Halloween party ideas 2015

Poster Doc koran kejora



Pernyataan Sikap

Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI)


Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak. Wawawawawawa...wa...wa...wa...wa!


TRIKORA 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA! 


Akhir-akhir ini menunjukan Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. [1] Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.

Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini.  Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 61 tahun ini.

Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. [2] Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.


Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.


Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. [3]

Militerisasi di Papua sudah pada level yang teramat memprihatinkan dan telah terbukti gagal menghentikan bahkan memperburuk eskalasi kekerasan di tanah Papua. Bahkan hal ini juga sudah disadari, salah satunya, oleh Panglima Komando Daerah Militer Cenderawasih Mayor Jenderal Ignatius Yogo Triyono. Dikutip dari Majalah Tempo beberapa waktu lalu, ia menyatakan mendukung pendekatan dialog untuk mengatasi konflik di Papua dan melakukan kontak tembak, tapi dengan syarat dialog itu tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Serangkaian penjelasan di atas dapat menyimpulkan bahwa akar permasalahan yang terjadi di West Papua adalah cacatnya sejarah integrasi. Kondisi ini kemudian membuahkan praktek militerisasi yang berimbas pada maraknya pelanggaran HAM (pembunuhan di luar hukum, penangkapan, penyiksaan, pembungkaman kebebasan berpendapat), penyingkiran Orang Asli Papua (OAP), dan kerusakan lingkungan. Karenanya diperlukan sebuah mekanisme penyelesaian yang damai dan demokratis, yakni hak menentukan nasib sendiri. Tentu dengan tidak mengesampingkan demiliterisasi di Papua terlebih dahulu.

 Dalam rangka menyikapi 19 DESEMBER 1961 AWAL KOLONIALISME INDONESIA DI PAPUA tersebut  hingga  60 Tahun, penyiksaan, pemerkosaann, penindasan, pengisapan, penjajahan terhadap rakyat papua terus berlangsung

Maka dari itu kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI), dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan sikap politik sebagai berikut: 

1. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua 

2. Cabut UU Otonomi Khusus Jilid II 

3. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua 

4. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua 

5. Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia 

6. Bebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat 

7. Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Wabu dan eksploitasi PT Antam di Pegunungan Bintang 

8. Usut tuntas pelaku penembakan dua anak di Intan Jaya 

9. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM 

10. Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri 

11. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Seluruh Wilayah West Papua lainnya 

12. Cabut Omnibus Law

13. Belanda harus bertanggung jawab untuk menuntaskan proses dekolonisasi West Papua sebagaimana pernah mereka janjikan 

14. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua

15. Mendesak Pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung 

16. Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi bangsa West Papua 


Demikian pernyataan sikap ini dibuat. Kami menganjurkan kepada rakyat Indonesia yang bermukim di West Papua untuk mendukung perjuangan bangsa West Papua dalam menentukan nasib sendiri untuk mengakhiri penipuan sejarah dan penderitaan di atas Tanah West Papua. 

Medan Juang, 

Jakarta 19 Desember 2021


Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI)



Akhir-akhir ini menunjukan Papua tidak baik-baik saja. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara masif melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam Papua melalui berbagai izin usaha yang ilegal. Untuk meloloskan dan mengamankan kepentingan pemodal / kapitalis itu dibangun pos-pos dan markas alat kekerasannya yaitu TNI-Polri di setiap wilayah. Dalam prakteknya TNI-Polri sebagai alat negara / kapitalis menjadi pekerja dan mengamankan proyek sehingga terjadi kekerasan baik rakyat sipil, anggota TNI-Polri maupun TPNPB. Dalam kurun waktu 2017-2021 terjadi pengungsian secara massal di beberapa wilayah diantaranya Nduga, Timika, Intan Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo. Dewan Gereja dalam laporan terbaru melaporkan lebih dari 60.000 rakyat Papua mengungsi. [1] Artinya selama 4 tahan berturut-turut rakyat Papua tidak merayakan Natal sebagai Hari Besar umat Kristen. Selain disebutkan diatas, proses pemiskinan secara ekonomi, pelayanan kesehatan yang buruk, pendidikan yang tidak layak dan persoalan di berbagai sektor dilakukan negara dengan sadar dan terencana.

Semua persoalan yang dihadapi rakyat bangsa Papua ini bukan terjadi baru-baru ini.  Tetapi disebabkan oleh proses sejarah yang panjang, terutama di dalam cengkraman Kolonialisme NKRI selama 61 tahun ini.

Pada 19 Desember 1961 bertempat di Alun-Alun Utara, Kota Yogyakarta Presiden pertama RI, Ir. Soekarno membacakan seruan Trikora (Tri Komando Rakyat) yang isinya: pertama, bubarkan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda. Kedua, kibarkan bendera merah-putih di seluruh tanah Papua. Ketiga, bersiap untuk mobilisasi umum guna mempertahankan dan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air kita. [2] Seruan ini menandai tonggak sejarah kolonialisme NKRI di West Papua.

Nafsu Soekarno untuk menguasai Papua didorong beberapa hal diantaranya: pertama, ingin mengembalikan kejayaan kerajaan Majapahit. Kedua, Klaim atas kekuasaan Tidore. Ketiga, Papua dan Indonesia sama-sama dijajah Belanda. Keempat, mengusir pengaruh imperialisme Belanda di Asia Tenggara. Dari dua klaim diatas tidak ada bukti ilmiah yang dapat dibuktikan. Sedangkan klaim ketiga (sama-sama jajahan Belanda) tidak dapat dijadikan alasan karena wilayah administratif Hindia Belanda berada di Batavia (Jakarta). Sedangkan pemerintahan kolonial Belanda di Papua bernama Netherlands Niuw Guinea dengan ibu kota Holandia (Jayapura). Prinsip Hukum Uti Posidetis untuk wilayah Papua sudah tidak relevan dijadikan dasar klaim Teritorial Indonesia sejak wilayah Papua masuk dalam daftar Komisi Dekolonisasi (C-24) sebagai wilayah tidak berpemerintahan sendiri. Atau dengan kalimat sederhananya adalah bahwa wilayah Papua bukan milik siapa-siapa, bukan milik Indonesia ataupun Kerajaan Belanda.

Dengan demikian, klaim Ir. Soekarno tersebut diatas dapat disebut KOLONIALIS, RASIS, dan FASIS. Karena Indonesia yang merdeka dari Belanda mencoba mempraktekan dominasi baru terhadap bangsa Papua. Hal ini pernah disebut Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta dalam sidang BPUPKI “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua tidak sama sekali saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka.” Dengan menganggap Negara Papua yang dideklarasikan pada 1 Desember 1961 sebagai “boneka’ Soekarno berlaku rasis dan merendahkan martabat bangsa Papua bahwa bangsa Papua tidak dapat menentukan kemauan politik dan tidak dapat menentukan nasib sendiri. Fasis karena realisasi dari isi Trikora dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. [3]

Maka, tugas mendesak kita hari ini adalah terkonsolidasi dalam satu kekuatan masa dalam organisasi revolusioner. Gerakan harus muncul dari akar rumput dengan kesadaran total bahwa kolonialisme Indinesia ada dan nyata di Tanah Papua. Selama rakyat Papua tidak melawan dan membunuh kolonial itu sendiri maka segala bentuk penjajahan akan berlanjut. Dengan demikian, agenda utama besar adalah “Self Determination,” dan kita harus kerja hari ini untuk sampai kesana.

---------------

[1] Laporan Dewan Gereja Papua / CNNIndonesia

[2] Lih: Materi Pend. AMP

[3]. Ibid


Photo Oleh Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali prapaksa
pengahdangan oleh Orams-Ormas Jawa dan Intel sertakan aparatus
 
Denpasar, pada rabu 19 Desember 2018 Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali mengadakan aksi demo damai mengenai TRIKORA (Tri Komando Rakyat) yang telah 57 Tahun sebagai awal dari pemusnahan rakyat bangsa West Papua. Dengan thema nasional “Trikora 19 Desember 1961 Ilegal, Awal Pemusnahan Rakyat West Papua dan Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa West Papua”. Aksi Demo Damai  di ikuti oleh massa aksi sebanyak 66 Orang yang tergabung menyerukan dan di sampinggi oleh LBH Bali . Aksi di mulai pada pukul 10:00 WITA di titik kumpul Perkiran Timur Renon hingga selesai. Sebelum aksi di mulai massa aksi berkumpul di parkiran timur renon untuk menuju ke Konsulat Amerika Serikat. Namun, terjadi bentrokan dengan Ormas-ormas jawa yang datang ke Bali dan itu pun di seting oleh aparat keamanan untuk membubarkan aksi demo Damai, sekaligus terjadi bentrokan bersama aparat.

Kronologis

Pada Puku 7 : 30 WITA massa aksi demo damai berkumpul  di Asrama Koteka serta menyiapkan poster, spanduk dan menghiasi dengan cat pada tangan, wajah dan mengunakan atribut budaya West Papua

Pada pukul 10:00 WITA menuju titik kumpul Parkiran Timur Renon,  untuk memperisapkan dan sekaligus melakukan aksi demo damai
Sesampai-nya di titik kumpul di parkiran Timur Renon dapat di hadang langsung oleh Polisi dan Ormas-ormas jawa, serta tidak diizinkan untuk menuju di titik aksi  yaitu  di Konsulat As dan ada pula aksi tandingan antara AMP, Ormas-Ormas Jawa  dan aparat serta gabungan intel.

Pada pukul 10:45 WITA  setelah massa aksi  masuk ke dalam tali komando di hadang dari aparat kepolisian dan ormas-ormas jawa, karna di depan di hadang untuk maju ke langkah ke depan sangat susah dan ketat. Dan selama itu, itulah negosiator dari mempertanyakan soal pengahdangan dan orams-ormas yang melakukan pembatasan tersebut. Namun, tidak di terima oleh pihak apartus dan ormas serta inter tersbut

Pada Pukul 11:05 WITA terjadi keributan berupa  bentrok antara AMP dan kepolisian serta Ormas intel serta polisi , karena dari titk kumpul, tidak memberikan akses untuk melanjutkan aksi di konsulat AS. Dari penghadangan tersebut melakukan negosiasi lagi untuk menuju pada ke titik aksi, dalam negosiasi terjadilah bentrok, dalam bentrok  tersebut beberapa masa yang mengikuti aksi damai tersebut mendapatkan intimidasi terutama terhadap negosiator, keamanan, publikasi dan dokumentasi, dan beberapa massa aksi. Sehingga, selama itulah pemaksaan kata-kata caci maki, penghinanaan, dan banyak deskriminasi yang di lakukan dan tidak di berikan ruang untuk berorasi ke massa aksi.

Pada pukul  11 : 55 WITA pembubaran secara paksa tersebut akhirnya terjadilah pemukulan, penghinaan, dan lain sebagainya. Seketika terjadi bentrokan ormas dan aparat gunakan alat untuk di tantang tongkat bendera, senjata, tongkat polisi dan ada pula pemukulan tangan tersebunyi oleh intel yang memakai pakaian  biasa, tendangan kaki  sehingga beberapa aksi massa terkena.  Sebagai buktinya yaitu Gilo terkena di muka  bagian testa oleh kayu kayu yang di bawah ormas-orams jawa yang langsung lempar ke arah dia, Mefri di pukul aparat memakai tongkat aparat ,di bagian  perut  tulang rusuk, Muno di pukul memakai kayu bendera merah putih yang di ikat oleh oramas dan Natalis di tendang oleh aparat dan di pukul oleh ormas di bagian belakang.

Pukul 12 : 02 WITA  di paksa untuk  di bubarkan oleh aparat serta ormas-ormas Jawa, itu pun terus di dorong , namun karena  massa aksi terus berteriak dan ruang aksi di tutup selama itu, sehingga meminta waktu untuk membacakan pernyataan sikap. Dan membacakan pernyatann sikap dengan tidak nyaman, keributan, serta saat pembacan pernyataan sikap tersebut ada pemaksaaan untuk membacahnya dengan cepat,

Pukul 12 : 34 WITA  selesai pembacaan pernyataan sikap  massa aksi pulang dan melakukan aktivitas selanjutnya.

Kendaraan Kepolisian:

2 Buah truk Sabar, Satu buah truk Water kenon, mobil komando aksi, motor komando aksi aparat.

Jumlah Aparat dan Ormas:

70-an orang, Intel 13-an orang, Ormas-ormas jawa 20-an orang, rakyat yang menontong 50-an orang

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat

Pewarta, Agitasi dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali

Gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Malang
bersama solidaritas Indonesia untuk West Papua
"Kronologis  AMP Aksi Demo TRIKORA di Malang Bersama Solidaritas Indonesia untuk West Papua"
Malang, pada hari rabu 19 Desember 2018 melakukan aksi demo damai bersama solidaritas Indonesia untuk West Papua dengan tema “57 Tahun TRIKORA (1961) Awal Penjajahan West Papua” aksi di lakukan dari Stadion Gajaya hingga Balai Kota Malang dari pukul 08:00 Pagi sampai dengan selesai. Dan massa Aksi yang hadir sebanyak 67 orang, ada pun terjadi bentrokan dengan Ormas reaksioner sekaligus intel yang di seting oleh aparat saling bentrokan bersama massa aksi.

 Dan Jumlah mobil aparat telah tersdia  di titik kumpul yakni 1 mobil patroli , satu mobil komando, Sama 1 truk untuk mengangkut tanah/pasir dan 1 untuk sebagai mengangkut massa yang melakukan demontarsi damai tersebut.

Estimasi waktu selama Aksi demo damai

Waktu berangkat:

Massa aksi mulai berangkat ke titik aksi dari pukul 07.30 dengan mengunakan 3 mobil mengantar ke titik aksi dan massa aksi tiba sekitar pukul  07.53 pagi hari

Kronologis aksi:

Aksi dimulai pukul 07.55
Langsung buat barisan kemudian Polisi mulai berdatangan.
Ada rakyat sipil melarang aksi ( dari pinggir tali komando)
08.00. Jubir sempat dibentak oleh ormas(2 orang)
08.02. Mobil patroli polisi menghadang jalan (aksi terhadang dan tidak bisa bergerak )
08.03. Massa aksi dibubarkan paksa oleh ormas(ormas memaki , meludah dan merampas hp, berusaha memutuskan tali komando)
08.15 situasi Massa aksi  di serang ormas (polisi hanya diam ) massa di pukuli , salah seorang massa aksi jatuh disekitar trotoar kemudian di injak-injak oleh intel dan ormas. Intel terus memprofokasi massa aksi.
08.17 Rombongan ormas di bawah pimpinan  (haris) datang menggunakan mobil blakos dilengkapi pengeras suara dan mulai melakukan aksi tandingan.
08:18 wakapolres tiba di tempat aksi dan menyuruh anggotanya melindungi massa aksi tetapi tetap saja membiarkan ormas masuk dan intel yang terus memprofokasi.
08:27 massa menaiki truk pengangkut pasir yang disediakan oleh aparat untuk mengangkut massa ke Polrestabes, sempat dilemparkan sendal dan botol plastik oleh ormas.
08.29 masa di angkut ke Polrestabes menggunakan truk pengangkut pasir.
08.30 massa tiba di Polrestabes.
08.34 massa sempat menuntut untuk tetap melanjutkan aksi. Namun polisi melarang dengan alasan situasi tidak kondusif dan surat pemberitahuan tidak sesuai prosedur.
08.35. Massa aksi masih di prestabes.
08.35-00.00 massa berorasi di halaman polrestabes.
08.40 terlihat beberapa ormas masih ikut sampai ke polrastabes.
08:40 salah satu kurir tiba di polrestabes kemudian dipanggil intel dan di tanya-tanyai oleh intel.
08:41 salah satu intel berusaha mengintimidasi 2 orang kawan  yg bertugas sebagai dokumentasi
10.02 satu mobil orang dari kantor perhubungan datang
10:30 polisi sdh menyiapkan mobil dan mau mengantar massa pulang
10:36 massa aksi menolak naik dan  mulai memasang tali komando lalu waa waa untuk ongkos pulang
10.44 polisi meminta waktu untuk negosiasi.
10.49 masa mulai star ke luar polrestabes.
10.52 massa keluar dari pagar kantor polisi,
Jumlah anggota polisi :
18 orang (berseragam polisi) 10 baju biasa(intel) setelah di Polrestabes ada 2 anjing kanai .

Kepulangan :
Selam masaa aksi di pulangkan ke temapat masing-masing ada  jadwal yang di bagikan
11.07 kelompok 2 :15 org
11.03 kelompok pertama pisah:15 orang
11.12 kelompok ke 3 pisah 15 org
11.16 kelompok 4 pisah ,
11.43 kelompok. 4 tiba di tkp.
11.16 kelompok 5 lanjut.
11.50 kelompok. 5 tiba di kontrakan Yalimo

Serta 4 orang balik menggunakan 2 motor dan ada pun sekelompok intel mengikuti menggunakan mobil dan motor sampai . dan Jumlah kendaraan aparat pada saat Kepulangan : 3 mobil Patroli, 13 motor, 2 truck polisi, 1 mobil polisi yang toa , 1 mobil lantas(jika ada rekam), 1 mobil prospam, banyak polisi pakaian preman(intel) yang berkeliaran.  Polisi yang bisa dihitung ada 43 orang.

Korban luka dan antribut:

17orang, Berdarah 4 orang  ,korban dipukul 13 orang. Dan satu buah Handphone  diambil ormas lalu diserahkan ke polisi + headset 2 hilang. Kacamata 1 pecah .  Dari 12 bendera : 7 bendera diambil sisa 5,  1 toa yangg besar rusak, 11 poster diambil , selebaran tidak dibagikan .

Penulis adalah Agitasi dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Malang

Photo Kekerasan oleh gabungan Ormas
 
 


Gambar oleh Aliansi Mahasiswa Papua [AMP]
"Pernyataan Sikap: TRIKORA 57 Tahun Awal Pemusnahan Rakyat Bangsa Papua Barat "

Aksi Bersama
       Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua                
[FRI-WEST PAPUA]
______________________________________________________________________________
 
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Waa…waa…waa…waa…waa…waa..waa..waa..waa..waaa!

TRIKORA 19 Desember 1961 Ilegal, Berikan Kebebasan Dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Bangsa Papua Barat


Tanggal 19 Desember 1961, Soekarno mengumandangkan TRIKORA di Alun-Alun Utara Kota Yogyakarta dengan tujuan untuk mengagalkan pembentukan Negara Papua Barat yang telah dideklarasikan pada 1 Desember 1961. TRIKORA merupakan ekspresi awal dilakukan-nya penjajahan Indonesia atas Negara Papua Barat yang fakta-nya bukan bentukan Belanda.

Realisasi dari isi Trikora, Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat (Sekarang Papua) mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer dengan nama Operasi Mandala ke wilayah Papua Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda. Isi Trikora yang dicetuskan adalah pertama Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda, Kedua Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia, Ketiga Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Akhir-nya dilakukan gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dan jalur darat dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu, Operasi Sadar. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus), Operasi Wisnumurti, Operasi Brathayudha, Operasi Wibawa, Operasi Mapiduma, Operasi Khusus Penenganan Pepera, Operasi Tumpas, Operasi Koteka, Operasi Senyum, Operasi Gagak, Operasi Kasuari, Operasi Rajawali, Operasi Maleo.  Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan banyak rakyat Papua Barat yang telah dibantai pada waktu itu dan beragam operasi lainnya masih berlanjut hingga rakyat  Papua Barat menjadi minoritas dari ‘Slow System Genocide’ yang di lakukan oleh kolonialisme Indonesia. Beragam Operasi yang di lakukan oleh kolonialisme Indonesia di Papua Barat merupakan dalil untuk melakukan beragam eksploitasi liar bersama negara-negara Imprealis yang rakus sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi monopoli dunia.

Hingga kini, yang mengerakan Operasi melalui Militer (TNI-Polri) merupakan alat Negara Indonesia yang paling ampuh untuk menghalau gejolak perlawanan Rakyat Papua Barat yang ingin kembalikan kemerdekaan sepenuh dari Indonesia. Berbagai kasus pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) Rakyat Papua Barat terjadi akibat kebrutalan Militer Indonesia dan dengan aksi perlawanan dari kolonialisme Indonesia sehingga rakyat Papua Barat pun melakukan perlawanan. Dalam dekade tahun 1961-an hingga 2018 rakyat Papua Barat mengalami aksi kolonialisme secara teror, intimidasi, pembantaian, pemboman, penembakan, pembunuhan liar, tabrak lari, bius mematikan dan beragam aksi kolonialisme Indoneisa masih di lakukan di atas tanah  Papua Barat.

Kondisi ini dapat terlihat juga, Militerisme Indonesia dengan invansinya melakukan serangan terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) tanpa melihat hukum humaniter sertakan meledakan alat peledak sekitar dearah Ndugama dan melakukan teror lain-nya sekitar wilayah West Papua,  sehingga mengakibatkan rakyat West Papua asli terjadi korban, dan juga, pengerebekan, pembongkaran, pembakaran, penghadangan terhadap lingkungan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) serta juga, pengejaran, pemenjarahan, pemukulan, pengepungan, pembungkaman ruang demokrasi pada aktivitas gerakan Aliansi Mahasiswa Papua maupun dari Solidaritas Indonesia untuk West Papua mendapatkan kekerasan yang terstruktur oleh sistem dan militerisme yang sama.

Dengan melihat catatan Sejarah Rakyat dan Bangsa Papua Barat yang terus berjuang hingga saat ini dan bertepatan dengan peringatan hari TRIKORA yang ILEGAL di Papua Barat dari tanggal 19 Desember 1961 hingga 2018 yang ke  57 Tahun, maka Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] dan Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua [FRI-WP], Menuntut Indonesia dan PBB Segera Mengakui Kedaulatan  Negara Papua Barat dan Menyatakan sikap:
1. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis  Bagi Rakyat Bangsa Papua Barat

2. Indonesia dan PBB harus mengakui TRIKORA 19 Desember adalah Awal Pemusnahan Rakyat Asli Bangsa  Papua Barat

3. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Barat.

4. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh, MNC, MIFE, dan yang lainnya, yang merupakan Dalang Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua Barat.

5. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa Papua Barat.

6. Segerah Jamin Kebebasan Jurnalis Nasional, Internasional dan akses terhadap informasi di Papua Barat.

Demikian pernyataan sikap ini dibuat, atas dukungan, pastisipasi dan kerjasama oleh semua pihak, kami ucapkan banyak terima kasih.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!

Minggu,  19 Desember 2018



Photo oleh Revolusi Mental Papua
massa aksi saat di Titik kumpul Renon Timur
 menuju titik aksi Konsulat Amerika serikat
Denpasar Bali. 
Denpasar Bali, Pada hari Selasa 19 Desember 2017 Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bali. mengadakan aksi demo damai (aksi Demontrasi),  titik kumpul parkiran Timur Renon mengarah ke titik aksi Konsulat Amerika, jalan Hayam Wuruk. dengan masa aksi sebanyak 31 orang. mulai aksi dari pukul 10:00-15:33 WITA, secara resmi menyampaian sikap politik dengan Thema umum AMP: " Melawan Lupa 56 Tahun Tragedi Trikora Pemaksaan Bangsa Papua Barat Masuk Indonesia " yang tepat hari ini 56 Tahun bangsa West Papua masih di jajah dan masih dibungkam sejarah fakta bangsa West Papua oleh Indonesia.

Kita akan tetap menperjuangkan hak kebebasaan Bangsa Papua barat, dan mengembalikan kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah merdeka secara de Fakto dan De jure sejak 1 desember 1961 yang kini telah 56 Tahun sebagai suatu bangsa yang merdeka sama seperti bangsa yang lain. dan  maka aksi pada 19 Desember 2017 ini, merupakan melihat kembali TRIKORA (Tri Komdo Rakyat) sebagai awal pemusnahan rakyat bangsa Papua Barat oleh negara Indonesia melalui Daerah Operasi militer yang kejam di seluruh Tanah Papua Barat dan secara Aneksasi yang kejam serta manipulasi sejarah bangsa Papua Barat.

Adapun Kronologi aksi sebagai ungkapan kebenaran meminta hak bangsa Papua barat di kembalikan.

Kronologi Aksi:

Massa aksi melakukan long mart dari Parkiran Timur Renon hingga ke Tempat titik aksi Konsulat Amerika Serikat , selama perjalanan massa Aksi menyayikan yel-yel di antaranya "Papua Bukan Merah Putih" dan orasi tentang awal mula bangsa Papua Barat di Aneksasi melalui TRIKORA (Tri Komando Rakyat) oleh Indonesia.

Selama menuju ke tempat titik aksi di depan kantor Konsulat Amerika Serikat di kawali penuh oleh pihak  kepolisian, dan kemudian, massa aksi sebelum mendekati  kantor Konsulat Amerika Serikat jaraknya 1 Kilo Meter.  di mana,  pihak Kepolisian telah memarkir kendaraan roda dua dan roda empat sepanjang kantor Konsulat AS,  mulai dari Pintu Keluar kantor Konsulat Amerika Serikat  hingga Bundaran Hayam Wuruk sebanyak tiga lapisan kendaraan yang menyusun. sehingga Massa aksi menyampaikan hak aspirasi di bundaran Hayam Wuruk.

saat itu, Negosiator AMP KK Bali, telah negosiasi kepada pihak kepolisian untuk meminta berikan akses jalan menuju titik  tempat dan meminta untuk menyampaikan aspirasi di depan Kantor Konsulat AS sesuai surat pemberitahuan yang di masukan di Kepolisian", tetapi pihak kepolisian dengan tindakan keras tidak memberikan tempat untuk demo aksi damai di depan Kantor Konsulat AS, di karenakan menurut pihak kepolisian  Gatra (polisi) "Tempat Konsulat adalah tempat Alat Vital Negara yang tidak boleh ganggugugat oleh siapa pun". Dengan demikian, Negosiator AMP KK Bali di sela-sela itu juga tegaskan kepada pihak kepolisian bahwa " jangan membungkam suara mahasiswa atau hak kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum dari mahasiswa Papua, biarkan kami sampaikan hak kami di depan Kantor Konsulat AS dan jika tidak kami akan tetap berorasi sampai malam hari" sambil negosiasi selama hampir 1 Jam.

Negosiator AMP KK Bali saat aksi 19 Desember di bundaran Hayam Wuruk
bersama pihak kepolisian.


Dengan terpaksa, Massa aksi melakukan demo damai di depan bundaran Hayam Wuruk. selama berorasi, beberapa massa aksi pun ikut terlibat dalam menyampaikan aspirasi. ada pun beberapa massa aksi sempat menyamaikan aspirasi Mia bahwa "Kita datang kesini bukan kita minta apa-apa tetapi kita minta kembalikan hak kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah merdeka 1 Desember 1961 dan pada 19 Desember 1961 sampai hari ini 19 Desember 2017 sudah 56 Tahun adalah awal indonesia menjajah dan aneksasi bangsa Papua Barat yang kini masih menjajah Tanah bangsa Papua Barat" ungkapnya. dan serta juga oleh Bertho, menyampaikan bahwa "Melalui TRIKORA inilah Awal pemusnahan bangsa Barat dan dampak dari itu kami masih meraskan hingga kini". ungkapnya.  kemudian di lanjutkan oleh Zayur Bingga bahwa "Negara Indonesia adalah penjaga tamu untuk Kapitalis Amerika Serikat demi mengamankan ekonomi poltik,  di mana pada saat  TRIKORA 19 Desember 1961  merupakan awal pemusnahan rakyat Bangsa papua Barat dan awal kejahatan negara Indonesia di West Papua dengan agresi militer" Ungkapnya.  dan ada bebarapa massa aksi yang menyampaikan aspirasi.
salah satu Massa Aksi saat Berorasi di bundaran Hayam Wuruk
Denpasar Bali.

Setelah beberapa orasi yang di sampaikan oleh massa aksi, Adapun saling dorong mendorong bersama pihak kepolisihan. Tepat pada saat saling dorong mendorong sama pihak kepolisihan terjadi hujan deras, dalam hujan deras itulah massa aksi saling dorong mendorong dan saat dorong mendorong Kordonator Lapangan (KORLAP)  AMP KK Bali Jeeno, menyampaikan kepada pihak kepolisihan bahwa "Apa bila pihak kepolisian tidak memberikan ruang orasi di depan kantor Konsulat AS..Kawan-kawan, maka kita akan tetap ada di sini hingga pada malam hari sampai hak kami di dengar " melalui Megaphone yang di bawanya.
Massa aksi saat dorong mendorong bersama pihak kepolisian
di depan jalan putaran Hayam Wuruk

Dengan kata itu, Pihak Kepolisiahan merasa takut sehingga menghubunggi  Kapolda Bali Irjen Petrus Golose  Untuk mengamankan aksi damai AMP KK Bali.  Kemudian Kapolda Bali tiba di tempat saat hujan berhenti.

Kemudian, Negosiator AMP KK Bali, menegosiasi lagi kepada Kapolda Bali Irjen Petrus Golose  bahwa "Pak Kenapa bapak tidak memberikan ruang demonya kami di depan Kantor Konsulat Amerika Serikat sesuai surat pemberitahuan yang kami masukan pada lima hari yang lalu, dan kenapa bapak menghalanggi jalan kami menuju konsulat  AS yang penuh dengan kendaraan kepolisihan sehingga kami dapat demo di depan bundaran jalan Hayam Wuruk, berikan kami ruang bebas untuk menyampaikan hak kami di depan kantor Konsulat AS". setelah itu, Ungkap Kapolda Bali Irjen Petrus Golose bahwa" Sekarang sudah Pukul 15:25 WITA dan sudah cukup waktu yang telah di orasikan di tempat ini, apa lagi Tim saya telah basa keyuluran  karena hujan, maka lebih baiknya sekarang waktunya pulang". ungkapnya. kemudian perdebatan yang sangat panjang sehingga kapolda tidak sanggup untuk membalas apa yang negosiator AMP pertanyaakan dengan beberapa pertanyaan.
Negosiator AMP sama Kapolda Bali Irjen Petrus Golose
di Bundaran Jalan Hayam Wuruk Denpasar Bali

Karena Kapolda Bali Irjen Petrus Golose  tidak mampu dalam menjawab hal itu, sehingga di suruh anggotanya untuk memaksa pulang atau membubarkan secara paksa massa aksi demo damai sesuai kemauan pihak kepolisihan. Maka massa aksi yang ada saat itu, di paksa untuk pulang dan memaksa untuk membacakan pernyataan sikap di depan bundaran Hayam Wuruk.

Massa aksi di dorong secara paksa oleh pihak kepolisihan dengan mengunakan peralatan lengkap, sejauh jarak 7 meter dari titik aksi, untuk mengarahkan pulang secara paksa. Dengan demikian, salah salah satu Kordinator Lapangan (KORLAP) Jeeno, mengambil posisi untuk mengamankan massa aksi dan sempat menyampaikan " kawan-kawan kita dapat di paksa untuk pulang dan meminta untuk membacakan pernyataan sikap AMP, maka dengan itu di tempat ini kita akan bacakan pernyataan Sikap meskipun kantor ASnya jaraknya tidak tempu" ungkapnya.

Setelah membacakan pernyataan sikap, massa aksi persiapkan diri kembali ke titik kumpul sambil menyayikan" Papua Bukan Merah Putih", "Tanah Papua Tanah yang kaya" dan yel-yel Papua Merdeka. hingga tiba di Parkiran Timur Renon.

Salam Papua Merdeka
Salam Revolusi 

Penulis Adalah Agitasi danPropaganda Aliansi Mahasiswa Papua Komite kota Bali


Photo saat massa aksi saling dorong mendorong di bundaran jalan ahayam wuruk
Denpasar Bali



Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats