Halloween party ideas 2015

ilst. Gambar Koran Kejora Aliansi Mahasiswa Papua
Oleh: Natalis Bukega***

     Persoalan kebangsaan untuk penentuan nasib sendiri merupakan kebutuhan untuk mengagas pergerakan rakyat secara bersama mempersatukan wadah, idealis, Material dan merunjuk pada Praxis resolusioner “ Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Bangsa Papua Barat”. dan tidak terlepas dari aspek historis setiap kelas-kelas penindasan rakyat dengan sejati-nya memperjuangkan jati diri untuk pembebasan Nasional secara manifesto reolusioner.  Gagasan, Mengenai sebuah proses awal mula kebangsaan juga terlihat pada negara-negara yang telah merdeka dan memperjuangkan sebagai negara yang berdaulat secara konstitusional  dari ideologis kebangsaannya masing-masing; sama hal juga bahwa kemerdekaan perjuangan bangsa Papua Barat adalah Hak Penentuan nasib sendiri tanpa intervensi  eksplotasi tertentu di tanah air Papua Barat dan kepentingan kapitalisme, Imperialisme, kolonialisme dalam  merebut demokratis kemerdekaan rakyat bangsa Papua Barat.

     Persoalan kebangsaan di kategorikan dengan beberapa pandangan yang perlu di dorong bersama yakni mulai dengan persatuan nasional dari rakyat yang ingin bebas serta pendukung (solidaritas) untuk mendorong persoalan kebangsaan dalam perstauan nasional. Dari pandangan Rakyat dan Pendukung menjadi satu untuk mendorong berbagai persoalan kebangsaan dalam prekpektif rakyat yang ingin bebas merdeka. Yang mana, dalam proses kebangsaan mengagas Idelogi dan alat pergerakan yang mengarah pada satu prinsip untuk kebangsaan yakni persatuan Nasional dan merebut kelas-kelas perjuangan pada wilayah yang terisolir untuk penentuan nasib sendiri.  Sehingga, terciptanya Persatuan Nasional sebagai alat gerak untuk rakyat dan massa luas merajut apa itu kemrdekaan bagi Rakyat Papua Barat.

     Peranan penting  dalam Persatuan Nasional di Papua Barat, adalah mempersatukan berbagai kalangan mulai dari Individu-Individu, Kelompok-kelompok, Orgnisasi-organisasi, Fraksi-fraksi, kaum mudah/mudi, suku-suku, agama-agama, lembaga-lembaga, kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota, kaum pedagang, kaum nelayan, kaum anak-anak jalanan serta beragama kelas-kelas penindasan di tanah Papua Barat; dan dengan itu, mewujudkan gagasan kebangsaan bersamaan yakni bertujuan pada satu tujuan dalam satu tugu ataupun satu ideologi rakyat memperjuangkan melalui konsep dasar “Persatuan Nasional”, dan terlepas dari kepentingan-kepentingan garis perjuangan yang ideal-lainnya pada Individu-individu, sekelompok-sekelompok, atau organiasi-organiasi tertentu. Melainkan, mampu mempunyai pandangan yang nasionalis mengerakan elemen  gerakan-nya untuk menyatu dalam persatuan nasional rakyat yang ingin bebas merdeka memimpin garis terdepan menuntut hak penentuan nasib sendiri di Papua barat dan di dorong dengan jalur-jalur diplomasi dalam satu wadah “Persatuan Nasional” yang absolut dan mendorogn perjuangan ke arah nasionalisme.

      Dari Konsep Persatuan Nasional untuk sebuah kebangsaan membutuhkan para pejaung-pejuang yang mempunyai satu perjuangan yang mampu mengarahkan berbagai elemen gerakan, bertujuan menujuh untuk membentuk dan mendorong dalam Persatuan Nasional dari semua prekpektif yang berbeda ke  Prekpektif rakyat yang bersatu dan daulat. Dari pergerakan Persatuan Nasional juga,  membutuhkan beberapa tingkatan yang memajukan Ideologi perjuangan yaitu Idealisme (pandangan tentang Ide Kebangsaan) dan Materialisme ( Materi pembelajaran untuk kebangsaan ) serta Praxis ( Praktek, cara-cara keraja pejuang, atau memimpin aksi jalan dan lain-lain) konsep tersebut menuju pada tingkatan dasar perjuangan dan peregerakan persatuan nasional untuk kebangsaan. Dari landasan itu, Rakyat dalam persatuan Nasional akan merevolusikan perjuangan sejati atas dasar sejarah bangsa untuk kebangsaan bersama dari revolusi dalam penentuan nasib sendiri. Konsep ini pernah di gunakan oleh Lenin dalam menjalankan organisasi yang mempersatuakn seluruh uni soviet seperti yang di tulias oleh Ernest Mandel soal “Teori Organisasi Leninis” yang menjelaskan bahwa ada massa, massa yang maju, ada massa inti, dalam proses perjuangan kelas dan teori ini pun bagian dari praxisnya Rakyat Papua Barat dalam penentuan nasib sendiri.  Subjek yang terpenting juga adalah tulisan lenin mengenai Revolusi Sosialis dan Hak Sebuah Bangsa untuk Menentukan nasib sendiri”mengagas mengenai Kemenangan sosialisme harus mencapai demokrasi yang sepenuhnya, dan sebagai akibatnya tidak hanya membawa kesetaraan sepenuh-penuhnya di antara bangsa-bangsa, tetapi juga hak kepada bangsa-bangsa yang tertindas untuk menentuakan nasibnya sendiri, yaitu hak untuk bebas memisahkan diri secara politik”. Realitas untuk persatuan nasional di Papua Barat  merupakan konsep perjuangan melibatkan juga Gerylia persenjataan merebut demokratis dari penjajahan yang terus menjajah rakyat, seperti  yang di tulis oleh T.W.Utomo menganai Revolusi Che Guevara “Sisi-sisi Kehidupan Sang Nasionalisme Sejati” dan dalam konteks ini menuju suatu pembebasan nasional untuk penentuan nasib sediri juga harus mempunyai Gerylia sebagai bagian dari diplomasi dan pertahanan untuk merebut kemerdekaan di tangan rakyat.  Selain dari itu, juga adalah mogok sipil Nasional untuk tuntutan hak rakyat menentukan nasib sendiri. Kondisi seperti ini, perlu di mulai melalui dan membangun “Perstauan Nasional Papua Barat secara Konsistensi bersama dan bertanggunggjawab bersama untuk menuju pada satu nasionalisme yaitu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua Barat di negri sendiri sama seperti kemerdekaan negara-negara lain di muka bumi.

      Dari sudut pandang Papua Barat, Sejarah bangsa Papua Barat mempunyai perjuangan yang panjang mulai dari pelayaran-pelayaran bangsa-bangsa asing (Eropa) masuk di Tanah Papua Barat hingga kekuasaan bangsa Belanda atas  Papua Barat selama 64 Tahun; Sertakan Belanda telah memupuk embrio kemerdekaan bangsa Papua  Barat sejak, 01 Desember 1961 bersama para pelopor sejarahwan/wati  pergerakan rakyat West Papua dalam satu wadah yaitu “Komite Nasional Papua” . Namun, kemerdekaan itu hanya berumur hingga 19 hari saat “trikora” di cetuskan oleh Ir.Soekarno di Alun-Alun Kota Yogya Utara pada 19 Desember 1961  untuk membatalkan Negara Papua Barat yang telah merdeka sama seperti kemerdekaan bangsa lain di dunia ini. Dan mengarah pada proses tahapan Bangsa Papua Barat di aneksasi atau di paksa oleh Indonesai untuk menjadi bagian dari wilayah Indonesia karena mempunyai kepentingan ekonomi dan politik imperialisme, kapitalisme, kolonialisme di Papua Barat, dan melalui aneksasi  01 Mei 1963 secara sepihak Amerika serikat, PBB, Belanda, Indonesia  tanpa mempertanyakan satu pun rakyat Asli Papua Barat untuk bergabung atau tidak Ke NKRI tetapi tidak pernah sama sekali di tanyakan soal itu;  itulah lahir-nya kolonialisme atau pun penjajahan atas Papua barat secara hukum yang ilegal konstitusional Indonesia atas Papua Barat dan PBB yang tidak bertanggung jawab.

     Sehingga, catatan sejarah bangsa Papua  Barat membutuhan pelurusan dalam satu wadah yang nasionalis yaitu “Persatuan nasional Papua Barat”. Maka dari beberapa kondis sejarah yang bisa kita perhatikan bersama adalah mulai dari sejak 1 Desember 1961 sebagai kemerdekaan bangsa Papua Barat dan di mana, telah mengagas  persoalan kebangsaaan melalui kongres Nasional Papua yang pertama oleh para pelopor sejarah dan Kedua, merupakan catatan hari Tri Komdo Rakyat (TRIKORA)  di Alun-Alun Kota Yokyakarta Utara, tanggal 19 Desember 1961 yang di komdangkan oleh Ir. Soekarno dengan tiga point utama yakni, bubarkan negara boneka Papua Barat buatan belanda, Kibarkan bendera merah putih di seluruh Irian Barat/Papua Barat, dan Bersiaplah untuk mobilisai umum. Ketiga, Catatan hari The New York Agreement pada 15 Agustus 1962 merupakan hasil dari bangsa kolonial Indonesia tidak ingin bangsa  Papua Barat merdeka secara demokratik melainkan Indonesia menggugat terhadap Belanda, dan Amerika Serikat sebagai penengah membicarakan persoalan kebangsaan bangsa Papua Barat melalui The New York Agreement dengan beberapa point isi dari tuntutan tersebut tanpa keterlibatan rakyat Papua Barat yakni, pertama,Apabila badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nation (UN) telah membenarkan persetujuan atau perjanjian itu melalui Rapat Umum, maka Belanda segera menyerahkan kekuasaan atas Irian Jaya (Papua Barat) kepada UNTEA, Kedua, Terhitung sejak tanggal 1 Mei 1963 UNTEA yang memikul tanggung jawab Administrasi Pemerintah di Irian Jaya (Papua Barat) selama 6-8 bulan dan menyerahkannya kepada Indonesia, Ketiga, Pada akhir tahun 1969, dibawah pengawasan Sekretaris Jenderal PBB dilakukan Act of Free Choice, orang Irian Jaya (Papua Barat) dapat menentukan penggabungan pasti tanah mereka dengan Indonesia atau menentukan status atau kedudukan yang lain (Merdeka Sendiri), Ke empat Indonesia dalam tenggang waktu tersebut diharuskan mengembangkan dan membangun kebersamaan orang Irian Jaya (Papua Barat) untuk hingga akhir 1969, Papua Barat menentukan pilihannya sendiri. Keempat, The Secret Memmorandum of roma (30 September 1961) dan The Roma Joint Statement (20-21 Mei 1969) berisi mengenai, Pertama menunda atau membatalkan Pepera 1969 sesuai Perjanjian New York, Kedua Indonesia akan menduduki  Papua Barat selama 25 tahun mulai dari 1 Mei 1963. Ketiga pelaksana Pepera 1969 akan di jalankan berdasarkan cara indonesia musyawarah, Keempat laporan akhir PBB atas Impementasi Pepera ke SU PBB harus di terima tanpa perdebatan terbuka, Kelima Amerika Serikat Membuat Investasi melalui BUMN Indonesia untuk eksplotasi sumber daya alam di Papua Barat, Keenam Amerika Serikat menjamin lewat Bank Pembangunan Asia dana sebesar US$20 Juta kepada UNDP untuk pembangunan di Papua Barat selama 25 Tahun mulai dari 1 Mei 1963, Ketuju Amerika Serikat menjamain rencana Bank Dunia dan menerapkan Transmigrasi orang Indonesia ke Papua Barat. KeLima penyerahan Papua Barat dari UNTEA kepada NKRI (1 Mesi 1963) atau aneksasi oleh pihak asing dan Indonesia atas Papua Barat.  Keenam Pepera dari 14 Juli hingga 2 Agustus 1969. KeTujuh Resolusi SU PBB No. 2504 (XXIV) pada November 1969, Ke Delapan konggres Nasonal II Rakyat dan Bangsa West Papua Jayapura, 26 Mei-4 juni 2000. Kesembilan organisasi-organisasi Papua Barat yang terbentuk bagian dari wadah konsolidasi bersama mulai dari 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an hingga pada tahun 2000-an.

      Dari rangkaian sejarah, tidak terlepas juga, dengan kekerasan militerisme Indonesia di Papua Barat, terutama seketika TRIKORA di cetuskan beragam operasi yang dilakukan di Papua Barat seperti, Operasi operasi Militer Indonesia  di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan operasi lewat udara dan jalur darat dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu, Operasi Sadar. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus), Operasi Wisnumurti, Operasi Brathayudha, Operasi Wibawa, Operasi Mapiduma, Operasi Khusus Penenganan Pepera, Operasi Tumpas, Operasi Koteka, Operasi Senyum, Operasi Gagak, Operasi Kasuari, Operasi Rajawali, operasi maleo.  Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan banyak rakyat  Papua barat yang telah dibantai dan beragam operasi lainnya masih berlanjut hingga rakyat Papua Barat menjadi minoritas di tanah sendiri dan juga dari ‘Slow System Genocide’ yang di lakukan oleh kolonialisme Indonesia melalui makanan, tabrak lari liar, pembunuhan, serta beragam cara licik. Ini adalah kekuasaan kolonial Indonesia di Papua Barat yang terus menerus memusnahkan rakyat asli Papua Barat dari progress system Indonesia yang sangat tidak konstititusional.

     Perjalanan peradaban sejarah rakyat dalam prekpektif persoalan kebebasan atau untuk merdeka merupakan bagian dari konstitusi melanjutkan perjuangan serta mampun menyikapi  persoalan secara terstruktur bahwa di tingkatan Lokal, Nasional dan Internasional menyikapi dalam satu wadah bersama dan mendorong terus dari generasi ke-generasi menciptakan kemauan untuk menentukan nasib sendiri di tanah air Papua Barat.  Melihat realitas sejarah bangsa dan mendorong dalam pandangan bersama, membutukan peranan dari berbagai wadah mulai dari organiasi-organiasi yang bersifat non-organisasi hingga organisasi legal yang mempunyai kuasa hukum serta mengorganisir kaum yang belum terorganisir. Jelas, bahwa Kebutuhan bersama adalah” Persatuan Nasional Papua Barat” yang melahirkan embrio dan revolusi demokratik dari rakyat dan untuk rakyat serta untuk kebutuhan bangsa atas dasar ideologis Nasional Papua Barat. Dan Kemudian, mendorong cacatatan -catatan sejarah rakyat dalam perstauan nasional serta juga, menuntut ekspresi aksi demontarasi dan gerylia untuk menutup berbagai eksploitasi-eksploitasi liar, mengembalikan kedudukan  Papua barat sebagai teritory Hak Penentuan Nasib Sendiri yang secara demokratik.

      Secara realitas kehidupan rakyat Papua Barat; kolonial Indonesia di Tanah Papua Barat, mempunyai persoalan yang ketidak-setaraan antara rakyat Papua Barat dan Rakyat Indonesia mulai dari sejarah hingga teritory Papua Barat bahkan juga secara konstisional negara Indonesia atas Papua Barat tidak sama sekali merata secara ekonomi, budaya, pendidikan dan lain-nya. Persoalan tersebut adalah Indonesia bagi rakyat Papua Barat adalah sementara di  Papua Barat (Indonesia Ilgal kontitution on West Papua). Dan melihat juga, keburukan Indonesia bahwa melakukan berbagai Eksploitasi-ekploitasi, Pemusnahan Etnis rakyat Papua Barat (Genocide), Penguasaan militer seluruh tanah Papua Barat, Birokrasi Indonesia di Kuasai oleh Rakyat Indonesia sendiri bukan Rakyat Asli Papua Barat, Indonesia Mampu membohonggi PBB tentang situasi realita Papua Barat, Hak persoalan Rakyat bangsa Papua Barat Indonesia selalu melakukan mengklaim dan mengintimidasi serta  berbagai persoalan yang terjadi atas Papua Barat berangapan sebagai permainan.  Ini merupakan keburukan Indonesia dan wacana buruk yang di lakukan selam 57 tahun bangsa West papua di Aneksasi; sesungguhnya bahwa gagasan persoalan kebangsaan  dan sebagai catatan sejarah bangsa  Papua Barat untuk melihat, berfikir, menganalisis sehingga dasar kehidupan ideologi rakyat Papua Barat adalah konteks pembebasan nasional memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis dan terlepas dari namanya ekploitasi kapitalisme, Imperialisme, kolonialisme. Kebutuhan kita bangsa Papua Barat adalah kebutuhan mendesak mempersatukan dalam sebuah wadah yang berbentuk persatuan nasional Papua Barat menuju pada embrio baru dalam satu honai.

      Dan dalam Persatuan Nasional itulah, gagasan akan sebuah kebangsaan akan terjadi embrio baru dan revolusi rakyat akan memajukan perjuangan dasar Ideologi dari Teori hingga Praxis, yang mana mengorganisir berbagai basis kelas-kelas penindasan rakyat yang ada di tanah air Papua Barat serta menjunjung tinggi persatuan yang menjadi gagasan utama atas dorongan bersama dari rakyat hingga tingkatan pendukung demokratik pembebasan nasional. Persoalan Perkpektif Pembebasan akan menjadi terorganisir untuk Nasionalisasikan dan Internasionalisasikan sesuai perjuangan dalam persatuan bersama dari absurd perjuangan realistis.

     Maka, melihat dari kondisi ini perlu di pertanyakan kepada rakyat dan organisasi-organisasi pembebasan nasional Papua Barat bahwa apa kah kita perlu Persatuan Nasional? Apakah Kita bangsa Papua Barat pantaskah merdeka atas tanah sendiri? dan Bagaiman kita mengorganisir dalam persatuan nasional? Bisa kah kita bersatu?. Dan Bagimanakah kita harus meninggalkan egoisme dan Patronisme?  Inilah merupakan gagasan yang harus rakyat dan organiasi-organisasi pembebasan memikirkan sejauh-nya untuk persatuan bersama sehingga persoalan kebangsaan jatuh di tangan kita rakyat Papua Barat dari kalangan-kalangan yang ada di tanah Papua Barat. Sehingga revolusi demokratis tahapan kemerdekaan tercapai sesuai sejarah dan keadaan situasi untuk gagasan kebangsaan yang menuju pada persatuan nasional yang demokratis dalam Hak Penentuan Nasib Sendiri.


Salam Pembebasan Nasional Papua Barat


Penulis adalah Agitasi dan Propaganda Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua


Refrensi:


[1]. Teori Oragnisasi Leninis Ernest Mandel

[2]. Haluk, Markus. 2015 4 seri “Seri Pendidikan Politik ULMWP”

[3]. Utomo, W.T. 2017 “Revolusi Che Guevara sisi-sisi kehidupan Sang Nasionalis Sejati”

[4]. Rachmawati, Iva. 2013 “ Papua, Sampul Jamrud Khatulistiwa

[5] Giay, Benny 2011 “ Hidup dan Karya Jhon Rumbiak”

[6] VL. Lenin. 1916 Revolusi Sosialis dan Hk Sebuah Bangsa untuk Menentukan Nasib sendiri

[7.]Agus A . Alu. 2006 [catatan kedua]. Papua Barat dari Pangkuan ke Pangkuan

Ilst.Gambar Koran Kejora Aliansi mahasiswa Papua
Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua)
dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
_______________________________________________________

PERNYATAAN SIKAP

“Pesta Demokrasi Sejati adalah Pelaksanaan Hak Menentukan Nasib Sendiri”

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Wilayah yang terbentang dari Numbai sampai Merauke, Raja Ampat hingga Baliem, Pulau Biak sampai Pulau Adi, adalah wilayah West Papua. Dan West Papua bukanlah Indonesia. Indonesia adalah negara yang melakukan kegiatan politik secara ilegal di atas wilayah itu, sejak pasca deklarasi operasi Trikora 19 Desember 1961. Saat itu juga, demokrasi ala kolonial Indonesia hadir di sana. Demokrasi yang tak pernah benar-benar mencoba, apalagi menjamin, kebebasan rakyat West Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.

Negara Indonesia tidak pernah peduli pada hak berdemokrasi rakyat West Papua. Cara-cara represif dan manipulatif sudah pernah dilakukan Indonesia sejak pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 di West Papua. Praktik seperti itu yang juga masih bertahan sampai saat ini di West Papua.

Sejarah memperlihatkan pada rakyat West Papua, juga rakyat Indonesia, bahwa Indonesia hampir selalu gagal menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di West Papua. Mulai dari soal pelanggaran kesepakatan New York Agreement 15 Agustus 1962, ketika Indonesia diwajibkan menyelenggarakan Penentuan Pendapat Rakyat secara one person one vote; genosida perlahan setelahnya selama kurun 50-an tahun; perusakan hutan yang begitu masif; gizi buruk; eksploitasi begitu masif terhadap bahan-bahan tambang (emas, tembaga, uranium, minyak, gas dsb)—yang berakibat peningkatan jumlah ton tailing yang merusak alam West Papua; ketimpangan sosial antara penduduk asal dan pendatang; extra judicial killing terhadap warga sipil termasuk aktivis; perlakuan rasis terhadap rakyat West Papua; hingga pengekangan kebebasan berkumpul dan berpendapat.

Kontestasi pemilu tahun ini sama seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Masing-masing partai, beserta calon-calon legislatifnya dan calon presiden serta wakil presiden, berebut suara dari rakyat West Papua. Tapi mari kita perhatikan, apakah mereka bersedia mendengarkan suara rakyat Papua yang paling mendasar, “hak menentukan nasib sendiri”? Atau bicara soal mengurangi mobilisasi militer dan mengadili para pelaku pelanggar HAM? Atau menjamin kebebasan berkumpul dan berpendapat bagi semua kelompok sipil?

Meski suara dukungan rakyat West Papua jadi rebutan, ironisnya dalam debat Pilpres pertama, soal West Papua sama sekali tidak diperbincangkan baik oleh Jokowi maupun Prabowo. Prabowo sendiri memiliki track record buruk di Papua dalam kasus Mapenduma. Namun, bukan berarti Jokowi lebih baik. Jokowi sebagai incumbent, telah membiarkan pelanggaran hak asasi manusia berulang kali terjadi. Misalnya, kasus Paniai Berdarah yang tak rampung, kasus Deiyai dan Dogiyai yang juga tak selesai, belum lagi kasus-kasus penangkapan massal terhadap para aktivis West Papua yang belakangan makin sering terjadi.

Jokowi memiliki kekuasaan. Namun, kekuasaannya tidak digunakan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM dan membiarkan pelanggaran terus terjadi. Pembiaran itu artinya, mengiyakan dan jadi bagian perbuatan pelanggaran HAM.

Ditambah lagi, sampai sekarang masih dilakukan operasi militer di Nduga (Distrik Dal, Distrik Yigi, Distrik Mbua, Distrik Mikuri, Distrik Enikngal, Distrik Yal, Distrik Mam dan Distrik Mugi). Sebagaimana operasi-operasi militer sebelumnya di West Papua, operasi militer itu memakan banyak korban sipil. Puluhan rakyat termasuk anak-anak meninggal, terjadi penahanan dan pembakaran rumah. Ada setidaknya 20 ribu orang yang terpaksa mengungsi keluar dari daerah tersebut.
Akibatnya, pendidikan, kegiatan ekonomi, dan keagamaan, tak berjalan dengan normal. Akses pemerintahan sipil, wakil rakyat, jurnalis, pekerja kemanusiaan, sangat sulit. Kehadiran aparat TNI/Polri di sana justru menyebabkan rakyat trauma.

Dalam kenyataan sejarah dan keadaan seperti itu, wajar jika rakyat West Papua tak berpusing soal Pemilu maupun Pilpres 2019. Gelaran tersebut hampir mustahil menjadi hal yang penting bagi rakyat West Papua. Sebab, 1) keberadaan Indonesia di wilayah West Papua ilegal, 2) tak ada partai politik yang menyuarakan permasalahan nasional West Papua, dan 3) pelaksanaan Pemilu itu sendiri tak lain hanya untuk melanggengkan praktek-praktek kolonialisme: menjadi alat bagi pemerintahan kolonial untuk menempatkan penguasa-penguasa lokal dalam mengamankan kepentingannya.

Kami dari Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dan Aliansi Mahasiswa Papua, seperti halnya rakyat West Papua, mustahil membayangkan adanya demokrasi, kesejahteraan, bagi rakyat West Papua jika masih berada dalam cengkeraman kolonialisme Indonesia. Tak ada pesta demokrasi jika rakyat tak memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Untuk itu kami mengambil sikap dan menyatakan bahwa:

1. Tidak mengikuti Pemilihan Presiden dan Pemilihan Umum 2019
2. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat West Papua
3. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua
4. Buka akses jurnalis dan informasi untuk West Papua

Salam solidaritas!

Medan Juang, 12 Februari 2019

Ilust. Gambar oleh Koran Kejora.
Oleh: Armand Axel***

Sejarah Papua Barat adalah sejarah yang termanipulasi oleh kepentingan-kepentingan ekonomi politik dari bangsa lain terutama Amerika Serikat, yang akhirnya mendorong Indonesia untuk melakukan aneksasi atas Papua Barat. Proses politik yang terjadi sebelum-sebelum Pelaksanaan Pepera tahun 1969 adalah sebuah proses dimana kepentingan system dunia mengambil peran yang cukup penting dalam proses sejarah Papua Barat. Adalah Blok Kapitalis (Barat) yang dimotori oleh Amerika Serikat dan Blok Sosialisme yang dimotori oleh Uni Soviet yang memiliki peran politik sangat besar atas bargaining politik bagi nasib politik Papua Barat hari ini.

Disatu sisi Amerika memainkan peran dengan memotong akses politik Belanda atas jajahan-nya di Papua Barat dan mendorong Belanda untuk menerima rancangan diplomasi politik yang ditawarkan oleh diplomat Amerika, yaitu Ellsworth_Bunker yang melahirkan Dokumen Buncker dimana merancang gagasan politik penting soal penentuan nasib sendiri rakyat Papua Barat. Dari gagasan Buncker lahirlah UN Resolution yang terkenal dengan the New York Agreement (NYA) dimana ditetapkan prinsip-prinsip teknis tentang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) tahun 1969 yang sangat tidak adil, tidak demokratis dan sangat diskriminatif bagi Bangsa Papua Barat.

Selain memainkan peran diplomasi politik dalam Blok Barat, Amerika Serikat juga memiliki kepentingan ekonomi atas akses-akses Sumber Daya Alam di Papua Barat yang sangat kaya akan gas alam, deposit tambang, mineral, minyak bumi, hasil hutan, hasil laut, perkebunan dan beberapa sumber ekonomi lain yang sangat menguntungkan bagi kepentingan eksploitasi modal asing (Barat), terutama Amerika Serikat, di Papua Barat. Sudah jelas kepentingan ekonomi tersebut, adalah Freeport McMoran Gold & Copper yang berbasis di New Orleans, salah satu perusahaan tambang terbesar di Amerika Serikat, yang dikemudian hari menjadi masalah bagi hak-hak politik Rakyat Papua Barat. Akibat ada-nya intervensi politik AS terhadap Belanda mengakibatkan tidak berarti-nya dukungan politik Belanda atas penentuan nasib sendiri bangsa Papua Barat dan juga dukungan AS atas klik dalam tubuh TNI-AD pada tahun 1965 – 1966 yang mematangkan kehadiran Regime Otoriter-Militeristik Orde_Baru dibawah kepemimpinan Jendral Fasis Soeharto menyebabkan Papua Barat hari ini menjadi daerah aneksasi dan menjadi System bagi kolonisasi ekonomi dan politik serta ladang pembantaian (killing field) kemanusiaan oleh Indonesia yang dikontrol secara penuh oleh Amerika Serikat dan kepentingan-kepentingan ekonomi negara-negara Imperialis.

Seperti diuraikan diatas, kehadiran Freeport Indonesia, sebagai contoh, di Papua Barat adalah karena pertarungan kepentingan ekonomi-politik Amerika Serikat untuk menguasai ladang-ladang eksploitasi sumber daya alam di Papua Barat dengan kelompok kepentinga lain. Rancangan Kontrak Karya Generasi I (KK I) PT. Freeport_Indonesia yang dibuat antara Replublik Indonesia dan Amerika_Serikat tanpa keterlibatan rakyat Papua Barat pada tanggal 7 April 1967 adalah satu kenyataan politik dimana susungguh-nya PEPERA 1969 sudah ada dalam rekayasa politik AS-Indonesia untuk menganeksasi Papua Barat sebagai wilayah jajahan Indonesia. Secara logis, pelaksanaan Kontrak Karya sebelum adanya penentuan nasib sendiri secara demokratis oleh rakyat Papua adalah merupakan diskriminasi dan tindakan politik yang sangat tidak manusiawi oleh AS – Indonesia dan perlu mendapat tekanan politik dari gerakan Papua Barat saat ini untuk melakukan PEPERA ulang atau Referendum bagi Bangsa Papua Barat.

Disisi lain, Blok Timur (Sosialisme) yang dimotori oleh Uni Soviet yang juga membuka front politik dengan gerakan kiri Indonesia dan memberi dukungan politik kepada Gerakan Kiri Indonesia dalam makna perlawanan terhadap kepentingan Imperialis di Indonesia ternyata berdampak sangat buruk dan telah menjadikan rakyat Papua Barat sebagai korban sejarah yang seharus-nya tidak perlu terjadi. Kedekatan Regime Soekarno dengan Uni Soviet dan China untuk memblokade kepentingan ekonomi-politik AS dkk diwilayah Pasifik telah menjadi tumbal sejarah bagi rakyat Papua Barat yang menjadi korban kepentingan ideologis tersebut. Kritik terhadap gerakan kiri Internasional maupun Indonesia saat ini adalah kesalahan mereka dalam melihat posisi dan hak-hak demokratik rakyat Papua Barat yang harus-nya juga turut diperjuangkan sebagai bagian dari perjuangan demokrasi kerakyatan diseluruh dunia.

Perjuangan mewujudkan demokrasi yang benar-benar menjadi kedaulatan penuh rakyat adalah tujuan utama dari setiap organisasi yang berjuang menegakan demokrasi tersebut ditengah berbagai pilihan demokrasi yang berkembang, harapan akhir dari perjuangan demokrasi adalah terbentuknya sebuah tatanan masyarakat baru yang partisiptaif, berdaulat penuh dan mengakses suluruh keputusan yang menggunakan mekanisme demokrasi bagi kepentingan banyak orang.

Secara praksis, rakyat Papua Barat telah diajarkan secara budaya bagaimana cara berdemokrasi yang baik, hampir setiap struktur massa-rakyat yang terbentuk lewat suku-suku di Papua Barat, telah diperlihatakn oleh hampir sebagian besar suku di Papua Barat bahwa dalam setiap pengambilan keputusan, anggota suku berhak menentukan masa depan atau hal-hal yang terjadi diantara suku maupun keluar. Artinya dalam tindakan praksis demokrasi di Papua Barat, sesungguh-nya telah secara sistematis dilakukan lewat mekanisme-mekanisme demokrasi yang dijalankan oleh masing-masing suku berdasarkan kebiasaan mereka.

Maka dalam merumuskan Strategi dan Taktik Perjuangan, walaupun pembacaan kita terhadap Sejarah Perkembangan Massa-Rakyat Papua Barat belum selesai, akan mengacu pada pijakan-pijakan politik atau arahan politik yang lebih fokus dari pembacaan kita terhadap sejarah perkembangan massa-rakyat Papua Barat sehingga proses perjuangan kita akan tepat sasaran dan mengarah pada kualitas perjuangan yang lebih baik. Cita-cita akhir kita dalam perjuangan Pembebasan Nasional Papua Barat adalah menciptakan tatanan massa-rakyat Papua Barat yang Demokratis Secara Politik, Adil Secara Sosial, Sejahtera secara Ekonomi dan Partisipatif secara Budaya, semua hal itu akan terjadi jika Papua Barat bebas dari cengkeraman Kolonialisme Indonesia dan Imperialisme.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat

Gambar Ilust. Koran Kejora
"Menolak dan Hentikan Eksploitasi Alam Di Intan Jaya, West Papua"
Oleh: Bisem Abugau***

Perusahan yang sedang proses untuk di ekplorasi di Intan Jaya tersebut berasal dari perusahan PT. MONI SEJAHTERA LANGOWAN yang akan melakukan Satu Juta Hektar Tanah adat moni untuk eksploitasi emas, tembaga, uranium, perak dan lainnya. Dari batas wilayah seluruh tanah di Intan Jaya akan di ekplorasi secara menta dari garis batas antara  Distrik Biandoga, Wandai, Homeyo dan menyusul pada distrik lainnya. Sebelum berdirinya perusahan ini, mempunyai sejarah tersendiri ketika ekspedisi Geologs dari Belanda tahun 1936 menemukan 5 titik tempat bahwa daerah moni terdapat unsur hara tanah yang bermanfaat bagi dunia, seperti  dimuat di Majalah Geological Scientist of America tahun 2005.  Sehingga, kondisi ini mendiamkan secara dunia World Hidden Weald. Dan Pada tahun 2007 PT MONI SEJAHTERA LANGOWAN didirikan. Perusahan ini, telah tentukan garis kordinat atau batas eksploitasi Kordinat : N.3.40.60 and E.136.40.59. Sejak berdirinya, perusahan ini mempunyai dasar hukum yang di keluarkan yaitu akte notaris no.32 yang di notariskan oleh Sri Widodo, SH dengan beralamat Jl. Yos Sudarso No.35 Timika, Papua. Sedangkan SK MENKUM HAM RI PT.Moni Sejahtera Langowan sebagai Pertambangan Khusus AHU-0080722 A.H.01.09 Tahun 2011, yang di sahkan pada 06 Oktober 2011. Sehingga melalui UU MINERBA NO.4 THN 2009. PASAL.135 akan di eksplorasikan.

Dalam berita yang beredar di media sosial bahwa pendiri PT. Moni Sejahter Langowan tersebut dengan melibatkan masyarakat adat tetapi belum tetentu sebagai keterlibatan itu, seperti Welly Maningkas sebagai Direktur Utama dan pensehat lemasmo,Salmon Nagapa sebagai Direktur dan Tokoh Pemuda Moni, Moses Selegani sebagai Komisaris Utama dan kepala suku besar Moni, Bernadus Bagau sebagai Komisaris dan Sekjen Lemasmo, Anggimbau.SH sebagai Direktur Kepala Suku, Matius Somau sebagai Komsaris Kepala Suku, Marten Mayani Komisaris Kepala Suku. Inilah yang mendirikan PT. Moni Sejahtera Langowan untuk mengeksploitasi Alam Kekayaan suku moni, Intan Jaya West Papua. PT. Moni Sejahtera Langowan yang dikendalikan oleh TOBA GROUP yang pemiliknya Jend.Tni Luhut Binsar Panjaitan dan pemilik PT. Moni Sejathera Langowan adalah Welly Maningkas. Perusahan ini telah melakukan hubungan konsorsium bersama perusahan-perusahan raksasa Eropa dengan dana investasi perkiraan 25 Miliar di Hote Grand  Tropic Jakarta Barat Tahun 2016 yang di hadiri oleh Grace Lumangkun, Laksdya TNI [Purn] Fred Lonan (mantan Wakasal), Boike Wurarah, Bernad Saisab, Welly Maningkas, Brigjen TNI [Purn] Paulus Prananto (Toba Group), Salmon Nagapa, Vence Nayoan, Heinz Rauball  dan para pelaku perusahan-perusahan Eropa.
Dari Melihat kondisi seperti dan Terkait dengan Perusahan Pt.Moni Sejahtera Langowan  yang sedang masuk di Intan Jaya wilayah suku Moni maka secara tegas dari Pelajar, Mahasiswa, Masyarakat, Intelektual Intan Jaya dan seluruh lapisan masyarakat PAPUA menolak PT.Moni Sejahtera Langowan. Realitas penolakan ini di pandang dari Sejarah gerakan rakyat West Papua, dan mencatat Papua Barat dipandang oleh dunia Papua adalah sebuah pulau di ujung timur yang begitu berlimpah dengan kekayaan Alam-nya (surga kecil yang jatuh ke Bumi) sehinggga telah sekian Tahun lama-nya Indonesia dijadikan alat untuk eksploitasi besar-besaran di tanah West Papua dan negara-negara yang punya kepentingan atas West Papua menjadi aktor utama terjadilah perebutan West Papua  ke dalam bingkai NKRI secara Paksa, secara tidak demokratis.

Oleh sebab itu sementara kita masih dalam penjajahan bingkai NKRI, Rakyat West Papua tidak akan merasa sejahterah, aman, damai, dan tentram kerena sejak 19 Desember 1961 adalah awal mula pemusnaan bangsa West Papua, yang telah merdeka dan telah berdiri sebagai negara sama seperti bangsa lain di dunia sejak 1 Desember 1961.

Dan sekarang, tahun 2019 bangsa West Papua telah 57 tahun bersama kolonialisme Indonesia dan kolonilaime Indonesi masih melakukan  eksploitasi dan perampasan ilegal, Pembunuhan, Pemenjaraan, Penangkapan, Intimidasi,teror, tabrak lari dan lain sejenis-nya di atas tanah West Papua hanya karena kepentingan Ekonomi, Poliik, dan Kekuasaan dari kolonalisme Indonesia sertakan negara-negara imprealis yang rakus akan eksploitasi kehidupan rakyat.

Sehingga, Perusahan apa pun yang masuk di tanah West Papua yang ada hanya membawa malapetaka bahaya bagi generasi penerus bangsa West Papua  dan lebih khususnya masyarakat di kabupaten Intan Jaya dengan karna persuahan yang akan hadir di tengah wilayah Meepago dan Wilayah Moni. Maka dengan tegas kepada genarsi mudah ini, harsu memiliki Tugas kita bangsa West Papua  adalah Persatuan dalam satu komando satu tujuan melawan militerisme, hapuskan kapitalisme, hancurkan imperialisme dan sejenis-nya dan fokus pada perjuangan kemerdekaan West Papua sertakan menolak maupun meminta semua perusahan-perusahan asing yang ada di seluruh tanah West Papua harus tutup dan kekuatan TNI/POLRI organik dan non-organik yang sedang kuasai seluruh tanah Papua harus ditarik kembali ke pangkuan kolonialisme Indonesia itu sendiri.

Sampaikan dan memberikan kesadaran, dan pemahaman kepada keluarga, dan sesama kita di seluruh tanah West Papua dan lebih khusunya Intan jaya , keluarga di dugindoga, kemandoga, mbiandoga dan weandoga. Perusahan tambang Emas terbesar di dunia yang lebih besar dari PT.Freeport seluas 1 juta Haktar yang sedang mau masuk daerah Intan jaya ini harus tolak. Perusahan besar ini akan membawa dampak buruk bagi generasi bangsa West Papua yaitu kekuasaan imprealisme, kapitalisme, militerisme dan lain sejenisnya besar-ran di tanah West Papua terutama di Intan jaya, kalau perusahan ini masuk di Kemandoga, Dugindoga dan Mbiandoga  suku moni/migani dan suku wolani mau bawa kemana kalau daerah ini sudah dikuasai militer dengan kekuasaan lahan, dan  sewenangan-wenangnya hanya atas kepentingan kolonialisme indonesia atas West Papua.

Suku Moni/Migani dan Wolani mau pindakan lokasi kemana? Intan Jaya adalah daerah yang cukup sempit daerah ini hanya terdapat gunung-gunung yang besar menjulang tinggi sehingga tidak terdapat daratan rendah dan daerah ini hanya dialiri sungai-sungai besar yaitu sungai Mbiabu, Kemabu dan Dogabu Wabu, dismpiang-samping  itu masyarakat telah sekin lama hidup mengikuti setiap aliran sungai-sungai besar tersebut sehingga apa bila perusahan tersebut masuk maka untuk pembuangan limbah tambang Emas akan terjadi pencemaran lingkungan hidup masyarakat melalu sungai besar Kemabu sampai di Napan Nabire, West Papua.

Dengan itu, ingatlah bahwa kami mempunyai sebuah bahasa yang musti kita jaga bersama adalah ""Aga maine dune data aumba menene dogee nae dogoo, agati jinggiga menego dudigi magamigi dapoga mimbuame"" Orang tua-tua kami yang sudah tanda-tangan maka secara tegas juga kami Pelajar, Mahasiswa, Intelektual dan masyarakat Intan Jaya dengan tegas menolak serta tidak mengizinkan Perusahan apapun masuk di Intan Jaya  karena setiap perusahan yang hadir di Papua ini membawa dampak buruk bagi generasi penerus bagi bangsa West Papua. Karena alam West Papua dan segalah isi-nya adalah titipan maha pencipta (TUHAN) bagi leluhur kami khususnya rakyat West Papua di Intan jaya dan seluruh tanah West Papua menjaga kekayaan yang ada bukan untuk bangsa dan negara-negara lain. Sebab, tanah leluhur ini yang punya adalah bangsa West Papua itu sendiri.

Pada Dasarnya, bahwa eksploitasi tersu sedang di lakukan oleh kolonialisme Indoensia dengan caranya mereka, yang secara licik serta merta pembohongan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh kolonialisme Indonesia untuk menjalankan aset mereka di West Papua dengan mencuri ataupun mengeksploitasi sumber daya alam West Papua tanpa melihat sumber daya yang lainnya sekita eksploitasi yang di lakukan oleh kolonialisme Indonesia seprti kasus Freeport yang memakan korban nyawa manusia West Papua yang kini berjuamlahan ribuan orang serta hukum adat Amugme dan kamoro di rusaki oleh kolonialisme Indonesia dan negara-negara imprealisme yang melakukan eksplotasi  tanpa memperhatian wilayah adat pemilik serta limbah Freeport menjalar ke seluruh tanah West Papua.

Dengan, demikian kita harus waspada terhadap perusahan dan eksploitasi yang akan masuk ini di Intan jaya untuk melakukan tambang terbesar lebih besar Freepot dari pada di Intan Jaya yang akan di bangun tersebut. Sehingga kebutuhan kita bersama adalah menolak segala bentuk eksploitasi yang akan di lakukan di Intan jaya dan seluruh pelosok-pelosok West Papua untuk genersai massa depan rakyat melanesia West Papua.

Penulis adalah Pemerhati Intan Jaya

Sumber:
http://wwwmaleakitipagauj.blogspot.com/2016/06/ptmoni-sejahtera-langowan.html

Ikuti Kami di gambar di bawa ini, Gambar-gambar tersebut di mana perusahan itu di Proses:
Kontrak karya yang dilakukan




Surat-surat Perjanjian 








Lembaga Moni






gambar pria dewasa papua. Sumber: google.

Penulis: Wissel Van Nunubado*

"Berikan Hak Politik Kepada Rakyat Papua Untuk Menentukan Nasibnya Di Dunia"     

Pendahuluan

Mungkin ada yang berpikir bahwa umpannya telah dimana oleh ikan yang diimpikan. Iya kemungkinan demikian namun semua orang mengetahui syair "sedalam laut bisa diukur namun dalamnya hati orang tidak bisa diukur". Syair itu benar-benar terlukis dalam watak para birokrat berwatak militeristik dan rakus yang hidup dibawah sistim Imprealis NKRI ini.

Hal itu jelas terlihat dalam implementasi perjanjian helsinki antara Aceh vs Indonesia dimana salah satu pasalnya menghendaki Aceh mengunakan bendera GAM, namun pasca helsinki Pemerintah Indonesia mengeluarkan PP No. 77 Tahun 2007 yang melarang pengunaan bendera GAM di Aceh.
Hari ini wacana yang sama didorong oleh Indonesia dalam melihat persoalan politik Indonesia dan Papua melalui prodak politik gado-gado Indonesia, yaitu Dialog Jakarta—Papua.

Pertanyaannya adalah siapa yang bisa menjamin pemerintah Indonesia akan bijaksana dalam menjalankan hasil dialog dan prakteknya akan berbeda sikapnya dengan menjalankan perjanjian helsinki?

Jika akhirnya, jawabannya adalah "dialog hanya sebagai upaya politik saja" maka disarankan untuk jangan terlibat dalam politik gado-gado Indonesia untuk Papua dan Internasional itu.

Berpolitiklah Dengan Kaum Beradab

Segalak-galaknya Hitler akhirnya beliaupun menyerah pada ajal hingga terbaring dipusaranya. Dunia beradap tidak menghentikam kekejamannya diatas pusarannya itu, namun dunia membuka sebuah peradilan internasional yang dikenal dengan peradilan Norenberg yang didalamnya dunia melalui hakim pengadili para pengikut dan pengemar Hitlter dengan hukuman mati atas semua kekejaman yang terjadi pada saat Ia berkuasa.

Kenyataan itu menunjukan bahwa sekalipun sejarah kolonialime yang dikuatkan dengan sistim imperial yang berbasis pada teori markantilisme dilahirkan oleh barat di pasca masa pencerahan namun semuanya bisa tunduk dan menghargai magna carta dan deklarasi kemerdekaan Amerika yang telah dikukuhkan dalam deklarasi internasiona tentang hak asasi manusia yang menjadi dasar pembentukan PBB yang menjadi penanda usainya perang dunia kedua.

Hari ini semua negara di dunia mengadopsi norma Internasional yang dikeluarlan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam bentuk Deklarasi Internasional, Kovenan Internasional, Statuta Internasional dan Konvensi Internasional yang ditandai dengan proses ratifikasi menjadi aturan hukum yang berlaku dalam negaranya masing-masing, seperti di indonesia yang tercernin dalam UU No 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Tentang Ekonomi Sosial Budaya dan UU No 12 Tahun 2005 tentang Ratifilasi Kovenan Internasional tentang Sipil Politik yang pada pasal 1 kedua aturan tersebut mengatur perihal "Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Suatu Bangsa."

Sekalipun Indonesia telah meratifikasi kedua aturan tersebut namun hingga saat ini, para pejuang hak menentukan nasib sendiri terus dikriminalisasi dengan pasal 105 KUHP (makar) dan bahkan distiqma sebagai separatis dan makar. Selain itu mayoritas kasus pelanggaran HAM Berat belum tertangani dengan maksimal melalu Pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Inilah bukti bahwa para birokrat Indonesia yang berwatak militeristik itu tidak beradab sehingga tidak layak bangsa yang beradap seperti bangsa West Papua berpolitik dengan mereka karena tidak akan mendapatkan hasil yang bermartabat.

Untuk itu, harapannya arahkan seluruh pikiran dan tindakan kepada negara-negara yang beradap di kawasan Pasifik, kawasan Karibia dan kawasan Atlantik serta di benua Australia, Asia (kecuali indonesia), Afrika, dan Eropa serta terkhususnya di PBB sebab disana hidup manusia-manusia yang beradab serta menghargai esensi HAM yang hakiki sebagaimana diwujudkan oleh Jhose Ramos Horta untuk pembebasan nasional Timor Lorosae atau Timur Leste sejal tahun 1975 dan mendapatkan kemenangan demokratis melalui referendum pada tahun 1999.

Wajah Politik Indonesia Yang Busuk

Tengku Muhammad Hasan Tiro perna menyatakan bahwa Indonesia adalah alat kolonialismenya feodalisme Jawa terhadap bangsa-bangsa lain disekitarnya. Pernyataan Tengku diatas sudah dapat merepresentasikan wajah sistim imprealisme NKRI dan karakter birokrat Indonesia yang menguasai seluruh pemerintahan Indonesia di setiap daerah/wilayah.

Bukan hanya pemerintahan sesunguhnya. Para intelektualnya juga demikian sebagaimana kekhawatiran Amin Rais terkait perjuangan Papua Merdeka yang makin mendunia karena telah mengandeng akademisi di beberapa universitas ternama di dunia dan bahkan ada tuntutan memberlakukan dua alternatif sekaligus seperti di Aceh dan Timor Leste dalam persoalan politik Papua". Kekhawatiran beliau menunjukan kode ke negara untuk melakukan sesuatu untuk menghambat proses perjuangan politik Papua Merdeka.

Selain intelektual indonesia, beberapa tokoh agama juga berusaha mencampur adukan aturan hukum berdasarkan ajaran agama serta mengkonekkan agama dengan politik negara kesatuan sehingga makin banyak penganut agama yang fanatik mengunakan ayat-ayat kitab suci dalam kerangka nasionalisme sehingga ada yang siap mati demi NKRI.

Semua itu membuktikan bahwa karakter berpolitik Indonesia sanggat tidak beradap dan paling sering mengunakan jurus aji mumpung untuk mencapai keinginannya.

Melalui realitas Negara Indonesia (selanjutnya: Indonesia) adalah alat kolonialisme feodalisme Jawa serta pandangan inteletual yang dikafani ayat-ayat kitab suci milik kebudayaan pagan yang termanifestasikan dalam agama samawi yang digunakan oleh Birokrat Indonesia yang berwatak militer pemilik jurus aji mumpung itu, tidak mungkin ada keadilan yang bermartabat dari mereka sebab hukumnya pun lahir dari proses politik yang penuh akan limbah darah manusia korban pembantaian demi suatu misi egois yang rakus dari segelitir kapital Indonesia dan kapital kaliber internasional.

Atas kondisi itu, Tuhan apa yang ada dalam negara Indonesia sehingga masih ada tokoh agama yang berharap lebih dari perintah indonesia? Bukanlah Uskup Agung Afrika selatan perna bilang bahwa "sementara Anda sembayang di dalam rumah ibadah, mereka sibuk menjarah rumahmu dan Sumber Daya Alam dalam perut bumimu."

Marilah kita sembayang buat mereka yang makin buta dengan cahaya keadilan, sebab Tokoh Revolusionar Yesus Kristuspun perna berkata bahwa "Berikan kepada kaisar apa yang kaisar punya dan berikan kepada Tuhan apa yang Tuhan punya." Maka itu, ingatlah pesan Abraham Lincolt, SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN.

Tidak Ada Tuhan Pemberi Keadilan Dalam Politik

Martino Sardi (Dosen Hukum di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta) perna berkata bahwa Tokoh Revolusioner Yesus Kristus juga berpolitik untuk membangun ajarannya ditengah feodalisme Yahudi dan Kekaisaran Romawi, namum dia berjuang demi kerajaan yang tidak ada di muka bumi. Atas politiknya yang dinilai radikal sehingga dia di salibkan tanpa kesalahan dan tidak berdasarkan hukum Yahudi maupun hukum romawi, katanya berdasarkan hukum kerakusan dan kenafsuan atas jabatan para tokoh Yahudi yang menjabat imam, besar waktu itu.

Kondisi serupa sedang terjadi dalam politik gado-gado Indonesia melalui Dialog Jalarta—Papua dimana status politik Papua dalam Indonesia yang berlandaskan pada New York Agreement (1962) melalui praktek Pepera tahun 1969 yang bertentanggan dengan prinsip ‘satu orang satu suara’ itu dipaksakan agar Bangsa West Papua mengakuinya dan selanjutnya dapat diduduk setara dengan para pembunuh, perampok, pemerkosa dan ahli sejarah palsu serta politisi komporador Indonesia dalam meja perundingan yang penuh dengan muatan kepentungan ekonomi-politik.

Untuk dipahami bahwa persoalan politik West Papua itu bukan persoalan perang suku sehingga hanya dengan penyelesaian adat dan ritual perdamaian semuanya selesai sehingga Dialog Jakarta—Papua yang mirip dengan penyelesaian denda adat dan ritual perdamaian salanjutnya selesai. Persoalan Papua itu lebih dari persoalan perang suku. Persoalan Papua itu bukan masalah dosa siapa sehingga perlu sakramen pengakuan dosa selanjutnya diberkati untuk hidup baru dalam roh kudus.
Persoalan Papua itu persoalan Internasional yang melibatkan PBB yang telah melukiskan sejarah hitam PBB atas resolusi yang dikeluarkan sehingga menjadi dasar klaim bagi pemerintah Indonesia atas Papua.

Untuk itu bagi mereka yang disiapkan untuk menjadi pedagang politik gado-gado Indonesia untuk Papua dan Internasional bisa berpikir dua kali, sebab tidak ada Tuhan pemberi keadilan dalam politik Indonesia yang sarat akan muatan kepentingan kapital Indonesia dan kapital Internasional dalam bingkai sistim imperial NKRI.

Semoga sejarah Uskup Agung Timur Timor, Fransiskus Xaferius Ximenes Bello bisa dijadikan teladan untuk menyelesaikan konflik politik Indonesia vs Papua jika ingin menjadi Tokoh Revolusioner Yesus Kristus Bagi Bangsa Papua.

Nelson Mandela Dan Desmond Gagal Mendaulatkan EKONONI Bangsa Afrika

Semua tahu tentang Nelson Mandela. Beliau adalah simbol kekuatan manusia yang hidup dalam penjara selama 28 tahun dan tidak merima remisi ataupun abolisi dari penjajah Inggris. Semua juga tahu Uskup Agung Afrika Selatan, Desmond Tutu. Keduanya melakukan perjuangan tanpa kekerasan hingga bebaskan Afrika Selatan dari politik Apartheit. Mekanisme yang digunakan mereka berdua adalah perundingan dengan mimpi orang Afrika dapat menikmati segala fasilitas publik dan dapat mencalonkan diri menjadi Legislatif dan Eksekutif. Perjuangan mereka berhasil dengan ditandai melalui pemilu pertama yang diikuti oleh segenap Bangsa Afrika Selatan dimana dalam pemilu itu Nelson mandela terpilih menjadi presiden, yang menjadi simbol terhapusnya Aparteheit di bumi Afrika Selatan.

Meskipun demikian keduanya tidak mampu memberikan kemerdekaan secara ekonomi kepada bangsa Afrika di Afrika Selatan.

Semua orang tahu bahwa Papua adalah gudang SDA di dunia. Atas pengetahuan itu semua mata dari seluruh negara tertuju kesana dan bahkan masuk kesana mengunakan segala cara baik melalui pendekatan agama, bisnis, kepentingan politik dan lain sebagainya.

Indonesia dan Amerika Serikat adalah negara yang saat ini menguasai Papua secara politik dan ekonomi dimana penguasaannya dilakukan secara sepihak (ilegal) tanpa melibatkan masyarakat adat Papua. Pertanyaannya adalah apakah Dialog Jakarta—Papua dapat menghapus kontrak karya III (2021 - 2041) yang telah Indonesia dan Freeport lakukan pada tanggal 27 Agustus 2017 kemarin? Apakah dialog Jakarta—Papua dapat mengubah saham 51% milik pemerintah Indonesia yang diperoleh dari drama panjang pemerintah Indonesia minta saham?

Dialog Jakarta—Papua tidak mungkin bisa membatalkan kontrak karya itu karena kontrak karya merupakan perjanjian yang mengikat pemerintah Indonesia dan Freeport dimana perikatan itu sah dalam hukum perdata Indonesia dan Internasional sepanjang Papua dalam Indonesia. Artinya jika dialog Jakarta--Papua untuk menguatkan Papua dalam NKRI maka situasinya mirip seperti perjuangan Nelson Mandela dan Desmon Tutu, diatas.

Mungkin itu yang dimaksud dengan merdeka secara politik namun dijajah secara ekonomi dalam bingkai neokolonialisme dibawah baying-bayang sistim imprealis NKRI.

Penutup

Allah Bangsa Papua telah mengetuk seluruh penjuru mata angin dunia melalui anak-anak Bangsa West Papua itu sendiri (diplomat Papua) sehingga sudah banyak negara peduli, prihatin dan bersolidaritas untuk mendukung West Papua menentukan sikap politik melalui mekanisme hak menentukan nasib sendiri yang dijamin dalam hukum Internasional.

Hari ini negara itu sudah menguncangkan sidang umum PBB melalui pidato-pidato kenegaraan dimana semua itu dilakukan atas prinsip kemanusiaan yang beradap dalam logika politik internasional yang bermartabat atas prinsip-prinsip HAM yang diakui dunia dan hukum Negara Indonesia.

Praktek dialog Jakarta—Papua yang adalah prodak politik gado-gado Indonesia untuk Papua dan Internasional yang dilahirkan dari rahim birokrat Indonesia yang berwatak militeristik, sesungguhnya hanya untuk melindungi kepentingan saham 51% milik pemerintah Indonesia yang di peroleh dari drama pemerintah Indonesia minta saham itu. Disisi lain untuk melindungi kepentingan eksploitas uranium dari perut bumi Papua oleh Freeport untuk Amerika Serikat. Hal itu dikuatan secara hukum perdata bahwa kontrak karya adalah perjanjian yang mengikat kedua pihak dan menjadi hukum sendiri bagi keduanya yang diakui dalam hukum Indonesia dan Internasional yang tidak bisa dibatalkan melalui Dialog Jakarta—Papua yang bentuknya mirip seperti mekanisme penyelesaian secara adat yang diakhiri dengan ritual perdamaian dalam penyelesaian persoalan perang suku.

Pesan Tengku Muhammat Hasan Tiro terkait watak birokrat Indonesia wajib digaris bawahi jika ingin berpolitik dengan birokrat Indonesia. Belajarlah dari Uskup Agung Timor Timur Fransiskus Xaferius Ximenes Bello jika ingin menjadi Tokoh Revolusioner Yesus Kristus Bagi Bangsa Papua.

Ingatlah selalu pesan Tokoh Revolusionar Yesus Kristus yang tersohor tentang politik kekuasaan yaitu : BERIKAN PADA KAISAR APA YANG KAISAR PUNYA DAN BERIKAN PADA TUHAN APA YANG TUHAN PUNYA. Selanjutnya pesan dari Tokoh Pembebasan Perbudakan Di Amerika Serikat, Abraham Lincol yaitu : SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN.

Untuk mengakhiri uraian singkat ini, akan dimuat kembali pesan seorang Hakim Mahkama Agung Republik Indonesia kepada peserta pelatihan karya bantuan hukum pada tahun 2008. Berikut pesannya :

"Di Negara ini (Indonesia) tidak ada keadilan sehingga jika Anda ingin keadilan maka mintalah ke dunia Internasional. Dengan begitu maka percayalah bahwa cahaya keadilan akan bersinar di tanah airmu"

Artejo Alkostra
(Pengacara Kasus Santa Crus dan sekaligus sebagai Hakim Indonesia pertama yang putuskan Bebas atas Kasus Makar Di Serui)


"Kritikanmu adalah Pelitaku"

Penulis adalah aktivis kemanusiaan, juga mahasiswa yang kuliah di kota Yogyakarta

Students Alliance of Papua.list

Congratulation to Luisa Tuilau for her being selected as a Queens Young Leader 2016

We, Students Alliance of Papua (AMP) would like to congratulate our best West Papua Freedom Fighter, Luisa Tuilau on her being selected as a Queen Young Leader 2016, representing  Fiji. The Students Alliance of Papua is proud to know that she has been selected as a Queen Young Leader 2016.  This exciting news has filled us with extreme joy and pleasure. It’s difficult to express this joy in terms of words. 

Having known the amount of hard work she puts in everything she does, this awards is recognition of her hard work and talents.  We all believe she thrives hard to achieve the best results. Along with studies, she always wakes up in the middle of the night to study.  When we ask her about the time in Fiji from the colonial land of Indonesia, Java Island, she would always answer 3.00 or 4.00 A.M which mean she wakes up in middle of the night to do her work and to study.  Despite all her full schedule she gives her best times, energy and talent to raising the awareness of West Papua Struggle to independence. 

On behalf of the people of West Papua, Students Alliance of Papua in West Papua, in the colonial land of Indonesia and all over the world would like to congratulate her and will always support her, Miss Tuilau in our prayers as she travels to London. 

Her people of West Papua and Fiji are so proud of her because in the middle of thousands of young ladies, she was selected not by chance but from her best hard work and prayers. 
We wish her all the very best for her future endeavors and hope to hear many more stories of her success. 

The people of West Papua will keep her in their daily prayers.  Go to win Luisa Tuilau..!

Colonial Land of Indonesia, 09  November 2015


CENTRAL COMMITTEE
THE ALLIANCE OF PAPUAN STUDENTS
[KP-AMP]
 General Chief

Jefry Wenda

Rinto Kogoya

Oleh : Rinto Kogoya 

�Tulisan ini untuk mempertegas sikap Organisasi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] yang menolak adanya gagasan untuk menyelesaikan persoalan Papua dengan jalan Dialog, sehingga dasar kita menolak memiliki alasan yang logis dan rasional�

Saya lansung saja menguraikan kenapa secara organisasi, AMP dengan tegas menolak gagasan Dialog yang sedang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) maupun yang akhirnya diikuti oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe yang juga mengharapkan adanya dialog dengan pemerintah Pusat. Tapi menurut Lukas, kata dialog sebaiknya diubah dengan kata yang lebih halus.

Pertama, kenapa AMP menolak gagasan dialog yang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) dibawah kordinator Pater DR. Neles Tebay, Pr. Gagasan dialog ini muncul setelah sekian lama rakyat Papua berjuang untuk menuntut Kemerdekaan. Dan dianggap sebagai salah satu solusi penyelesaian persoalan Papua. Selain solusi demokratis lain yang diperjuangkan oleh organisasi-organisasi perlawanan di Papua seperti Hak Menentukan Nasib Sendiri melalui mekanisme Referendum dan Pengakuan Kedaulatan oleh Indonesia.

Menurut JDP, konflik di Papua yang berkepanjangan disebabkan karena beberapa faktor  persoalan mendasar, diantaranya; Sejarah Politik Papua yang Belum Tuntas tentang PEPERA 1969, Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Ketidakadilan Pembangun dan Marginalisasi. Berbeda dengan AMP yang melihat persoalan mendasar di Papua karena adanya ; Kolonialisme Indonesia, Imperialisme dan Militerisme. Tentu berbeda pula solusi yang diperjuangkan bagi penyelesaian persoalan Papua.

Menurut kami, apa yang dikemukan oleh JDP merupakan sebuah tesis atau disertasi doktoral yang coba dijadikan panduan penyelesaian persoalan, bukan merupakan sebuah hasil analisa yang tajam dan mendalam tentang Papua. Kenapa demikian? Hal ini dikarenakan JDP dalam melihat sejarah Papua hanya berpijak dari pelaksanaan PEPERA 1969 dan tidak secara menyeluruh dari tahun 1960an awal atau pertengahan atau tahun-tahun sebelumnya dimana proses awal Identitas Nasional Bangsa Papua itu lahir.

Selain sejarah politik Papua, pelanggaran HAM menjadi fokus persoalan bagi JDP. Sehingga persoalan HAM harus menjadi satu bagian yang didialogkan. Sebenarnya apa yang diharapkan oleh JDP? Untuk memperjuangkan HAM rakyat Papua? Saya ajukan satu pertanyaan, sudah berapa banyak para pelaku pelanggar HAM yang diadili oleh Pengadilan Indonesia dan hasilnya benar-benar memberikan rasa keadilan untuk rakyat Papua? Apalagi bagi Indonesia, mereka yang melakukan pelangaran HAM dianggap �Pahlawan�. Semua pengadilan terhadap pelaku pelanggar HAM di Papua hanya formalitas belaka diatas meja sidang, untuk menunjukan kalau Indonesai menghargai HAM rakyat Papua. Menurut kami, pelanggaran HAM merupakan efek dari sebuah pendudukan atau penjajahan yang dilakukan oleh Indonesia untuk mempertahankan hegemoninya atas Papua. Sehingga, untuk menghentikan terjadinya pelanggaran HAM, rakyat Papua harus hidup merdeka dan bebas dari dari sebuah penjajahan yang sedang dilakukan oleh Indonesia.

Dua soal lain yaitu ketidakadilan pembangunan dan marjinalisasi juga menjadi fokus JDP dalam konsep dialog yang ditawarkan. Kembali kami pertegas, bahwa kolonial akan selalu mendominasi wilayah yang dikoloni baik secara ekonomi politik maupun sosial kebudayaan. Kolonial selalu menghambat laju perkembangan kemajuan disemua aspek kehidupan rakyat di wilayah yang dikoloni. Mengharapkan adanya kemajuan dalam pembangunan dan rakyat Papua tidak termarjinalkan adalah mengharapkan sesuatu yang mustahil. 

Sehingga kembali ke penafsiran masing-masing, yaitu Papua itu bagian dari Indonesai atau wilayah yang dikoloni atau dijajah oleh Indonesia? Jika Papua bagian dari Indonesia, dan mengharapkan adanya perbaikan kesejahteraan, maka yang harus diperjuangkan adalah transformasi industri manufaktur kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) rakyat yang berpusat diwilayah lain di Indonesia seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi ke Papua. Lahir pertanyaan baru, apa hal itu mau dilakukan oleh Indonesia terutama kaum pemilik modalnya? Jelas itu sesuatu yang mustahil karena industri selalu membutuhkan pasar dan tenaga kerja, dan Papua bukan pasar yang menguntungkan dari sisi jumlah penduduk yang ada saat ini dibanding daerah lain di Indonesia apalagi kesediaan tenaga kerja.

Penjelasan diatas terkait konsep dialog yang ditawarkan oleh JDP yang dengan tegas ditolak oleh AMP. Selain penolakan atas konsep dialog, tidak adanya kesepahaman bersama antar organisasi perlawanan di Papua yang pro dialog dan kontra dialog akan menjadi bumerang bagi rakyat Papua. Bagaiman dengan sayap militer gerakan Kemerdekaan Papua TPN-PB yang dengan tegas menolak bentuk-bentuk kompromi seperti dialog? Saya kira Tim 100 pada tahun 1999 juga telah melakukan tahapan dialog dengan Indonesia, menghasilkan OTSUS yang oleh Indonesia dianggap sebagai solusi dan tidak bagi rakyat Papua yang menghendaki Kemerdekaan.

Kedua, kenapa AMP menolak dengan tegas gagasan dialog yang diusung oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe? Dari apa yang diutarakan oleh Lukas Enembe bahwa bukan kata dialog tapi diubah dengan kata yang lebih halus, maksudnya? Dan dialog yang dilakukan berkaitan dengan kesejahteraan. Hal ini menandakan bahwa Lukas ingin hadir sebagai sosok �Pahlawan Kesiangan� bagi rakyat Papua. Selain itu, menunjukan kalau Lukas tidak memahami mekanisme dalam birokrasi yang ia pimpin. Apa tidak ada cara lain untuk mengurus masalah kesejahteraan rakyat Papua? Seperti ; rapat konsultasi atau rapat kerja atau dengan kata yang lebih halus �diskusi� dengan birokrasi diatasnya yaitu pemerintah pusat untuk membahas bagaimana mengatasi masalah kesejahteraan di Papua.

Menurut kami, ada tidaknya dialog antara pemerintah provinsi Papua dan pemerintah pusat tidak akan mengubah eskalasi perlawanan rakyat di Papua. Karena, baik pemerintah provinsi Papua maupun pemerintah pusat adalah satu rangkaian birokrasi yang saat ini sedang menjajah Papua. 

Saya merasa penting untuk menjelaskan bagaimana kolonialisme Indonesia tetap berlangsung dan terjadi di Papua. Kolonialisme adalah �kebijakan dan praktek kekuatan dalam memperluas kontrol atas masyarakat lemah atau daerah�. Kolonialisme selalu memiliki sifat yang arogan dan ekspansionis. Tujuan utama kolonialisme adalah menguras sumber kekayaan, sedangkan kesejahteraan dan pendidikan rakyat daerah koloni, tidak diutamakanDari pengertian dan tujuannya jelas bahwa Papua sedang di jajah oleh Indonesia. Kolonialisme Indonesia berlangsung di Papua melalui mesin birokrasi, sistem politik yaitu pemilu dan penempatan militer (TNI-Polri). Birokrasi yang ada di Papua saat ini merupakan perpanjangan tangan atau pelaksana dari birokrasi pemerintah penjajah Indonesia. Birokrasi dan sistem politik seperti pemilu tujuannya untuk memperkuat legitimasi kekuasaan politik Indonesia atas Papua. Sehingga, penting untuk memajukan kesadaran rakyat Papua tentang bagaimana Kolonialisme Indonesia itu berlangsung di Papua, untuk kemudian rakyat Papua dapat menentukan sikap politiknya.

Tentu AMP tidak hanya menolak, Hak Menentukan Nasib Sendiri (The Right to Self Determination) bagi rakyat Papua merupakan solusi demokratis yang menurut kami dapat menyelesaikan persoalan Papua. Seperti apa yang dikatakan oleh Pdt. I.S. Kijne pada 25 Oktober 1925 di Wasior-Manokwari �Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri�. AMP juga memiliki keyakinan bahwa rakyat Papua dapat memimpin dirinya sendiri dan dapat menjalani hidup dengan  sejahtera, adil, demokratis dan bermartabat jika Papua Merdeka. 

Akhirnya, kami menyerukan kepada seluruh organisasi perlawanan Papua untuk menghilangkan ego dan faksisme dan bersama-sama memperjuangkan Kemerdekaan Sejati Rakyat Papua untuk hari depan Papua yang lebih baik. 

Salam!

Penulis adalah Mantan Ketua Umum Komite Pimpinan AMP Pusat


Ro Teimumu Kepa (Fiji Times)
Ro Teimumu Kepa (Fiji Times)


Suva,23/6(Jubi)- Partai Sosial Demokrasi Liberal (Social Democratic Liberal Party; SODELPA) Fiji menyatakan pembebasan West Papua dari pendudukan Indonesia akan menjadi salah satu agenda penting dari Manifesto partai yang akan dirilis bulan depan.

Pesan itu disampaikan, pemimpin Partai, Ro Teimumu Kepa, bahwa perjuangan rakyat West Papua untuk bebas dari pendudukan Indonesia, bukanlah perjuangan yang terlupakan dari sesama Melanesia di Pacific. Seluruh rakyat Melanesia di Fiji ada bersama perjuangan West Papua.
Anda tidak sendirian. Benih dukungan sedang bertumbuh untuk persoalan Anda. Kami ada bersama dengan Anda, �kata RO Teimumu, Minggu (22/6) di Suva, Fiji.

Kepa menyampaikan pesan itu setelah presiden Indonesia mengunjungi Fiji dan berbicara pada Forum Pembangunan Kepulauan Pacific (PIDF) kedua di Nandi, Fiji, (19/6) Minggu lalu.

Menurut Kepa, Presiden SBY tidak mengangkat masalah West Papua di pertemuan PIDF kemarin, sementara sebelum meninggalkan Indonesia, media Indonesia menyebarkan kabar kalau SBY ke Pacific untuk menjelaskan isu dan banyak informasi yang salah mengenai West Papua di Fiji.

Tapi dia dilaporkan tidak mengangkat isu West Papua secara terbuka di forum, meskipun dikutip di Indonesia bahwa ia bermaksud untuk menjelaskan masalah West Papua,� kata Ro Teimumu.

Karena itu, Kepa menilai kehadiran presiden Indonesia dalam pertemuan PIDF hanyalah diplomasi politik demi mempertahankan Papua tetap bagian dari Indonesia.

Tujuannya adalah untuk menjaga sebanyak mungkin pemimpin Pasifik agar berada dalam kebijakan Indonesia atas West Papua dan untuk melawan meningkatnya tekanan internasional dan regional dalam mendukung West Papua.� Kata Ro Teimumu.

Karena itu, Intelegen Fiji melancarkan pengamanan tingkat tinggi selama satu minggu, sebelum SBY melakukan kunjungan ke Fiji, untuk mengantisipasi ada gerakan rakyat setempat mendukung West Papua di hadapan SBY.
Jurnalis yang vokal terhadap masalah Papua pun menjadi perhatian khusus dari agen rahasia Fiji. 

Bahkan polisi melarang kehadiran jurnalis senior Fiji, Netani Rika dalam pertemuan PIDF yang dihadiri Presiden Indonesia. �Dia terlalu vokal,�telepon anggota agen rahasia ke kantor Redaksi Fiji Times satu hari sebelum pertemuan PIDF (19/6).(Jubi/PCC/ Fiji Times.Com)

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats