Halloween party ideas 2015

Photo ilust. Gambar Aliansi Mahasiswa Papua
Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak
Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Militerisme Adalah Pelaku Utama Pelanggaran HAM Di Nduga, West Papua

Pada 01 Desember 2018, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [TPN-PB] kodap III Ndugama di bawa pimpinan komandan Operasi Penme Kogoya dan Egianus Karunggu telah menyerang dan menembak 24 anggota Tentara Nasional Indonesia [TNI/PORLI].  Kejadian Berawal dari diselenggarakan-nya upacara Hari kemerdekaan West Papua oleh [TPN-PB]Kodap III Nduga pada 01 Desember 2018 yang ke 57 tahun embrio nasionalisme West Papua. Sejak itulah sebagai antisipasi jangan sampai terjadi penyerangan atau pemantauan oleh tentara atau polisi Indonesia; warga dan pekerja yang hadir saat itu, di periksa oleh [TPN-PB] sesudah upacara. Di periksa 40 orang dan di ketahui indentitas KTP [Kartu Tanda Pengenal] 24 orang murni adalah TNI/PORLI yang menyamar menjadi pekerja/buruh di PT. ISTAKA KARYA  pembangunan jalan Trans Papua di Nduga sehingga [TPN-PB] telah menembak  dan sedangkan 30 orang warga sipil pekerja biasa di antar oleh [TPN-PB] ke Wamena, juga di Kenyam menyelamatkan masyarakat sipil pekerja tersebut. Sebab [TPN-PB] mengetahui tentang perang hukum Humaniter, sehingga melawan pada militer kolonial Indonesia.

Peraturan [TPN-PB] adalah menjalankan Surat Perintah Operasi [PO] Panglima Tertinggi [TPN-PB] bahwa melawan Freeport, Menghancurkan Jalan Trans Papua, dan menghentikan beragam produk-produk kolonialisme Indonesia yang bersifat eksploitasi serta memperjuangkan  Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi bangsa West Papua. Maka, [TPN-PB] telah mengetahui bahwa apa pun jalan Trans Papua yang di lakukan adalah sebagian TNI/PORLI seperti yang di siarkan melalui situs resmi tniad.mil.id pada 12 Mei 2017, dan Presideen Joko Widodo mengatakan pembangunan Jalan Trans Papua sepanjang 4.3000 KM merupakan kerja sama antara TNI dan Kementerian Pekerjaan Umum serta Perumahan Rakyat [PUPR]. Pada 2016, TNI AD sebagai mitra kerja membuka Jalan Trans Papua, proyek pembangunan jalan di ruas Wamena-Mumugu, distrik Mbua, Kab.Nduga.

Kemudian, ada juga Harian Kompas mengungah video dokumenter di You Tube berdurasi 3 menit; 59 detik tentang aktivitas kerja pembangunan jalan yang sedang dikerjakan oleh Tim Denzipur XII Nabire dan Denzipur XIII Sorong. Terlihat di tonton ada satuan pengamanan yang sedang berjaga-jaga dengan mengunakan senjata laras panjang di sekitar lokasi kerja. Berita yang bersumber dari pihak militer di angkat bicara lagi oleh pejabat tinggi Negara Kolonial Replublik Indonesia: Ryamizard Ryacudu, menegasakan tidak akan mengambil posisi negosiasi dalam iniden ini yang terjadi di Nduga. Sementara Menteri Poitik Hukum dan HAM Wiranto perintahkan untuk “kejar habis-habisan”.

Akibanya militer Indonesia mulai mengerakan pasukan dalam jumlah yang banyak melebihi rakyat setempat dan melakukan penyerangan melalui darat serta udara mengunakan helikopter dengan Operasi terkhusus, serangan bertubi-tubi membanjiri peluruh timah panas juga serangan bom serangan udara terhadap masyarakat sipil. Karna Operasi yang  di lakukan oleh pihak TNI/PORLI Indonesia, seluruh masyarakat Nduga melakukan pengungsian di belantara hutan  termasuk masyarakat di Mbua, Yigi, Mbulmu Yalma, Ndal dan sekitar-nya dengan jumlah data masyarakat sekitar 30.000-an masyarakat masih mengungsi. Dan ada juga, yang mengungsikan diri ke wilayah-wilayah terdekat termasuk Balingga, Kwiyawage, Lani Jaya dan Puncak Jaya demi mencari perlindungan dan keselamatan serta juga ada yang mengugsi di hutan belantara tanpa minum dan makan hingga saat ini berlanjut.

Kondisi Masyarakat Nduga Mengungsi ke hutan dan ke wilayah  terdekat, secara umum menilai bahwa pertama, karena serangan militer TNI/Porli sangat berlebihan melakukan operasi penyisiran bahkan menimbulkan fobia terhadap masyarakat Nduga atas operasi-operasi militer pernah digencarkan seleuruh tanah Papua termasuk Operasi Mapenduma tahun 1996 dengan serangan dari udara mengunakan helikopter dan dari darat, serta telah mengakibatkan 35 orang tertembak mati, 14 perempuan di perkosa, 13 Gereja dimusnahkan dan 166 rumah di bakar, kemudian 123 masyarakat sipil meninggal dunia karena sakit dan kelaparan. Kedua, Militer TNI/PORLI dengan jumlah berlebihan melakukan operasi penyisiran dari rumah kerumah dan militer masih beranggapan bahwa masyarakat sipil adalah [TPN-PB] sehingga melakukan penembakan, pembakaran rumah warga, penyisiran di rumah-rumah warga, serta melakukan operasi  dengan se-enaknya tanpa melihat hukum perang humaniter antara perbedaan  masyarakat sipil  dan [TPN-PB].

Selama Operasi yang di lakukan oleh Satuan TNI/PORLI  ada pun data korban yang terjadi terhadap masyarakat sipil Nduga antara lain, Nison Umangge umur 18 tahun siswa SMU Kelas 3 di temukan tewas saat operasi di lakukan, Mianus Lokbere umur 20 tahun siswa SMTK Kelas 2 jenasah di temukan dan dikubur, Mentus Niminagge umur 25 Tahun masyarakat sipil di tembak dengan siniper saat kerja kebun, Yarion Pokneangge Umur 50 Tahun meninggal saat peniyisiran TNI/PORLI, Alilius nimiange dibakar bersama honai, Keri lilbib Gwijangge meninggal karena tembakan, Rabu ilbi Gwijangge meninggal karena tembakan di luruh tubuh, Rocky Lani di tembak bagian dahi, Mentas Kelnea meninggal karena kaget bunyi granat, bom dan tembakan, Gemin Nirigi Umur 70-an tahun seorang Pendeta masih belum di temukan dan menghilang di rumah. Dan ada pun meninggal saat pengungsian, Ubugina Unue Umur 2 tahun meninggal saat pengungsian, Raina Kogoya Umur 5 Tahun meninggal saat pengungsian, Bugun Unue 1 Tahun meninggal saat pengungsian dihutan; pada saat pengungsian ada masyarakat yang hamil dan meninggal saat melahirkan, nama Leribina Gwijangge Umur 20 Tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Lerni Gwijangge Umur 18 Tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Elsina Kogoya Umur 35 Tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Bobina Kogoya Umur 16 tahun masih hamil dan pengungsian di hutan, Selfina Lokbere Umur 32 Tahun meninggal saat melahirkan anak kembar. Dari Opersai ini, masih banyak masyarakat yang korban di hutan belantara  serta belum mendata korban akibat di batasi oleh TNI/PORLI. Proses ini, dapat di lihat juga bahwa  hewan peliharaan yang mati akibat di tembak, dibunuh oleh TNI/PORLI yang melakukan penyisiran serta juga Honai Masyarakat di bakar, alat perabot rumah seperti panah busur, tas/noken dan lain-lain di hancurkan/dirusak ketika operasi  tersebut di lakukan di Nduga dalam bulan Desember 2018 dan bulan Januari 2019.

Kondisi ini, pihak apa pun masih belum memperhatikan terhadap rakyat sipil Nduga dan masih membatasi untuk mengambil data tentang situasi lingkungan, bahkan pihak pemerintahan Lokal, Nasional belum partisipasi aktif dan media Nasional, Internasional masih di batasi oleh pemerintah birokratis Indonesia untuk akses serta militer TNI/PORLI masih membatasi untuk mengambil data, meriset, investigasi tentang kondisi Masyarakat sipil Nduga. Dengan melawan cara kolonialisme yang diskriminasi, represif terhadap rakyat sipil di Nduga, maka  Menyikapi dan menindaklanjuti-nya, Front Persatuan Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme menuntut:

1. Aparat Gabungan TNI/PORLI wajib Menjamin Hak hidup Masyarakat sipil Nduga-West Papua

2. TNI/PORLI Hentikan lakukan pengejaran, pembunuhan dan penyerangan terhadap rakyat sipil Papua di Nduga

3. Menuntut ULWP menyikapi perjuangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di West Papua dan Khusus-nya di Nduga

4. Berikan Akses bagi Jurnalis Indenpendent, Internasional dan Nasional di West Papua terlebih khususnya Nduga

5. Tarik TNI?PORLI Organik maupun Non-Organisk dari Seluruh Tanah West papua Terutama di Nduga

6. PBB segerah membuat Tim Investigasi Indenpenden dalam menangani seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di West Papua dan Khususnya Nduga

7. Rezim Jokowi/JK hentikan melakukan pembohongan Publik terkait kasus Nduga melalui media Mainstream.

8. Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat West Papua 

Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan terhadap Rakyat dan Bangsa West Papua Terutama di Nduga.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat! 

Medan Juang, Jumat 18 Januari 2018

Doc Koran Kejora : Illustrasi Operasi Mliter Di Tanah Papua

Seperti kata sukarno “bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa akan sejarahnya”, maka persoalan sejarah menjadi penting untuk dibahas kembali. Dengan melihat persoalan yang begitu banyak dipapua akan menjadi sangat penting untuk mencari persoalan pokok.

Sejak TRIKORA yang keluarkan oleh soekarno pada 19 desember 1969 di alun-alun Yogyakarta, awal praktek-praktek pelanggaran HAM kepada orang papua, memobilisasi militer besar-besar untuk melanggengkan Operasi besar-besaran di Papua. Tidak terlepas dari papua itu pada perjanjian internasioanal yakni Perjanjian Roma dan perjanjian new york pada 15 agustus dan 30 september 1962, orang papua tidak pernah terlibat dalam menyepakati perjanjian-perjanjian internasional itu dan pada penyerahanan kekuasaan pada 1 mei 1963 oleh PBB kepada Indonesia untuk melaksanakan PEPERA terjadilah Operasi besar-berasan yang dipimpinan soeharto, mirisnya PEPERA (Penentuan Pendapat Rayat) yang dilaksanakan pada tahun 1969 tidak demokratis dan melanggar HAM dimana diwakilkan 1025 orang dan PEPERA yang dilaksanakan dibawah bayang-banyang Ancaman intimidasi, terror, pembunuhan, dll. Sebelum pelaksanaan PEPERA yang lebih miris lagi adalah penanda tanganan kontrak karya Freeport pada 1967 sebelum PEPERA dilaksanakan.

Pelaggaran HAM 1962 sampai sampai saat ini kasus pelanggaran HAM di Papua tidak pernah terlesesaikan hingga saat ini, mulai dari operasi besar-besaran yang dipimpinan soeharto pada 1962 hingga sampai saat ini yaitu pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, terror,  dll, belum pernah menjadi wacana yang serius bagi pemerintah Indonesia untuk menyelasaikan persoalan HAM di papua.

Militer indonesia sebagai salah satu actor penyebab kekerasan di papua, mulai dari 1962 sampai saat ini operasi demi operasi dilakukan dan menyebabkan pelanggaran HAM. Proses penyelesian kasus HAM berat pernah diwacanakan oleh Indonesia ada  4 kasus yaitu BIAK berdarah 1998, Wamena berdarah 2003, Wasior berdarah 2001, abepura berdarah 2006. Dan pernah di ajukan bandingnya pada tahun 2005 yaitu hanya biak berdarah tahun 1998 tapi kalah di pengadilan negeri makasar 2005. Ini membuktikan kalau tidak pernah serius penuntasan kasus HAM berat di indonesia .

Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi dimana menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang diatur dalam konstitusi Negara dimana menjamin kebebasan berserikat, kebebasan berekspresi, kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum, dll. Dengan melihat realitas dipapua tidak seperti hukum yang berlaku diindonesia dimana penangkapan sewenang-wenang, pengeledahan tanpa ada perintah tugas, tidak ada kebebasan berkumpul dan berpendapat. Tidak hanya pembunuhan, pemerkosaan, intimidasi, terror, dll, tapi pencurian terhadap sumberdaya alam pun dilakukan oleh pemodal dilegetimasi dengan pemberian izin operasi dari indonesia.

Pembangunan yang dibanggakan jokowi dipapua adalah pembangunan infrastruktur, jalan, pelabuhan, badar udara, bbm satu harga, adalah syarat yang disiapkan untuk memperlancar arus Kapital. Selain itu pemekaran kabupaten juga menjadi salah satu syarat mempercepat arus Kapital.
Pemodal dengan modal yang begitu besar membangun perusahaan-perusahaan untuk mengeruk  SDA ( sumber daya alam ) untuk kepentingan pemodal sendiri maka Papua sebagai sasaran utama dan akan sangat rentan terjadi perampasan tanah, marginalisai, dll. untuk dibangunnya perusahaan raksasa yang membutuhkan lahan yang begitu luas, dampak dari pembangunan perusahaan akan berakibat buruk bagi ekosistem alam rusak, pencemaran lingkungan. 

Berlandaskan sejarah kemerdekaan yang sudah dirampas dan konsitusi Hukum internasional yang berlaku dalam EKOSOP, SIPOL, Deklarasi HAM, HAK-Hak masyarakat adat, dll serta kenyataan sosial yang membuat rakyat Papua menjadi trauma yang berkepanjangan dari kekerasan Militer sehingga berdampak bagi orang papua yang berpengaruh pada phisikis orang papua yang menjadi mental terjajah yang merasa tidak mampu, rendah diri, melihat bangsa lain lebih superior serta hilangya kebanggaan atas jatidiri orang papua sendiri yang dimana prakteknya melalui sistem pendidikan yang sentralitik, dan ekonomi dengan melihat potensi sumberdaya alam yang ada contohnya ; disuruh makan nasi padahal orang papua tidak menanan padi dengan dipaksa makan nasi.

Meskipun pemenuhan atas pelaku pelanggar HAM diadili dan pemerintahan yang baik dan adil dilakukan tetapi keinginan rakyat papua tidak ingin bersama dengan Indonesia, keinginan rakyat papua adalah berdiri sendiri sebagai sebuah Negara merdeka yang bermartabat yang berdiri sejajar sama seperti bangsa-bangsa lain didunia.


Oleh : Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Semarang.

Aparat Gabungan TNI, Brimob dan Polisi Tembak Mati 4 orang Pelajar di Paniai, 08 Desember 2014

Penulis: Soleman Itlay*

Pelanggaran Hak dan Kedaulatan

Pada tahun 1847 Pakistan berpisa dari India karena, satu: perbedaan agama, yakni Hindu dan Muslim. Orang Papua Barat ingin menjauh dari Indonesia bukan satu alasan. Tetapi orang Papua Barat mempunyai suku, agama, ras, tanah, dan wilayah tersendiri. Orang Papua Barat memiliki ciri khas kebangsaan. Orang Papua Barat tidak bisa dipaksakan disebut bangsa lain (Melayu). Perbedaan inilah yang harus diakui, bukan menyangkal lagi.

Tidak bisa pungkuri. Bahwa orang Papua Barat punya bendera sendiri: Bintang Kejora. Orang Papua Barat punya lambang tersendiri: Burung Mambruk. Orang Papua Barat memiliki nama kebangsaan dan wilayahnya: Papua Barat. Orang Papua Barat mempunyai lagu nasional: Hai Tanahku Papua. Buktinya orang Papua Barat punyai hari besar: 1 Desember 1961.  Orang Papua Barat mempunyai semua ini semenjak 1961. Sungguh ini hakekat sejarah Papua Barat.

Pada tahun 1961, orang Papua Barat, Sir Jouwe mengatakan, tahun kedaulatan. Kedatipun Soekarno menyangkal orang Papua Barat sebagai “Bukan Melanesia” tetapi semua orang mesti membaca dan memahami ini baik, terutama kata-kata hidup Sir Nicolas Jouwe. Sebenarnya, bukan tidak mungkin ya? Sir Nicolas Jouwe berbicara berdasarkan pengakuan Belanda ditengah melaksanakan ekpansi di Nederlansd Nieuw Guinea semenjak 1898. Soekarno melanggar ini semua, terlebih hak dan kedaulatan bangsa Papua Barat.

Sir Nocolas Jouwe dalam buku “Kisah-Kisah Hidup Orang Papua”, meyebutkan Soekarno menyangkal: Orang Papua Barat  Bukan Melanesia. Bukan tidak mungkin lagi. Soekarno bersaksi dusta dibawah matahari. Lawan bisa baca sekali. Tetapi Soekarno, menurut Sir Nikolas tidak menghargai hak orang Papua Barat. Bahkan tidak menganggap Deklasi PBB pada 14 Desember 1960. Deklrasi itu mengenai Hak Asasi Manusia dan Piagam Pemberian Kemerdekaan Negara-Negara dan Orang-Orang Jajahan.  

Stigmatisasi Sepanjang Masa

Bukan orang Papua Barat semata. Belanda pun tidak menyukai Jerman karena menyebut “moffin”.Tempo dulu, Ali Mortopo pernah menyuru orang Papu Barat keluar dari Indonesia (1966). Baru-baru ini, Luhut Panjaitan menyuruh orang Papua Barat pindah ke Pasifik (2016). Dari dulu sampai detik ini, orang Papua Barat sering diistigmakan dengan: “separatis, KKB, GPK, bodok, miskin, monyet, kanibal, primitif. Makar, dan masih banyak lagi. Siapa[un tidak akan menerima kata-kata mati rasial ini.

Bukan memancing atau memutarbalikan fakta,melainkan semua ini sudah terbukti dan sering dijumpai dimana-mana. Semua itu bisa dilihat di facebook, intagram, twiter, majalah, Koran, radio, foto, video, dan buku. Dari waktu ke waktu, orang Papua Barat dengar di dalam homili (gereja), seminar, pertemuan, jumpa pers, dan lain sebagainya. Sekali lagi ini tidak bisa menyangkal diri. Benar-benar terlalu menyakitkan.

Luka kata-kata itu amat sangat menyakitkankan. Luka karena pukulan dan kecelekaan itu bisa dilupakan dengan kesembuhan. Tetapi sekali lagi, luka yang disebabkan oleh kata-kata amat rasial ini sulit dikebumikan di dalam waktu. Sepanjang masa akan teringat dalam kehangatan daya ingat orang Papua Barat. Sungguh tantangan hidup yang sial. Orang Papua Barat seperti tidak layak disebut manusia lagi, jika sepanjang bermukim sementara di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tambah pedas lagi kalau semua itu lihat dan dengar diatas tanah leluhur Papua Barat.

Populasi Orang Papua Barat Kecil

Orang Papua Barat sudah menjadi sedikit bersama Indonesia. Orang Papua telah menjadi minoritas diatas tanah leluhur. Semakin parah jika suatu saat seluruh Pasifik dan Indonesia dikuasai oleh Cina yang punya ambisi untuk menjadi negara adidaya dunia. Australia hanya punya penduduk 50 juta. Selandia Baru mungkin 6 atau 7 juta penduduk. Cina termasuk yang ada di Papua sudah memiliki penduduk 1 Milliar lebih. Sungguh orang Papua Barat akan punah!

Lihat penduduk di 5 kabupaten/kota provinsi Papua, pendudknya didominasi oleh pendatang (transmigrasi dan penduduk Melayu yang masuk bebas. Berikut data BPS 2010: Kabupaten Merauke (62.73%), Nabire (52.46%), Mimika (57.49%), Keerom (58.68%), dan Jayapura (65.09%). Sekitar 23 kabupaten lainnya di provinsi Papua dalam data BPS 2016 kemarin, pendatang dapat menunjukkan peningkatan yang begitu pesat. Orang pribumi Papua Barat sungguh menjadi minoritas. Menakjubkan bukan?

Sementara provinsi Papua Barat, jumlah penduduk orang asli Papua tercatat: 51,67% dari total 760.00 atau keseluruan penduduk sekarang, termasuk pendatang. Baca selengkapnya data penduduk BPS Papua Barat di kompas.com, Selasa (11/01/2011). Dilain sisi, data ini tidak bisa percaya seutuhnya. Kadang di pemilihan legisllatif, dan eksekutif saja sering terjadi perombahkan. Besar kemungkinan jumlah orang Papua Barat bisa prediksi dibawah dari itu.

Orang Papua Barat berada dalam ancaman kepunahan yang luar biasa. Orang Papua Barat sama persis dimana Amerika Serikat menghabiskan etnis di India. Pun juga sama seperti Inggris dan Amerika Serikat menghilangkan orang Aborigin di Australia yang menduduki 50.000 tahun silam di negeri Kanguru. Potensi pemusnahan ras Melanesia di Papua Barat semakin besar.

Peningkatan HIV/AIDS di Papua Barat

Dimana penderita HIV/AIDS di provinsi Papua dan Papua Barat semakin banyak. Lagi-lagi penderitanya adalah kebanyak orang asli Papua Barat. Data dinas kesehatan rovinsi Papua pada kwartal   II, hingga Juni 2016 tercatat 7000-an penduduk. Dari jumlah tersebut, kepala dinas Aloysius Giyai menyebutkan, urutan pertama ada di jantung hati pulau Papua, Jayawijaya, HIV sebanyak 1.484 dan AIDS 3.809 orang. Jumlah penderita 5.293 dan yang meninggal 400 orang.

Urutan kedua, Timika yang masih menderita HiV HIV/AIDS 4.162 orang, dan kota Jayapura, penderita HIV/AIDS sekarang 1.813 orang. Menurut dia kabupaten lain berada dibawah itu dan terus meningkat dari waktu ke waktu. Data ini dikutip dari media terpercaya di Papua, Tabloid Jubi edisi Juni 2016 dan disesuaikan pada buku “Papua di Ambang Kehancura” dari SKPKC Fransiskan Papua (2016).

Sementara kabar berita dari antara Papua Barat, menyebut khusus kabupaten Manokwari saja, per Agustus 2016 sudah mencapai lebih dari 1.445 kasus. Hal itu dibenarkan Pengelola Program Penanggulangan HIV/AIDS KPA Manokwari, Jennie Payung, di Manokwari, Senin (05/12/2016). Sementara di ibu kota provinsi Papua Barat terdapat 1.117 orang. Data tersebut dibenarkan oleh sekertaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Kota Sorong, John Toisutta, Kamis (17/09/2015. Kutip dari Jubi edeisi 17 September 2015.

Program KB dan Operasi Ibu Hamil Papua Barat

Orang Papua Barat tidak punya harapan hidup baik di dalam Indonesia. Dari waktu ke waktu banyak orang meninggal dimana-mana. Baik di rumah, hutan, jalan, hotel, resstoran, ruko, toko dan paling banyak di rumah sakit. Orang Papua Barat tidak percaya rumah sakit yang dibangun Indonesia. Rumah sakit memilik pemerintah bukan dianggap lagi sebagai tempat orang diselamatkan. Setiap rumah sakit orang Papua Barat melihat penuh hati-hati.

Orang Papua Barat punya pandangan pada rumah sakit adalah tempat dimana orang kulit hitam sengaja disakitkan dan dimatikan secara sistematis. Setiap waktu banyak orang Papua Barat meninggal di rumah sakit. Kematian paling banyak Ibu dan Anak. Ibu-ibu dan perempuan muda selalu diarahkan untuk mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Program ini diluar sampai di rumah sakit diberlakukan.

Orang Papua Barat (ibu-ibu) sekalipun tolak, tetapi psikologisnya terganggu saat berhadapan dengan pegawai BKKBN dan rumah sakit. Karena selalu dinasihati sampai membuat ibu-ibu tenggelam di dalam buaian “pemusnahan etnis” ini. Bukan hanya itu, perempuan asli Papu Barat kebanyakan melakukan operasi medis di rumah sakit. Sungguh ini benar-benar tidak menolak oleh ibu-ibu asli Papua Barat. Tidak akan ada ujung untuk mengakhiri ini. Tentu akan menghadapi ini sepanjang masa orang Papua Barat di Indonesia.

Masalah Lain-Lain

Banyak lagi orang Papua Barat mati karena minuman keras (Miras). Gubernur Papua, Lukas Enembe, baru-baru ini mengeluarkan peraturan daerah untuk produksi, peredaran dan mengonsumsi Miras tapi pengusaha tidak mengindakan. Belum ada tindakan pemerintah khususnya aparat yang mengawasi ini. Bukan itu saja, ada banyak tempat Pekerja Sex Komersial (PSK) yang meruak di seluruh tanah Papua Barat.

Untuk Miras di provin Papua sendiri punya peraturan untuk mencabut dan melarang produksi, peredaran dan penjualan mIras itu sendiri. Namun Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol ini tidak maksimal. Kahirnya, munyusul lagi Instruksi Gubernur Papua Nomor 3/INSTRGUB/Tahun 2016 Tentang Pendataan Orang Asli Papua.

Namun dua kebijakan ini belum bisa dikatakan telah dijalankan. Rupanya ada upaya sistematis dan teruktruktur untuk menghambat peraturan ini. Sampai saat ini Perda ini buktinya belum berhasil menertibkan di seluruh Papua. Pengusaha-pengusaha yang sukses dari Miras ini terus melancarkan usaha. Hanya Mathius Awoitauw yang berhasil memulangkan Miras ke kota asal Surabaya pada Sabtu, 16 September 2017. Namun masih banyak lagi tempat yang menjadi pekerjaan bagi Awoitauw bakal untuk daerah lain.

Gara-gara ini, banyak orang Papua Barat meninggal banyak. Gara-gara Miras juga orang Papua Barat ditembak dan bunuh banyak. Dari Miras orang Papua Barat mengalami kecelakaan. Bahkan ada pula yang sengaja di tabrak. Kalau kecelakaan yang bermotif sengaja disebut “tabrak lari”. Banyak orang Papua Barat ditemukan di parit, jembatan, kos, rumah, dan tergantung di hutan dalam keadaan tidak bernafas.

Bagian ini tidak ada pelaku yang sering ditangkap oleh aparat. Ujung-ujung sebut Orang Tak di Kenal (OTK). Kalau tidak sebut suku ini dan suku itu. Permainan untuk menciptakan konflik sangat nampak. Banyak kota yang diakronomikan dan disebut lain-lain. Misalkan Timik dan Mimia. Timika: Tiap Minggu Kacau dan Mimika: Minggu-Minggu Kacau. Momen apa pun, yakni Pilkada, Pilgub, Pilres dan Legislatif selalu membuahkan darah dan nyawa manusia Papua Barat.

Setiap daerah yang memiliki potensi alam terutama emas, tembaga, batu bara, nikel, air terjun, danau, sungai dan lain sebagainya identik dengan kekacauan. Semua adalah sesuatu yang baru kelihatan sepanjang Tuhan Maha Pencipa segala sesuatu, menempatkan orang Papua Barat ari Sorong-Merauke. Jika ada konflik selalu muncul: ahk itu aktornya dari kelompok separatis, GPK, KKB, Makar, dan lain sebagainya. Sebuah realitas yang pahit di negeri sendiri.

Solusi Dialog Jakarta-Papua?

Ingin kasih ingat kembali lagi. Dainius Puras, pernah megatakan di kantor sinode GKI di Tanah Papua (2016). Bahwa: “saya mendapat kesan bahwa mereka, orang Papua kecewa dengan otonomi khusus ini. Terlalu kecil. Orang Papua punya rasa tidak percaya sama Jakarta”. Baca di www.satuharapan.com tentang Pelapor Khusus PBB Menilai Orang Papua Tak Percaya Jakarta.

Indonesia sangat amat kehilangan kepercayaan di mata orang Papua Barat. Tidak bisa salahkan kepada apa-apa, siapa-siapa, mengapa-mengapa, dimana-mana, kemana-mana, dan bagaimana-bagaimana. Karena semua ini: janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM, janji untuk membuka akses bagi jurnalis asing, membangun Pasar Mama-Mama Papua dan Arus Kereta Api dan segala macam janji lainnya. Belum Terbukti!

Apakah Dialog Jakarta-Papua akan menjawab semua? Oh, rupanya terlambat. Orang Papua Barat sudah fokus kepada ULMWP. Apakah orang asli Papua Barat mau? Oh, orang Papua tidak akan balik dan terima itu. Apalagi yang harus dibuat oleh Indonesia? Hentikan pakai orang Orang Papua Barat, yakni: Franz Alberth Joku, Nokolas Messet, Lenis Kogoya, Ramses Ohee dan lainnya. Karena cara itu, dan memutarbalikan fakta dan kebenaran di PBB dan lain sebagainya, akan membuat orang tidak percaya.

Solusi paling terakhir adalah: Pertama pemerintah meminta maaf kepada orang Papua Barat atas semua pelanggaran baik sengaja maupun tidak sengaja. Kedua mengakui segala kesalahan pemerintah. Ketiga, mengakui orang Papua Barat sebagai manusia yang mempunyai hak dan kedaulatan politik, dan memiliki derajat yang sama seperti  bangsa lain di dunia. Barangkali ini ada pada pilihan dan keputusan negara, terutama Joko Widodo.

Penulis adalah anggota aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua

Komentar Anda

[disqus][facebook]
Gambar tema oleh duncan1890. Diberdayakan oleh Blogger.
Koran Kejora View My Stats