstauan nasional serta juga, menuntut ekspresi aksi demontarasi dan gerylia untuk menutup berbagai eksploitasi-eksploitasi liar, mengembalikan kedudukan  Papua barat sebagai teritory Hak Penentuan Nasib Sendiri yang secara demokratik.

      Secara realitas kehidupan rakyat Papua Barat; kolonial Indonesia di Tanah Papua Barat, mempunyai persoalan yang ketidak-setaraan antara rakyat Papua Barat dan Rakyat Indonesia mulai dari sejarah hingga teritory Papua Barat bahkan juga secara konstisional negara Indonesia atas Papua Barat tidak sama sekali merata secara ekonomi, budaya, pendidikan dan lain-nya. Persoalan tersebut adalah Indonesia bagi rakyat Papua Barat adalah sementara di  Papua Barat (Indonesia Ilgal kontitution on West Papua). Dan melihat juga, keburukan Indonesia bahwa melakukan berbagai Eksploitasi-ekploitasi, Pemusnahan Etnis rakyat Papua Barat (Genocide), Penguasaan militer seluruh tanah Papua Barat, Birokrasi Indonesia di Kuasai oleh Rakyat Indonesia sendiri bukan Rakyat Asli Papua Barat, Indonesia Mampu membohonggi PBB tentang situasi realita Papua Barat, Hak persoalan Rakyat bangsa Papua Barat Indonesia selalu melakukan mengklaim dan mengintimidasi serta  berbagai persoalan yang terjadi atas Papua Barat berangapan sebagai permainan.  Ini merupakan keburukan Indonesia dan wacana buruk yang di lakukan selam 57 tahun bangsa West papua di Aneksasi; sesungguhnya bahwa gagasan persoalan kebangsaan  dan sebagai catatan sejarah bangsa  Papua Barat untuk melihat, berfikir, menganalisis sehingga dasar kehidupan ideologi rakyat Papua Barat adalah konteks pembebasan nasional memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis dan terlepas dari namanya ekploitasi kapitalisme, Imperialisme, kolonialisme. Kebutuhan kita bangsa Papua Barat adalah kebutuhan mendesak mempersatukan dalam sebuah wadah yang berbentuk persatuan nasional Papua Barat menuju pada embrio baru dalam satu honai.

      Dan dalam Persatuan Nasional itulah, gagasan akan sebuah kebangsaan akan terjadi embrio baru dan revolusi rakyat akan memajukan perjuangan dasar Ideologi dari Teori hingga Praxis, yang mana mengorganisir berbagai basis kelas-kelas penindasan rakyat yang ada di tanah air Papua Barat serta menjunjung tinggi persatuan yang menjadi gagasan utama atas dorongan bersama dari rakyat hingga tingkatan pendukung demokratik pembebasan nasional. Persoalan Perkpektif Pembebasan akan menjadi terorganisir untuk Nasionalisasikan dan Internasionalisasikan sesuai perjuangan dalam persatuan bersama dari absurd perjuangan realistis.

     Maka, melihat dari kondisi ini perlu di pertanyakan kepada rakyat dan organisasi-organisasi pembebasan nasional Papua Barat bahwa apa kah kita perlu Persatuan Nasional? Apakah Kita bangsa Papua Barat pantaskah merdeka atas tanah sendiri? dan Bagaiman kita mengorganisir dalam persatuan nasional? Bisa kah kita bersatu?. Dan Bagimanakah kita harus meninggalkan egoisme dan Patronisme?  Inilah merupakan gagasan yang harus rakyat dan organiasi-organisasi pembebasan memikirkan sejauh-nya untuk persatuan bersama sehingga persoalan kebangsaan jatuh di tangan kita rakyat Papua Barat dari kalangan-kalangan yang ada di tanah Papua Barat. Sehingga revolusi demokratis tahapan kemerdekaan tercapai sesuai sejarah dan keadaan situasi untuk gagasan kebangsaan yang menuju pada persatuan nasional yang demokratis dalam Hak Penentuan Nasib Sendiri.


Salam Pembebasan Nasional Papua Barat


Penulis adalah Agitasi dan Propaganda Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua


Refrensi:


[1]. Teori Oragnisasi Leninis Ernest Mandel

[2]. Haluk, Markus. 2015 4 seri “Seri Pendidikan Politik ULMWP”

[3]. Utomo, W.T. 2017 “Revolusi Che Guevara sisi-sisi kehidupan Sang Nasionalis Sejati”

[4]. Rachmawati, Iva. 2013 “ Papua, Sampul Jamrud Khatulistiwa

[5] Giay, Benny 2011 “ Hidup dan Karya Jhon Rumbiak”

[6] VL. Lenin. 1916 Revolusi Sosialis dan Hk Sebuah Bangsa untuk Menentukan Nasib sendiri

[7.]Agus A . Alu. 2006 [catatan kedua]. Papua Barat dari Pangkuan ke Pangkuan

Doc Koran Kejora : Illustrasi Operasi Mliter Di Tanah Papua

Seperti kata sukarno “bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa akan sejarahnya”, maka persoalan sejarah menjadi penting untuk dibahas kembali. Dengan melihat persoalan yang begitu banyak dipapua akan menjadi sangat penting untuk mencari persoalan pokok.

Sejak TRIKORA yang keluarkan oleh soekarno pada 19 desember 1969 di alun-alun Yogyakarta, awal praktek-praktek pelanggaran HAM kepada orang papua, memobilisasi militer besar-besar untuk melanggengkan Operasi besar-besaran di Papua. Tidak terlepas dari papua itu pada perjanjian internasioanal yakni Perjanjian Roma dan perjanjian new york pada 15 agustus dan 30 september 1962, orang papua tidak pernah terlibat dalam menyepakati perjanjian-perjanjian internasional itu dan pada penyerahanan kekuasaan pada 1 mei 1963 oleh PBB kepada Indonesia untuk melaksanakan PEPERA terjadilah Operasi besar-berasan yang dipimpinan soeharto, mirisnya PEPERA (Penentuan Pendapat Rayat) yang dilaksanakan pada tahun 1969 tidak demokratis dan melanggar HAM dimana diwakilkan 1025 orang dan PEPERA yang dilaksanakan dibawah bayang-banyang Ancaman intimidasi, terror, pembunuhan, dll. Sebelum pelaksanaan PEPERA yang lebih miris lagi adalah penanda tanganan kontrak karya Freeport pada 1967 sebelum PEPERA dilaksanakan.

Pelaggaran HAM 1962 sampai sampai saat ini kasus pelanggaran HAM di Papua tidak pernah terlesesaikan hingga saat ini, mulai dari operasi besar-besaran yang dipimpinan soeharto pada 1962 hingga sampai saat ini yaitu pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, terror,  dll, belum pernah menjadi wacana yang serius bagi pemerintah Indonesia untuk menyelasaikan persoalan HAM di papua.

Militer indonesia sebagai salah satu actor penyebab kekerasan di papua, mulai dari 1962 sampai saat ini operasi demi operasi dilakukan dan menyebabkan pelanggaran HAM. Proses penyelesian kasus HAM berat pernah diwacanakan oleh Indonesia ada  4 kasus yaitu BIAK berdarah 1998, Wamena berdarah 2003, Wasior berdarah 2001, abepura berdarah 2006. Dan pernah di ajukan bandingnya pada tahun 2005 yaitu hanya biak berdarah tahun 1998 tapi kalah di pengadilan negeri makasar 2005. Ini membuktikan kalau tidak pernah serius penuntasan kasus HAM berat di indonesia .

Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi dimana menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang diatur dalam konstitusi Negara dimana menjamin kebebasan berserikat, kebebasan berekspresi, kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum, dll. Dengan melihat realitas dipapua tidak seperti hukum yang berlaku diindonesia dimana penangkapan sewenang-wenang, pengeledahan tanpa ada perintah tugas, tidak ada kebebasan berkumpul dan berpendapat. Tidak hanya pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, terror, dll, tapi pencurian terhadap sumberdaya alam pun dilakukan oleh pemodal dilegetimasi dengan pemberian izin operasi dari indonesia.

Pembangunan yang dibanggakan jokowi dipapua adalah pembangunan infrastruktur, jalan, pelabuhan, badar udara, bbm satu harga, adalah syarat yang disiapkan untuk memperlancar arus Kapital. Selain itu pemekaran kabupaten juga menjadi salah satu syarat mempercepat arus Kapital.
Pemodal dengan modal yang begitu besar membangun perusahaan-perusahaan untuk mengeruk  SDA ( sumber daya alam ) untuk kepentingan pemodal sendiri maka Papua sebagai sasaran utama dan akan sangat rentan terjadi perampasan tanah, marginalisai, dll. untuk dibangunnya perusahaan raksasa yang membutuhkan lahan yang begitu luas, dampak dari pembangunan perusahaan akan berakibat buruk bagi ekosistem alam rusak, pencemaran lingkungan. 

Berlandaskan sejarah kemerdekaan yang sudah dirampas dan konsitusi Hukum internasional yang berlaku dalam EKOSOP, SIPOL, Deklarasi HAM, HAK-Hak masyarakat adat, dll serta kenyataan sosial yang membuat rakyat Papua menjadi trauma yang berkepanjangan dari kekerasan Militer sehingga berdampak bagi orang papua yang berpengaruh pada phisikis orang papua yang menjadi mental terjajah yang merasa tidak mampu, rendah diri, melihat bangsa lain lebih superior serta hilangya kebanggaan atas jatidiri orang papua sendiri yang dimana prakteknya melalui sistem pendidikan yang sentralitik, dan ekonomi dengan melihat potensi sumberdaya alam yang ada contohnya ; disuruh makan nasi padahal orang papua tidak menanan padi dengan dipaksa makan nasi.

Meskipun pemenuhan atas pelaku pelanggar HAM diadili dan pemerintahan yang baik dan adil dilakukan tetapi keinginan rakyat papua tidak ingin bersama dengan Indonesia, keinginan rakyat papua adalah berdiri sendiri sebagai sebuah Negara merdeka yang bermartabat yang berdiri sejajar sama seperti bangsa-bangsa lain didunia.


Oleh : Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Semarang.

ilustrasi/hari HUT amp ke-18

REFLEKSI
18 TAHUN ALIANSI MAHASISWA  PAPUA [AMP]
MENGABDI PADA GERAKAN PEMBEBASAN NASIONAL PAPUA
27 JULI 1998 – 27 JULI 2016

“Bersama Kebenaran Sejarah Sang Bintang Kejora, Salam Pembebasan!!!”

Pada kesempatan berbahagia ini, atas nama Pimpinan  Pusat Alliansi Mahasiswa Papua [AMP], saya mengucapkan Selamat Berbahagia kepada semua kawan-kawan anggota AMP karena selama18 tahun secara konsisten kita terus melancarkan perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat. Secara kolektif, kita mengabdi pada gerakan dengan membangkitkan kesadaran massa Rakyat Papua untuk memperjuangkan hak-hak demokratis Rakyat. Kawan-kawan telah mengabdikan diri sepenuhnya dengan perjuangan sejati Rakyat, Salute untuk itu!

Kami sangat menghargai pengabdian kawan-kawan tahap demi tahap demi memajukan kualitas gerakan massa. Walaupun masih banyak kelemahan-kelemahan yang ada pada tubuh organisasi, namun kita harus yakin bahwa dengan semangat persatuan dalam kepemimpinan kolektif, kita dapat membetulkan kekeliruan-kekeliruan yang menjadi benalu dalam tubuh organisasi. Karena pekerjaan membetulkan kekeliruan lebih berat dan membutuhkan proses yang panjang bahkan melelahkan.
Benar Kawan-kawan, perjuangan memang panjang dan melelahkan, tapi bagi seorang pejuang sejati ia akan berkata “ inilah cintaku, apapun akan kupersembahakan demi cintaku”.

Kawan-kawan yang kami hormati, dalam semangat reformasih, pada 27 Juli 1998 di jalan Guntur Kawi, Manggarai-Jakarta Selatan AMP lahir dan tidak sedikitpun  AMP melepaskan diri dari barisan gerakan aksi masa mahasiswa yang bertahan dengan semangat untuk pembebasan Nasional Papua Barat.
Karena itu, dengan semangat HUT AMP, mari kita kobarkan terus semagat api perlawanan dan membagun solidaritas yang solid untuk perjuangan Pembebasan Nasional, tanpa meningalkan kerja-kerja membangkitkan, mengorganisasikan dan mengerakkan massa sebab itulah tugas pokok kita, Kawan-kawan.
Dengan demikian, mari kita mengutus diri kita masing-masing dalam totalitas tindakan dalam barisan Perjuangan Pembebasan Nasionl yang sejati dengan segenap tubuh, jiwa dan roh kita untuk menghancurkan tiga musuh utama Rakyat Papua.

Musuh-musuh utama Rakyat Papua yakni Imperialisme, Kolonialisme NKRI dan Militerisme hanya dapat dihancurkain ketika Rakyat sadar dan terpimpin dalam kepemimpinan revolusioner. Untuk itu,  bersama kebenaran sejarah sang Bintang Kejora, mari kita masifkan perlawanan kita bersama gerakan solidaritas Rakyat tertindas lainnya di Indonesia dan Internasioanl. Sebab Imperialisme, Kolonialisme NKRI dan Militerisme adalah juga musuh bersama seluruh Rakyat tertidas di dunia.

Terkait situasi gerakan saat ini baik di Tanah Air, di Indonesia dan di Pasifik, dibutuhkan analisis-analisis yang tepat tertkait situasi obyektif (penindasan rakyat) dan kemampuan gerakan (situasi subyektif) dalam memberikan jalan keluarnya. Kaum Pelopor tidak bisa menempuh jalan pintas dengan melakuan aksi-aksi yang bersifat reaksioner sehingga justru melemahkan gerakakn sehingga kualitas gerakan pun mengalami kemunduran.
Juga dibutuhkan kerendahan hati kaum Pelopor untuk secara aktif memajukan kualitas gerakan. Kesatuan gerak kita dalam melakukan kerja-kerja Ideologi,politik dan organisasi  dengan  mempraktekan prinsip-prinsip organisasi secara konsisten  dan menjalankan straktak  perjuangan AMP secara tepat , niscaya merevolusionerkan AMP secara  internal dan gerakan rakyat pun semakin progresif.

Kawan-kawan seperjuangan,  ditengah riepresi Militer yang semakin meningkat, bukti penindasan Rakyat semakin massif, 18 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi sebuah gerakan mahasiswa Papua untuk menjaga nafasnya tetap panjang. Secara ideologi, politik dan organisasi, AMP semakin dewasa dan mantap. Hal ini ditandai dengan kontradiksi-kontradiksi ideologis di internal AMP baik di Komite Kota maupun di Komite Pusat, Kritik Oto Kritik (KOK) terhadap praktek-praktek individu dalam organisasi yang liberal serta pratek patronisme dan buntutisme dalam oraganisasi. Bukankah kali ini kita  punya alasan untuk berbahagia atas HUT organisasi kita?

Sebagai organisasi massa, AMP haruslah secara berani mengakui berbagai kelemahan-kelemahan yang ada pada tubuh organisasi. Kita jangan pernah sekali-kali berkecil hati atas kegagalan praktek perjuangan yang kita lakukan.  Berbagai kegagalan-kegagalan yang kita alami memang begitu menyakitkan dan membawa organisasi pada kemerosotan, namun berpegang teguh pada prinsip percaya dan bersandar sepenuhnya pada massa akan membawa kita pada keberhasilan yang satu  ke  keberhasilan yang lain. Pelajaran apa yang bisa kita petik dari masa lalu? Keseluruhan sejarah perjuangan Rakyat Papua telah menghasilkan keadaan dimana tugas mendesak terpenting adalah perjuangan melawan kolonialisme dan Imperialis AS, dan memenangkan kebebasan sejati Rakyat Papua.

Kawan kawan seperjuangan yang kami banggakan, demikian  reflesi kita tahun ini.
Atas nama Komite Pusat AMP  mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Kawan-kawan yang masih konsisten berada di garis terdepan massa dan terus menggelorakan, membangkitkan, mengorganisasikan dan mengerakkan massa untuk melawan.
Akhir refleksi ini, mari kita jabat erat dan kita gelorakan semangat perlawanan untuk menghancurkan Imperialisme, Kolonialisme NKRI dan Militerisme bagi kemenangan sejati Rakyat Papua.

Dengan sangat bangga Komite Pusat AMP mengucapkan:


“DIRGAHAYU HUT ALIANSI MAHASISWA PAPUA KE-18”

“Dengan HUT AMP ke-18, mari kita kobarkan terus semangat api perlawanan dan membangun solidaritas yang solid  untuk perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat”.

Salam Revolusi
“PERSATUAN TAMPA BATAS PERJUANGAN SAMPAI MENANG”
Colonial Land, 27 Juli 2016

KOMITE PUSAT
ALIANSI MAHASISWA PAPUA

JEFRY WENDA
(Ketua Umum AMP)



Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats