Doc.koran kejora |
PERNYATAAN SIKAP
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan
Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP)
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!
Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kosa, Dormum, Foi-Moi, Tabea mufa, Nayaklak, Wiwao, Amakanie, Wa...wa...wa...wa…
Memperingati 51 Tahun Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, 01 Juli 1971 – 01 Juli 2022
Proklamasi 01 July 1971 merupakan hari sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat yang telah digerakkan oleh para pelopor gerakan sejak tahun 1960-an, hingga kini perjuangan tersebut masih berlanjut ke generasi 2000-an, demi memperjuangkan dan merebut kedaulatan sejati bangsa Papua Barat.Yang mana tuntutan dasarnya masih sama yaitu Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai solusi demokratis sendiri untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan secara hukum/ konstitusi internasional dalam hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seperti yang tertuang jelas dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tentang Hak Sipil dan Hak Politik yang mana pada konstitusi tersebut pula telah diratifikasi kedalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Seperti juga yang tertuang dalam mukadimah pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi; ‘Bahwa Kemerdekaan itu ialah Hak Segala Bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan’.
Melihat dari implementasi tersebut atas Papua Barat, perundingan antara pemerintah Negara Republik Indonesia bersama Pemerintah Kerajaan Belanda dan Amerika Serikat, tanpa melibatkan Rakyat Papua Barat justru melahirkan beberapa Kesepakatan dan Perjanjian Internasional, seperti : Proposal Bunker 1960, Perjanjian New York (New York Agreement)15 Agustus 1962, Perjanjian Roma (Rome Agreement) 30 September 1962, yang mana dari semua kesepakatan dan perjanjian Internasional tersebut justru membicarakan nasib hidup rakyat bangsa Papua Barat, seakan-akan bangsa Papua Barat ‘tidak tau’ memutuskan apa yang baik bagi hidup dan masa depannya. Di sisi lain, bangsa Papua Barat sendiri sudah memproklamirkan kemerdekaannya yaitu pada 01 Desember 1961. Proses dekolonisasi yang dijanjikan oleh pemerintahan kerajaan Belanda sedang berjalan. Apalagi, dalam konferensi Meja Bundar (KMB), sebagai satu-satunya konferensi yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia yang ditanda tangani di Den Haag pada 02 November 1949, wilayah Papua Barat tidak termasuk didalamnya. Secara administrasi Papua Barat bukanlah bagian dari Hindia Belanda (Dutch East Indies) yang berpusat pemerintahan di Batavia (Jakarta sekarang), melainkan Dutch of New Guinea dengan pusat pemerintahannya di Hollandia (Jayapura sekarang).
Sejak 01 Mei 1963, bertepatan dengan berakhirnya masa pemerintahan sementara Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nation Temporary Executive of Authority (UNTEA) di Papua Barat, yang kemudian menyerahkan Papua Barat kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai Negara perwalian yang akan menjalankan amanat seperti yang tertuang jelas dalam isi Perjanjian New York, namun pada prakteknya Negara Indonesia justru menempatkan militernya dalam jumlah yang sangat besar di seluruh wilayah tanah Papua Barat, akibatnya hak-hak sipil dan hak-hak politik manusia Papua dilanggar secara tidak wajar dan diperlakukan semena-mena.
Sekertaris Jenderal PBB pada saat itu, sebenarnya sudah mendapatkan laporan terkait terror dan intimidasi yang dilakukan oleh militer Indonesia terhadap Rakyat Bangsa Papua Barat sebelum PEPERA dilakukan pada 27 Juli – 02 agustus 1969, namun tidak menjadi perhatian serius, justru diabaikan oleh PBB. Perserikatan Bangsa Bangsa cenderung lebih mempercayai laporan pemerintah Indonesia yang memiliki kepentingan untuk memenangkan PEPERA 1969 yang sangat manipulatif.
Dengan melihat berbagai macam pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui aparat militernya (TNI-POLRI) sejak diserahkannya kekuasaan atas Papua Barat oleh PBB kepada pemerintah Indonesia 01 Mei 1963, maka munculah berbagai macam gerakan perlawanan oleh rakyat Papua Barat, pertama kali pada tanggal 28 Juli 1965 dengan melahirkan Organisasi Pembebasan Papua Merdeka (OPPM) di Manokwari sebagai organisasi Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat yang kemudian dikenal dan disingkat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat [Tepenal].
Dengan meluasnya Gerakan Perjuangan Kemerdekaan di seluruh tanah Papua Barat, maka pada tanggal 01 Juli 1971, organisasi Papua Merdeka memproklamasikan kemerdekaan Papua Barat di Desa Waris, Markas Victoria.
Perjalanan Organisasi Papua Merdeka atau TEPENAL juga terbentuknya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang melalui KTT OPM-TPN di Biak pada 01—05 Mei 2012, yang sampai saat ini pun masih melakukan aksi-aksi melawan militer Negara colonial Indonesia. Dan untuk mempertahnkan garis perjuangan kemerdekaan bangsa Papua Barat sejak 01 Desember 1961.
Maka secara konstitusi sayap militer Papua Barat di bawah komando TPNPB-OPM terus memperjuangkan hak demokratis bagi kemerdekaan rakyat Bangsa Papua Barat. Meskipun, Indonesia mengatakan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata), Sampai mengatakan dengan kata OPM adalah Organisasi teroris pada Tahun 2021 ini,dari berbagai organisasi Papua Merdeka tetap memperjuangkan Hak Kemerdekaan Bangsa West Papua tetap merebut kemerdekaan.
Otsus yang sedang di paksakan di papua, memancing kemarahan rakyat west papua, di lihat dari pemberlakuan otsus jilid satu (1) yang telah gagal di west papua hingga di paksakan untuk menerima otsus jilid dua (2). Aksi aksi demo damai dari kesadaran rakyat papua otsus dan dob gencar di mana mana, 122 organisasi sipil,social maupun politik yang tergabung dalam Petisi rakyat papua (PRP) melakukan protes perlawanan menuntut cabut otsus, tolak dob dan gelar referendum bagi papua namun dalam penangganan aksinya di respon degan ganas, pembukamanan ruang demokrasi, refresif, intimidasi dan teror terhadap. massa aksi cabut otsus dan penolakan dob,
Dalam beberapa bulan terakhir Tanpa melihat aspirasi rakyat papua para elite elite politik medeklarasikan dob di beberapa kota degan seenaknya membicarakan dob dan otsus seperti di wamena oleh Befa yigibalom dkk, di timika eltinus omaleng deklarasi provinsi papua tenggah, meki nawipa dkk serta beberapa kota yang lagi memanas, sisi lain juga pemerinth pusat memaksakan untuk harus terima otsus dan dob sedangkan rakyat papua dari 122 organisasi yang tergabung dalam Petis rakyat papua (PRP) telah menolaknya namun di hadapkan degan intimidasi, teror dan terjadi penangkapan sewenang wenang, selain di papua dan papua barat yang terjadi brutal oleh aparat, di Jakarta juga Alpius wonda massa aksi penolakan dob dan otusus di tahan dan di kriminalisasi degan pasal pasal karet oleh polda metro jaya, begitu juga mahasiswa papua,dan rakyat papua yang sedang di toror, intimidasi, kriminalisasi atas tanah papua.
Dengan melihat situasi ham dan demokrasi yang menyengsarakan rakyat papua, yang tercatatan dari sejarah kelam massa lalu hingga kini dan Bangsa Papua Barat yang terus berjuang hingga saat ini meskipun terus di teror, intimidasi, di jarah, serta pembungkaman demi kepentigan ekonomi dan politik.
Maka dari itu, bertepatan dengan Peringatan hari Proklamasi kemedekaan west papua yang ke- 51 tahun tersebut, Kami Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRIWP) Menyatakan sikap serta menuntut :
1. Negara Republik Indonesia harus mengakui bahwa TPN-PB/ TPN-OPM adalah Pejuang Kemerdekaan Papua, bukan Kelompok atau Pelaku Kriminal Bersenjata, Organisasi teroris seperti yang selalu diberitakan
2. Segera Tarik Militer (TNI-POLRI) Organik dan non-Organik dari seluruh tanah Air Bangsa Papua Barat
3. Segera Hentikan dan Tutup seluruh aktivitas eksploitasi Sumber Daya Alam Rakyat Papua oleh perusahan-perusahan Multi Nasional Company (MNC) milik negara-negara Imperialis, seperti; PT.Freeport, BP-LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh tanah Papua Barat
4. Segera buka seluas-luasnya akses jurnalis lokal, nasional dan internasional ke tanah Papua
5. Bebaskan Viktor Yeimo, Alpius wonda dan seluruh tahanan politik bangsa West Papua
6. Pemerintah Jakarta pusat dan elite elit politik papua, befa jigibalom, eltinus omaleng, meki nawipa, ham pagawak, lenis kogoya dan semua elit politik stop membahas otsus tanpa sepegetahuan rakyat papua
7. Cabut Otsus Jilid II,
8. Tolak dob
9. Cabut omnibus law
10. Tolak Otonomi Daerah Baru di tanah Papua Barat
11. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa Papua Barat
Demikian pernyataan sikap ini, Kami menyerukan kepada seluruh Rakyat Bangsa Papua Barat agar segera bersatu dan berjuang merebut cita-cita sejati yaitu Pembebasan manusia dan tanah air Papua Barat dari cengkeraman colonial Indonesia. Atas perhatian dan dukungan seluruh Rakyat Papua Barat, kami ucapkan terimakasih.
Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!
Medan Juang,
Tanah kolonial, 01 Juli 2022