Roslan Samad, Mahasiswa IAIN Ternate, juga korban tidakan Kekerasaan oleh rektor IAIN, sedang terbaring di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Maluku Utara, 26/08/2017. |
Penulis: Rudhy Pravda*
Begitulah yang dialami oleh korban pemukulan rektor Institut Agama Islam Ternate (baca: IAIN), Bernama Roslan Samad. Saat di jumpai pada 26 Agustus 2017, pukul 10.35 wit di Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah Maluku Utara, Roslan, dalam keadaan tak terurus (ditinggalkan) oleh lembaga kampus, dan dibebankan kepada keluarga korban (orang tua dan neneknya). Sungguh prihatin nasib korban yang dikriminalisasi oleh rektor tersebut, sungguh merasa beban oleh keluarga dalam pengurusan dan segala hal perawatan, baik makan minum, dan kebutuhan mendesak.
***
Berawal dari kedatangan ketua DPR partai PPP (Roma Hurmuzi MT), mantan anggota DPRD komisi IV Jawa tengah, dengan tujuan kuliah umum tentang "Islam Dan Kebangsaan" terhadap mahsiswa baru (Maba) di kampus IAIN Ternate, yang di moderasi oleh pihak lembaga kampus. Sontak mendengar isu itu, mahasiswa mulai melakukan konsolidasi sampai melakukan aksi penolakan pada Jumat, 18 Agustus 2017. Dengan menutut: Pertama, kita butuh akademisi bukan politisi; Kedua, berikan hak demokrasi bagi mahasiswa.
Serta beberapa kebutuhan normatif, yang seharusnya di realisasikan oleh pihak lembaga, terutama soal UKT dan sarana-sarana belajar bagi mahasiswa, yang tidak di wujudkan selama berkali-kali mahasiswa melakukan aksi dan tuntutan. Aksi itu terus berlanjut, sampai pada pembukaan pengenalan budaya akademi kampus (PBAK). Untuk mahasiswa baru, yang di laksanakan oleh kepanitiaan yang dalam pandangan mayoritas mahasiswa tidak secara demokratis (tanpa melibatkan hak mayoritas mahasiswa) turut terlibat dalam pengenalan tersebut, hal demikian hanya sebagian yang tergabung dalam panitia penyelenggara, yang di dalamnya adalah (Dosen, resimen mahasiswa/menwa, dan sebagian kecil mahasiswa). Ketika mahasiswa menuntut untuk hak keterlibatannya, direspon dengan menutup ruang kebebasan, sehingga terjadi insiden perlawanan.
Mahasiswa yang notabenenya adalah bagian dari massa aksi tersebut memaksakan masuk kedalam ruang aula, untuk mengambil bagian, namun dicegah oleh panitia penyelenggara termasuk Menwa dan Sekuriti. Tiba-tiba kejadian lebih mengundang respon dari menwa saat mahasiswa baru mengangkat spanduk yang bertuliskan "KAMI BUTUH SENIOR, BUKAN PANITIA" pada saat yang bersamaan menwa langsung mengambil bagian, melakukan pemukulan terhadap mahasiswa baru. Sehingga membuat situasi didalam ruangan aula dan diluar bergejolak. Massa aksi yang memaksakan masuk kedalam, diketahui mendobrak pintu aula yang sedang ditutup, bahkan ditemukan saat suasana berlangsung bentrok, salah satu kaca jendela dari aula juga dipicahkan.
Tepat pada 24 Agustus 2017, pukul 17.15 wit, rektor IAIN Ternate, Abdurrahman Marasabessy, turut terlibat dalam bentrokan tersebut. Yang akhirnya rektor melakukan pemukulan terhadap Roslan Samad (mahasiswa, juga korban tak ditanggungjawabkan oleh Rektor sebagai Pelaku dan Lembaga) dibagian kepala, sehingga korban pingsan kurang lebih 40 menit. Alhasil, menurut komentar dari oknum yang melakukan pemukulan, bahwa Roslan Samad jatuh karena terpeleset dari lantai, atau kenal dorongan, bukan pemukulan (ungkap rektor dibeberapa media).
Ungkapan tersebut, menurut keterangan korban, Dia merasakan pukulan yang masuk sangat keras dibagian kepala, dengan tegang sempat sebelum pinsan dia sempat mengenali wajah yang memukulnya, bahwa pukulan yang kenal di kepalanya adalah tangan dari rektor IAIN Ternate. Dengan sontak melihat, Roslan Samad yang terjatuh dilantai, kepanikan mulai nampak diwajah rektor, dan langsung dibawakan ke rumah sakit pukul 05.50 wit--Ujar Roslan Samad.
Pengakuan lembaga kampus atas biaya administrasi dirumah sakit, yang disampaikan rektor IAIN Ternate siap bertanggung jawab
Saat Roslan Samad/korban, di bawah ke rumah sakit, lembaga kampus dalam hal ini (rektor IAIN Ternate) mengakui bahwa kampus siap menyelesaikan biaya perawatan selama berada di rumah sakit. Namun, hal demikian berbanding terbalik, Roslan Samad tidak dijenguk (didampingi) selama waktu pengobatan berjalan, sekedar hanya mengantarkan pada waktu awal pingsan. Yang membuat semua kebutuhan yang diperlukan Roslan selama 3 hari dirumah sakit dibiayai oleh orang tua sendiri, untuk makan dan minum, juga menemaninya saat terbaring kaku dan lemah diatas tempat tidur. Cemas dan penuh kekawatiran, tidak saja biaya perawatan tetapi juga persoalan kesehatan anaknya. Seumpama hewan, Roslan Samad tak jauh berbeda dengan perilaku yang dilakukan rektor (penanggung jawab) terutama lembaga kampus.
Saat aku mengkonfirmasi, Roslan Samad mengatakan rektor dan istrinya, hanya datang memberikan satu buah kaus dan satu buah celana jins seharga kurang lebih Rp. 500.000 dan setelahnya pergi meninggalkan.
Kaus dan Jelana Jins seharga 500. ribuh yang diberikan oleh rektor kepada korban sebagai upaya tanggungjawab tindakan kekerasaanya. |
Pihak rumah sakit, juga diberikan konfirmasi bahwa semua biaya pengobatan dan Perawatan adalah urusan dari lembaga kampus. Selama waktu berjalan kurang lebih biaya yang dikenakan Roslan Samad sebesar Rp. 1.600.000 sekian; mulai dari:
Kamar: Ruangan VIP/1 hari Rp. 575.000; Ruangan/hari; Paket UGD (dr. Erdiansyah) Rp. 150.00); Lap rutin Rp. 100.000; Lap kimia; USG; EKG; RONTEGEN; 02/Tekanan;Viste dokter spesialis; Dr. Husni sp. s Rp. 100.000; Viste dokter umum; Tindakan keperawatan/medis; Injeksi 1 hari Rp. 25.000; Monitor cairan infus Rp. 50.000; pasang infus ulang; Konseling gizi Rp. 25.000; Administrasi Rp. 50.000; BHP Rp. 100.000; Ambulans; Obat-obatan. Total: Rp. 1. 035. 000.
Hak asuransi:
Selisih:
Asuransi Pembayaran dari Rumah Sakit |
Biaya sebesar Rp. 1.600.000 diketahui saat administrasi pengobatan dan perawatan sudah selesai, yang awalnya Rp. 1. 035.000 adalah biaya pada tgl 25 Agustus. Peningkatan biaya setelah Roslan Samad keluar pada tgl 26 Agustus, sebelum pelunasan biaya pengobatan dan perawatan sempat orang tua Roslan Samad mendatangi pihak rumah sakit, dan mengatakan bahwa semua biaya sebesar itu adalah tanggung jawab pihak kampus. Namun, rumah sakit mengelakkan bahwa kami hanya siap melayani dan soal biaya adalah tanggung jawab kampus dan keluarga, maka harus dikonfirmasi sebelum keluar. Sempat orang tua korban mengatakan bahwa kami juga punya BPJS, mengingat dapat meringankan beban pembayaran, namun pihak rumah sakit mengatakan bahwa sudah terlambat, karena sebelumnya harus diberitahu, dan kami hanya menggunakan pengakuan sejak awal.
Tak lama kemudian, lembaga mengirimkan salah seorang dari pihak keuangan kampus untuk datang melunasi semua biaya sebesar itu, tanpa mampir dulu melihat korban dan keluarganya. Meskipun, sempat ditelpon dan dilayangkan via sms ke rektor IAIN Ternate, tetapi sama sekali tak meresponnya. Membuat cemas hingga memikirkan bagaimana biaya dan keberadaan anaknya (ungkap orang tua Roslan Samad) saat berbincang-bincang diruang korban. Setelahnya, biaya sudah dilunasi, dan kita langsung bergegas meninggalkan rumah sakit, juga orang tua Roslan Samad harus balik ke kampung, untuk melanjutkan pekerjaannya.
Keterangan:
-Dari versi korban kriminalisasi, Roslan Samad
-Tulisan diatas adalah bagian dari penyampaian korban, saat dikonfirmasi pada 26 Agustus 2017. Dan diubah kembali redaksionalnya oleh penulis.