ilustrasi gambar |
Penulis: Wissel Van Nunubado*
"Tragedi Oneibo Merupakan Implementasi Politik Keamana Di Era Otsus Dalam Bingkai Politik Pembangunan Di Papua"
Pendahuluan
UU Otsus Papua menjadi legitimasi pengaturan keamanan oleh pemerintah pusat. atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa menyangkut penambahan pasukan dan pengerahan pasukan serta perintah tindakan di lapangan langsung dikendalikan di markas pertahanan keamanan pusat di jakarta.
Hal itu sudah dipraktekkan sejak tahun 2001 - 2017 ini. artinya menyangkut segala sikap aparat keamanan negara indonesia di oneibo kemarin adalah bagian dari misi pertahanan dan keaman yang diarahkan secara sentralistik.
Masih belum lupa dari ingatan pernyataan jokowi saat berkunjung ke wamena dia katakan perlunya pelibatan militer dalam pemulusa proyek strategis nasional.
Nah dari pernyataan itu jika dikontekskan dengan proyek yang ditender oleh korporasi milik dewa di oneibo sanggat dekat kaitannya sebab jembatan adalah salah satu proyek infrastruktur yang masuk dalam skema turunan proyek strategis nasional.
Tragedi Oneibo Merupakan Pelanggaran HAM Berat
Tragedi pembantaian manusia yg dilakukan oleh brimob papua di oneibo yang telah menelan 17 orang, 1 orang diantaranya meningga dunia menunjuk fakta bisnis keamanan di papua melalui jasa keamanan terhadap perusahaan.
Apapun alasannya danton brimob paniai wajib bertanggungjawab sebab perintah pengerahan pasukan brimob adalah perintahnya serta melalui tindakan brimob yang langsung main tembak ke arah masa rakyat sehingga menelan korban luka dan tewas telah menunjukan fakta pelanggaran HAM Berat yaitu Kejahatan Terhadap Kemanusiaan sebagaimana diatur pada pasal 7 huruf (b) junto Pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Atas dasar itu maka danton brimob paniai dan pasukannya wajib diadili sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Apabila tidak di proses maka masyarakat papua dapat mendorongnya untuk diadili di Pengadilan HAM Internasional.
Politik Keamanan Indonesia Di (Meeuwodide) Papua
Terlepas dari tragedi pembantaian manusia di oneibo deiyai kemarin. Jika dilihat kebelakan sebenarnya peristiwa serupa perna terjadi di tempat pengambilan material di desa okomo yang juga menelan satu korban jiwa. Saat itu motifnya sama yaitu bisnis keamanan dimana korporasi yang sama memangil keaman selanjutnya keamanan mengunakan senjata milik negara mencabut hak hidup warga mee di deiyai.
Bukan hanya itu, hal yang sama juga perna terjadi di Dogiyai pada beberapa tahun kemarin serta di paniai pada 2014 silam dimana keamanan negara mencabut hak hidup beberapa warga di paniai yang telah ditetapkan sebagai pelanggaran HAM oleh Komnas HAM namun belum di proses hingga saat ini.
Semua fakta diatas menunjukan suatu sikap atas eksistensi alat keamanan negara indonesia di tanah papua khususnya di meeuwodide bertujuan "untuk menghabiskan manusia mee secara sistematik dan struktural dengan mengunakan segala cara yang salah satunya dengan dalil bisnis keamana melalui proyek infrastruktur (mungkin ini tujuan presiden jokowi libatkan militer dalam wujudkan proyek strategis nasional di papua)".
Mendorong 3 Bupati Melindungi HAM dan Mendorong Pemenuhan Hak Atas Keadilan
Dengan melihat fakta sikap aparat kemanan indonesia di meeuwodide maka sudah saatnya masyarakat menuntut bupati paniai, deiyai dan dogiyai untuk mengambil sikap tegas sebagai komitmen pemenuhan kontrak politik saat pilkada dulu sebagai konsekwensi politik dari fakta "Jika dulu masyarakat mee yang pilih bupati maka saat masyarakat mee sedang bermasalah maka bupati wajib melindungi masyarakat mee yang telah memilih dan menunjukmu jadi bupati".
Sikap tegas yang dimaksudkan bukan sebatas janji-janji manis seperti yang sudah-sudah. sikap tegas yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :
1. Secara khusus Bupati dan DPRD Paniai, Deiyai dan Dogiyai membentuk Tim Khusus dan memanggil Danton Brimob dan Pemilik Korporasi untuk meminta pertanggungjawansn serta meyerahkan Danton Brimob Paniai dan semua Brimobnya ke Pihak yang berwenang untuk diminta pertanggungjawaban hukum. Selanjutnya mencabut ijin usaha korporasi milik dewa di seluruh meeuwodide karena telah menelan korban jiwa;
2. Dalam rangka mendorong Pengungkapan peristiwa pelanggaran HAM Berat maka wajib membentuk Tim independen yang dikordinir oleh Bupati dan anggotanya terdiri dari masyarakat (perwakilan korban), tokoh adat setempat, tokoh agama setempat, tokoh pemuda setempat, aktivis (Gerakan, LSM dan Institusi Independen Negara), akademisi, advokat dan biro hukum pemda;
3. Mendanai Tim tersebut dengan mengunakan dana sosial dalam APBD kabupaten paniai, deiyai dan dogiyai hingga terwujud hak atas keadilan korban dan rasa keadilan seluruh manusia meeuwodide dan papua.
Kesimpulan
Sudah saatnya politik keamanan dalam bingkai UU Otsus Papua disikapi secara bersama-sama oleh pemda dan masyarakat papua sebab semua pelanggaran HAM Berat yang sistematik dan struktural oleh indonesia mengunakan alat keamanan negara telah menelan korban jiwa yang jumlahnya telah mencapai ratusan bahkan ribuan jiwa sejak 2001 - 2017 ini.
Semua pihak (pemerintah, organisasi non pemerintah dan masyarakat) di papua telah mengetahui bahwa manusia papua berada dibawah bayang-bayang genosida yang disukseskan dengan pendekatan militer dibawah bayang bayang dalil pertahanan keaman maka apalagi yang ditunggu ?. Untuk apa orang papua yang jadi pejabat daerah jika hanya tahunya mengecam tindakan aparat atau mengutuk tindakan militer atau ucapkan berbelah sungkawa kepada korban dan keluarga korban.
Melalui tragedi pembantaian manusia mee di oneibo deiyai dapat disikapi lebih tinggi dan nyata sebagaimana langkah-langkah yang diusulkan diatas agar pemerintah daerah paniai, deiyai dan dogiyai disebut sebagai pejabat putra daerah yang berbakti kepada alam papua dan manusia papua.
Akhirnya, marila kita akhiri skenario pembantaian manusia di bumi meuwodide untuk melindungi manusia papua di muka bumi ini.
Penulis adalah mahasiswa Papua, kuliah di kota Yogyakarta