Halloween party ideas 2015


Akibat dari operasi-operasi militer tersebut  terjadi berbagai pelanggaran HAM, yakni berunjuk pada penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak kemerdekaan rakyat dan Bangsa Papua Barat, pelecehan seksual, pelecehan kebudayaan, rasialis dan diskriminasi serta sebagainya, sejak dari antara Tahun 1961-1969 dalam kurun waktu 8 Tahun dan kejahatan kemanusian terus terjadi hingga dekade saat ini. Lebih ironis lagi, tanggal 7 April 1967 Kontrak Karya Pertama PT. Freeport McMoran, perusahaan tambang milik Negara Imperialis Amerika dan sekutu-nya, ditanda-tangani oleh pemerintahan rejim Soeharto. Yang mana klaim atas wilayah Papua Barat sudah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Indonesia 2 Tahun sebelum PEPERA dilakukan tanpa keterlibatan rakyat Asli Papua Barat. Sehingga sudah dapat dipastikan dari penjajahan itu, bagaimana pun cara-nya dan apa pun alasan-nya Papua Barat harus masuk dalam kekuasaan Pemerintah Kolonialisme Indonesia. Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan secara "Musyawarah" dengan cara Indonesia sendiri. Dari 809.337 orang Papua Barat yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi secara sistematis.  Sehingga itulah, Praktek kolonialisme, imperialisme dan militerisme kemudian diterapkan oleh Pemerintah Indonesia hingga saat ini untuk meredam aspirasi perjuangan kemerdekaan Rakyat Papua Barat. Dimana Militer menjadi antek-antek yang paling reaksioner selama proses awal penjajahan hingga saat ini.

Berdasarkan kenyataan sejarah akan hak perjuangan kemerdekan rakyat Papua Barat  yang dibungkam secara brutal dan keinginan abadi rakyat Papua Barat untuk bebas merdeka di atas Tanah Air dan bebas dari penjajahan yang ada.Sehingga, dalam Memperingatkan 52 Tahun Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang tidak demokratis dan melanggar hukum Internasional, Maka Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Bali, menuntut kepada Pemerintah Indonesia dan PBB untuk segera:
1. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa Rakyat Papua.
2. Berikan ruang demokrasi dan akses bagi Jurnalis dan media Internasional dan Nasional di Papua Barat.
3. PBB Harus Bertanggungjawab Untuk Meluruskan Sejarah Pepera dan Proses Aneksasi West Papua Ke Indonesia.
4. PBB Harus Membuat Resolusi Untuk Mengembalikan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat Yang Telah Merdeka, ! Desember 1961 Sesuai Dengan Hukum Internasional.
5. Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari Seluruh Tanah Papua untuk Menghentikan Segala Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Oleh Negara Indonesia Terhadap Rakyat Papua Barat.
6.  Menutup dan Menghentikan Aktifitas Eksploitasi Semua Perusahaan Multi National Coorporation (MNC) milik Negara-Negara Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari Seluruh Tanah Papua.
7.  Negara Indonesia dan PBB Bertanggung Jawab atas Kejahatan Kemanusian Di Papua Barat dan Segara Menangkap dan Mengadili Aktor Kejahatan Kemanusian.
8. Hentikan Kriminalisasi dan Diskriminasi terhadap Mahasiswa dan Rakyat Papua Barat
9.  Berikan kebebasan berkumpul, berserikat, berekpresi, dan menyampaikan pendapat yang merupakan hak setiap  manusia tanpa kecuali kepada Mahasiswa dan Rakyat West Papua
10. Negara Republik Indonesia harus mengakui bahwa TPN-PB/ TPN-OPM adalah Pejuang Kemerdekaan Papua, bukan Kelompok atau Pelaku Kriminal Bersenjata, Organisasi teroris seperti yang selalu diberitakan
11. Bebaskan Voktor Yeimo, Roland Levi, Kelvin Molamadan seluruh tanahan politik bangsa West Papua
12. Tolak Otsus Jilid II, Tolak Otonomi Daerah Baru di tanah Papua Barat


Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, pembungkaman,  penindasan dan penghisapan, terhadap Rakyat dan Bangsa West Papua.

Aliansi Mahassiswa Papua Komite Kota Surabaya, saat melakukan aksi demo damai
mengenai PEPERA 1969 Ilegal Bagi Rakyat Papua Barat

Aksi kami selalu saja di bungkam dan selalu di bubarkan secara paksa oleh pihak kepolisian, intel dan ormas, maupun TNI, maka kami minta bantuan kepada semua elemen yang peduli atas Hukum, HAM dan semua organ perlawanan, untuk mengadvokasi pembukaman ruang demontrasi, represif dan intimidasi, yang selalu dilakukan oleh pihak Kepolisian, intel dan Ormas. Apapun bentuk kegiatan yang kami lakukan selalu di represif yakni aksi secara Diskusi ilmia maupun Aksi turung jalan.

Surabaya- Pada Kamis, 02 Agustus 2018 Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Surabaya melakukan aksi demo damai menyangkut dengan Pepera 1969 yang telah ilegal bagi Rakyat Papua Barat. Dengan tempat titik aksi Gedung Negara Grahady, Aksi di mulai  Pukul 06:30 sampai dengan Selesai. Ada pun Kronologis menyangkut aksi demo damai yang di Lakukan:

Kronologis

Tepak Pukul 06.49 Wib, Massa Aksi ketika keluar dari Asrma Papua, pemantauan dari 2 intel kepolisian sudah mulai memantau, tepat didepan Asrama  Papua sebelah jalan raya dekat peremptan Jl. Pacar Keling Surabaya.

Pukul 07.15 Wib, massa aksi berkumpul di Titik Kumpul Aksi depan Monumen Kapal Selam surabaya. Sebelum massa aksi berkumpul di sekitar Monumen Kapal selam Surabaya, sudah ada gabungan Kepolisian dan Intel Polrestabes dan Ormas yang mengenakan Baju Linmas kehitam-hitaman, dengan jumlah keseluruhan hampir 100-an lebih Orang anggota gabungan. Dan pula 1 truk kepolisian, belasan mobil biasa dan motor yang digunakan oleh anggota-angota tersebut.

Pukul 07.45 Wib. Massa aksi di arahkan untuk melakukan Long Mars, tetapi dapat dihadang di titik kumpul aksi, tanpa alasan yang tepat, namun dapat di tutup rapat jalan hingga tidak di berikan ruang untuk melakukan aksi.

Lagi pula, dalam aksi tersebut kordinator umum (Step Pigai) mulai berorasi dan melakukan orasi-orasi, dalam orasinya, menyinggung terkait kebijakan pemerintah terhadap pengusuran di daerah keputih Surabaya dan beberapa tempat di Surabaya, salah satu oknum intel kepolisian mengatakan bahwa, “Anda stop mengungkit masalah yang di Surabaya, kalau tidak akan kami tangkap anda, jangan sekali lagi mengungkit persoalan yang terjadi di surabaya maka secara tak segang-segang kami akan giring ada ke dalam mobil yang sudah kami siap” itulah tutur oknum tersebut.
Dan korlap (Step Pigai) di ancam-ancam sampai hampir didorong oleh intel tersebut, dan tegas-nya oknum intel itu "anda jangan berlebihan akan kami siap tangka, dan satu hal ingat jangan sekali pun singgung Persoalan PEPERA maupun persoalan basis-basis penindasan yang terjadi di kota Surabaya".

Pembungkaman ruang demokrasi untuk menyampaikan pendapat di muka umum jelas dibatasi rapat-rapat, hingga dalam kondisi itu pun kata-kata  rasisme pun di ungkap oleh oknum-oknum kepolisian ketika di titik kumpul momumen Kapal Selam Surabaya.

Sekitar hampir satu jam, masih pada posisi dan melakukan upaya-upaya agar ada ruang sedikit pun untuk bisa melakukan Long Mars, tetapi ditutup rapat,  dan pihak kepolisian, intel dan ormas yang menutup perangkat aksi seperti  spanduk dan poster-poster yang sedang di pegang oleh massa aksi. dengan tujuan di lakukan itu, masyarakat Surabaya yang melewati jalan raya tidak membaca atau mengetahui aksi yang di tuntut.

Pukul 09-30 Wib akhirnya dipaksa dan bubarkan oleh kepolisian, intel dan ormas yang ada, tanpa alasan yang jelas ketika bernegosiasi secara spontan oleh Kordinator umum.

Akhirnya, tepat pukul 19.45 terpaksa meninggalkan titik kumpul aksi lalu segera kembali atau pulang. Reprensif yang dilakukan oleh pihak kepolisian gabungan ini adalah suatu tindakan untuk membatasi ruang menyampaikan pendapat di muka umum.


Salam Pembebasan Nasional Papua Barat














Aksi Bersama 
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Dan Front Rakyat Indonesia untuk West Pa pua
 (FRI-West Papua)
_____________________________________________________________________________

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Pepera 1969 Ilegal di Papua Barat
Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat

Persoalan Kebangsaan telah di mulai sejak 1960-an dan gagasan kebangsaan bagi Rakyat dan Bangsa Papua Barat telah merebut kemerdekaan sejak 1 Desember 1961 secara de jure dan de facto bahwa Bangsa Papua Barat telah Merdeka secara konstitusional.  Dalam era itu, kemerdekaan bangsa Papua Barat terjadi Perebutan antara Belanda dan Indonesia mempersoalkan status bangsa Papua Barat yang ketika itu juga, Presiden Ir. Soekaro Mengkumandangkan Trikora (Tri Komando Rakyat) di Alun-Alun Kota Jogjakarta, 19 Desember 1961 untuk mengagalkan Negara Bangsa Papua Barat yang telah di deklarasikan kemerdekaan dan sedangkan Belanda menyiapkan militer untuk melawan Indonesia yang mana Belanda beranggap bahwa bangsa Papua Barat bagian dari kerajaan-nya. Itulah, Perebutan antara Belanda dan Indonesia atas Tanah Papua Barat. Sehingga, lahirnya manifesto politik antara Belanda dan Indonesia yang menghasilkan perjanjian-perjanjian tanpa keterlibatan Rakyat Asli Papua Barat seperti Pejanjian New York Agreement. Perjanjian tersebut terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal. Diantaranya Pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu “satu orang satu suara” (One Man One Vote). Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer administrasi dari Pemerintahan PBB (United Nations Temporary Executive/UNTEA) kepada Pemerintah Indonesia, yang kemudian dilakukan Aneksasi pada 1 Mei 1963.

Pada 30 September 1962 dikeluarkan Roma Agreement/Perjanjian Roma yang merujuk agar Indonesia menduduki selama 25 tahun di Papua Barat dari 1 Mei 1963 hingga 1989 dan Point ke dua, mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) di Papua Barat pada tahun 1969 dengan cara "musyawarah" tidak pada tahapan "one man one vote" yang di atur dalam New York Agreement maupun hukum Internasional itulah manipulasi sejarah rakyat Papua Barat. Namun dalam praktek-nya, Indonesia justru memobilisasi Militer  ke Papua Barat untuk meredam gerakan Perjuangan Kemerdekaan bangsa Papua Barat sejak Trikora di Komandkan oleh Ir. Soekarno. Dari itu, berbagai Operasi Khusus (OPSUS) yang di ketuai Ali Murtopo bertugas untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) ada pun operasi militer yang di lakukan Pra PEPERA, Operasi Jayawijaya (1961-1962), Operasi Wisnumurti(1963-1965), Operasi Sadar(1965), Operasi Brathayudha(1966-1967), Operasi Wibawa(1967), Operasi Khusus Penenganan Pepera(1961-1969) , selanjutnya diikuti operasi militer lainnya setelah PEPERA yaitu Operasi tumpas (1967-1970), Operasi Pamungkas(1971-1977), Operasi Koteka (1977-1978), Operasi Senyum (1979-1980), Operasi Gagak I (1985-1986), Operasi Gagak Ii (1986), Operasi Kasuari I (1987-1989), Operasi Kasuari Ii (1988-1989), Operasi Rajawali I (1989-1990), Operasi Rajawali (1990-1995)

Akibat dari operasi-operasi militer tersebut  terjadi berbagai pelanggaran HAM, yakni berunjuk pada penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak kemerdekaan rakyat dan Bangsa Papua Barat, pelecehan seksual, pelecehan kebudayaan, rasialis dan diskriminasi serta sebagainya, sejak dari antara Tahun 1961-1969 dalam kurun waktu 8 Tahun dan kejahatan kemanusian terus terjadi hingga dekade saat ini. Lebih ironis lagi, tanggal 7 April 1967 Kontrak Karya Pertama PT. Freeport McMoran, perusahaan tambang milik Negara Imperialis Amerika dan sekutu-nya, ditanda-tangani oleh pemerintahan rejim Soeharto. Yang mana klaim atas wilayah Papua Barat sudah dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Indonesia 2 Tahun sebelum PEPERA dilakukan tanpa keterlibatan rakyat Asli Papua Barat. Sehingga sudah dapat dipastikan dari penjajahan itu, bagaimana pun cara-nya dan apa pun alasan-nya Papua Barat harus masuk dalam kekuasaan Pemerintah Kolonialisme Indonesia. Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan secara "Musyawarah" dengan cara Indonesia sendiri. Dari 809.337 orang Papua Barat yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi secara sistematis.  Sehingga itulah, Praktek kolonialisme, imperialisme dan militerisme kemudian diterapkan oleh Pemerintah Indonesia hingga saat ini untuk meredam aspirasi perjuangan kemerdekaan Rakyat Papua Barat. Dimana Militer menjadi antek-antek yang paling reaksioner selama proses awal penjajahan hingga saat ini.

Perjuangan Rakyat dan Bangsa Papua Barat terus mengalami penindasan-penindasan yang di lakukan oleh kolonialisme Indonesia, terutama penerapan system klonial serta militer yang sangat represif pada tahapan Mahasiswa hingga Pada tahapan kalangan-kalangan rakyat yang memperjuangkan untuk mengembalikan hak vekto bangsa Papua Barat yang telah merdeka sejak, 1 Desember 1961. Dengan itu pun, kekerasan Kolonialisme Indonesia telah merebut berbagai sumber daya yang ada di tanah Papua Barat memberikan kepada para kedok Kapitalisme dan Imperialisme dari membunuh-nya nasionalisme Rakyat Papua Barat. Seperti diketahui hasil dari Pepera yang ilegal merupakan manipulasi perjuangan rakyat Papua Barat sehingga hadirkan berbagai penjajahan di tanah Papua Barat, mulai dari perusahan-perusahan ilegal hingga pembohongan brokratis kolonial Indonesia Atas West Papua.

Berdasarkan kenyataan sejarah akan hak perjuangan kemerdekan rakyat Papua Barat  yang dibungkam secara brutal dan keinginan abadi rakyat Papua Barat untuk bebas merdeka di atas Tanah Air dan bebas dari penjajahan yang ada.Sehingga, dalam Memperingatkan 49 Tahun Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang tidak demokratis dan melanggar hukum Internasional, Maka Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua [FRI-WP], menuntut kepada Pemerintah Indonesia dan PBB untuk segera:

1. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa Rakyat Papua.
2. Berikan ruang demokrasi dan akses bagi Jurnalis dan media Internasional dan Nasional di Papua Barat.
3. PBB Harus Bertanggungjawab Untuk Meluruskan Sejarah Pepera dan Proses Aneksasi West Papua Ke Indonesia.
4. PBB Harus Membuat Resolusi Untuk Mengembalikan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat Yang Telah Merdeka, ! Desember 1961 Sesuai Dengan Hukum Internasional.
5. Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari Seluruh Tanah Papua untuk Menghentikan Segala Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Oleh Negara Indonesia Terhadap Rakyat Papua Barat.
6. Menutup dan Menghentikan Aktifitas Eksploitasi Semua Perusahaan Multi National Coorporation (MNC) milik Negara-Negara Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari Seluruh Tanah Papua.
7. Negara Indonesia dan PBB Bertanggung Jawab atas Kejahatan Kemanusian Di Papua Barat dan Segara Menangkap dan Mengadili Aktor Kejahatan Kemanusian.
8. Hentikan Kriminalisasi dan Diskriminasi terhadap Mahasiswa dan Rakyat Papua Barat
9. Berikan kebebasan berkumpul, berserikat, berekpresi, dan menyampaikan pendapat yang merupakan hak setiap manusia tanpa kecuali kepada Mahasiswa dan Rakyat West Papua

Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, pembungkaman,  penindasan dan penghisapan, terhadap Rakyat dan Bangsa West Papua.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Oleh: Stefanus Pigai
stikers, amp.list
Pepera bukan solusi bagi rakyat papua, karena pepera adalah Rekayasa buatan UNTEA PBB dengan negara-negara seperti, Amerika serikat, Autralia dan negara-negara lain yang punya kepentingan Ekonomi atas penanaman Modal di West Papua.

Pepera yang memilih dan menetap papua bagian dari Indonesia melalui gerakan kekerasan militer indonesia dengan tindakan yang terang-terang dilakuakan teradap Orang Asli Papua (OAP) secara memaksa.

Anehnya, tiap orang Asli west Papua (OAP) dan Non-Papua yang akan ikut sertakan dalam Pepera, mereka di Karantikan oleh militer indonesia hingga mengurungi lebih tiga bulan di pos-pos sebelum Pepera berlangsung, dalam karantina itu mereka di paksa untuk memilih indonesia dengan kata-kata yang berbauh ancaman yakni “Jika kalian tidak memilih indonesia maka, nyawa kalian ada pada moncong senjata atau kami akan menembak mati, tetapi jika kalian memilih Indonesia maka, nyawa kalian akan selamat dari moncong senjata atau selamat dari maut kubur.”

Papua saat itu memiliki Penduduk yang bisa dikatakan sangat banyak yaitu sekitar 800.000 jiwa Orang Asli Papua (OAP) dan Non-Papua, namun tetapi indonesia memanipulasi data sehingga hanya yang ikut sertakan dalam Pesta Pepera atau istilah dalam Keindonesiaan Musyawara Mufakat itu hanya sekitar 1025 orang papua namun itu pun di hitung dengan Non-Papua atau bangsa Melayu atau bangsa Indonesia sendiri, tetapi mereka yang di ikutkan pula di tekankan Oleh militer Indonesia agar harus memilih Papua Masuk dalam Indonesia. 

Tekanan militer indonesia terhadap rakyat papua atau asli Papua dan Non-Papua yang diikut sertakan dalam Pepera itu dengan Dua Pertanyaan Yaitu: “Memilih Indonesia” dan “Memilih Papua.”

Dua pertanyaan ini, Menjadi pertimbangan terhadap rakyat Asli Papua dan Non-Papua yang ikut dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera), karena pertanyaan sangat terancam nyawa jika memilih “Papua” dan jika memilih “Indonesia” berarti maut tak akan ada, sehingga dalam Pepera ini banyak rakyat yang memilih Indonesia artinya “Papua bagian dari indonesia”.

Tindakan Kekerasan militer memenangkan indonesia agar papua bergabung dalam NKRI dengan tidak adil secara hukum dan kemanusiaan. Maka, kami bangsa Papua menyatakan PEPERA adalah Ilegal secara tidak Hukum yang di lakukan dengan desakan Indonesia terhadap utusan PBB yaitu UNTEA. Maka ada beberapa Negara Inperealis Amerika, Autralia, ingris dan Negara-negara yang lain pun mendukung, denagan Kepentingan dan latar belakan agar inperealis bisa bekerja sama ekonomi Negara Luar dan Indonesia dan menguras kekayaan Alam di tanah Papua. 

Secara fakta pun terlihat bhawa sebelum Pepera Dua tahun Kemudian 1967 PT Free Port telah masuk di daerah Amunza Mimika dengan Saham Amerika. Namun setelah secara kekerasan Militer indonesia melakukan tindakan bhawa papua bagian dari Indonesia Sampai saat ini, kami bangsa Papua dengan tegas mangatakan bhawa Pepera adalah Ilegal atau tidak sah karena dilakukan oleh pihak-pihak kepentingan Ekonomi. Maka kami bangsa Papua telah pada prinsip dan mempunyai sejara yang sah, dalam arti Papua sudah Merdeka Pada 01 Desember 1961 dengan Atribut Negara yang diakui oleh Belahan dunia Luar.

Perjuangan bangsa west Papua Tidak lagi asing didengar, tetapi perjuangan sudah melekat dan menjadi darah dagin dengan Ideologi kita yang terbentuk. Maka sikap dan prinsip kami tidak perna akan berubah kapan dan kapan pun.

Penulis adalah aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Ketua Komite Kota Surabaya

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats